Rapat Panitia Kerja (Panja) Badan Legislasi (Baleg) DPR RI/RMOL
Rapat Panitia Kerja (Panja) Badan Legislasi (Baleg) DPR RI dengan agenda revisi UU Pilkada memanas.
Terjadi perdebatan saat membahas Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) Nomor 72 tentang batas usia paling rendah 30 tahun untuk calon gubernur dan wakil gubernur serta 25 tahun untuk calon bupati dan wakil bupati serta calon wali kota dan wakil wali kota.
Mulanya, Wakil Ketua Baleg DPR RI Achmad Baidowi atau Awiek menegaskan bahwa putusan Mahkamah Agung (MA) soal batas usia 30 tahun untuk calon gubernur dan wakil gubernur serta 25 tahun untuk bupati dan calon wakil bupati serta wali kota dan calon wakil wali kota terhitung sejak pelantikan pasangan terpilih sudah tepat.
Menurutnya, putusan MA itu lebih jelas ketimbang putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor MK 70/PUU-XXII/2024 yang menyebutkan bahwa pemenuhan persyaratan usia minimal 30 tahun calon dihitung saat penetapan calon oleh KPU.
“Yang jelas berbunyi putusan itu di MA. Yang jelas MA,” kata Awiek dalam Rapat Panja Baleg DPR RI, di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, pada Rabu (21/8).
Penjelasan Awiek itu diamini oleh Anggota Baleg DPR RI Fraksi Gerindra Habiburokhman.
Tak hanya fraksi Gerindra, Fraksi PAN, pun sepakat untuk menggunakan keputusan MA. Bahkan, Pemerintah yang diwakili Menteri Hukum dan HAM Supratman Andi Agtas mengikuti keputusan panitia kerja Baleg DPR.
“Tidak ada kewenangan MK menegasikan keputusan MA. Jadi keputusan MA tetap mengikat," kata Habiburokhman.
Sementara itu, Anggota Baleg DPR RI Fraksi PDIP TB Hasanuddin menyatakan keberatannya. Pihaknya lebih sepakat dengan keputusan MK yang bersifat final dan mengikat.
“Dalam DIM nomor 68 calon gubernur dan calon wakil gubernur calon bupati dan calon wakil bupati serta calon wali kota dan calon wakil wali kota sebagaimana yang dimaksud pada ayat 1, jadi calon calon calon kita belum berbicara bupati gubernur terpilih,” tegasnya.
TB Hasanuddin juga mengacu pada pengalaman di TNI bahwa untuk menjadi perwira TNI masuk lewat akademi militer waktu ditetapkan sebagai calon taruna akmil itu ada batasnya.
“Tidak tidak kemudian setelah letnan dua menurut hemat kami ini bapak-bapak loh yang membuat konsep dan pemerintah tetap saya kira itu saja pimpinan,” katanya.
Kemudian, Awiek selaku pimpinan tepat meminta semua anggota fraksi menyudahi perdebatan.
“Saya kira sudah cukup ya perdebatannya, ini yang disampaikan semua logikanya benar tapi ada putusan hukum yang kita rujuk dalam hal ini yang jelas putusannya itu adalah putusan Mahkamah Agung (MA) sudah ada putusannya putusan MK juga sudah ada. Yang secara jelas menyebut dihitung pelantikan ya entah bahasanya calon atau apa tapi putusan hukum harus kita hormati,” kata Awiek.
“Mayoritas fraksi merujuk kepada putusan MA. DPD juga dan pemerintah juga menyesuaikan,” imbuhnya menegaskan.
Lebih jauh, Awiek pun meminta persetujuan bahwa DIM 72 bisa disepakati.
“Setuju ya merujuk pada Mahkamah Agung?,” tegas Awiek sambil mengetuk palu sidang.
Sontak, Anggota Baleg DPR RI Fraksi PDIP Putra Nababan mengajukan interupsi.
“Pimpinan, ini setuju atas apa pimpinan?” tanya Putra Nababan.
“Ya pilihan MA kan ada dua putusan pengadilan Fraksi PDIP sudah kami kasih kesempatan ngomong fraksi yang lain juga punya hak yang sama,” jawab Awie.
Lantas, Putra Nababan pun kembali menanyakan putusan yang dimaksud.
“Oke, yang diputuskan apa?” timpal Putra Nababan.
“Merujuk kepada putusan MA. Mayoritas,” tegas Awiek lagi.
Putra Nababan pun menanyakan fraksi mana saja yang sudah menyetujui DIM 72 tersebut. Pasalnya, baru dua fraksi yang angkat bicara.
“Sudah kelihatan dari tadi. Gak perlu mengatur fraksi yang lain yang penting fraksi PDIP sudah menyampaikan pendapatnya. Fraksi lain menyatakan persetujuannya itu urusan fraksi lain-lain gitu kita fair aja,” tegas Awiek.