Berita

Focus Group Discussion (FGD) bertajuk "Kerapuhan Etika Penyelenggara Negara: Etika Sosial dan Pendidikan" yang digelar oleh Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) di Malang, Jawa Timur, Senin (2/9)/Istimewa

Politik

Akademisi Soroti Maraknya Pemimpin Jalur Instan

SELASA, 03 SEPTEMBER 2024 | 03:34 WIB | LAPORAN: BONFILIO MAHENDRA

Saat ini, banyak pemimpin yang muncul dengan tidak melalui proses alami. Bahkan bisa dibilang merupakan hasil rekayasa politik. 

Hal tersebut bisa terjadi apabila proses kaderisasi pemimpin tidak berjalan dengan semestinya.

Pandangan itu disampaikan Gurubesar Sosiologi Agama Universitas Muhammadiyah Malang, Syamsul Arifin, dalam diskusi kelompok terpumpun (FGD) bertajuk "Kerapuhan Etika Penyelenggara Negara: Etika Sosial dan Pendidikan" yang digelar Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) di Universitas Negeri Malang, Jawa Timur, Senin (2/9).

“Pemimpin yang sebenarnya diproyeksikan untuk mengambil alih peran dan menjaga, dan mengatur dengan kemampuannya. Akan tetapi, saat ini faktanya banyak orang yang datang secara tiba-tiba dengan adanya rekayasa dan kemudian diusulkan menjadi pemimpin,” kata Syamsul.
 
Sementara itu, Direktur Eksekutif Pusat Studi Budaya dan Perubahan Universitas Muhammadiyah Surakarta, Yayah Khisbiyah menyebut, rekayasa pencalonan pemimpin mampu memangkas tingkat empati masyarakat di Indonesia.

Dari tidak adanya empati ke warga, maka praktik-praktik penyelewengan jabatan dengan korupsi, kolusi, dan nepotisme pun semakin marak.
 
“Rendahnya empati ini berkaitan dengan korupsi terjadi di semua lini di Indonesia,” ucap Yayah.
 
Itu sebabnya, bersama dengan BPIP, Yayah sempat membuat model pembelajaran Pancasila yang lebih aplikatif untuk perguruan tinggi guna mengurangi permasalahan etika tersebut.
 
“Pendidikan Pancasila pada era sekarang harus dilakukan oleh dengan pendekatan yang mudah diakses dan tidak membosankan, khususnya berfokus pada revolusi mental. Perguruan tinggi banyak yang berminat dengan pendekatan ini,” kata Yayah.

Populer

Bangun PIK 2, ASG Setor Pajak 50 Triliun dan Serap 200 Ribu Tenaga Kerja

Senin, 27 Januari 2025 | 02:16

Gara-gara Tertawa di Samping Gus Miftah, KH Usman Ali Kehilangan 40 Job Ceramah

Minggu, 26 Januari 2025 | 10:03

Viral, Kurs Dolar Anjlok ke Rp8.170, Prabowo Effect?

Sabtu, 01 Februari 2025 | 18:05

KPK Akan Digugat Buntut Mandeknya Penanganan Dugaan Korupsi Jampidsus Febrie Adriansyah

Kamis, 23 Januari 2025 | 20:17

Prabowo Harus Ganti Bahlil hingga Satryo Brodjonegoro

Minggu, 26 Januari 2025 | 09:14

Datangi Bareskrim, Petrus Selestinus Minta Kliennya Segera Dibebaskan

Jumat, 24 Januari 2025 | 16:21

Masyarakat Baru Sadar Jokowi Wariskan Kerusakan Bangsa

Senin, 27 Januari 2025 | 14:00

UPDATE

Karyawan Umbar Kesombongan Ejek Pasien BPJS, PT Timah Minta Maaf

Minggu, 02 Februari 2025 | 15:37

Sugiat Santoso Apresiasi Sikap Tegas Menteri Imipas Pecat Pelaku Pungli WN China

Minggu, 02 Februari 2025 | 15:30

KPK Pastikan Tidak Ada Benturan dengan Kortastipikor Polri dalam Penanganan Korupsi LPEI

Minggu, 02 Februari 2025 | 15:27

Tabung Gas 3 Kg Langka, DPR Kehilangan Suara?

Minggu, 02 Februari 2025 | 15:10

Ken Martin Terpilih Jadi Ketum Partai Demokrat, Siap Lawan Trump

Minggu, 02 Februari 2025 | 14:46

Bukan Main, Indonesia Punya Dua Ibukota Langganan Banjir

Minggu, 02 Februari 2025 | 14:45

Larangan LPG di Pengecer Kebijakan Sangat Tidak Populis

Minggu, 02 Februari 2025 | 14:19

Smart City IKN Selesai di Laptop Mulyono

Minggu, 02 Februari 2025 | 13:59

Salah Memutus Status Lahan Berisiko Besar Buat Rakyat

Minggu, 02 Februari 2025 | 13:45

Hamas Sebut Rencana Relokasi Trump Absurd dan Tidak Penting

Minggu, 02 Februari 2025 | 13:26

Selengkapnya