Berita

Agus Sanusi/Istimewa

Publika

Kemerdekaan: Keterbelengguan Pilkada

OLEH: AGUS SANUSI
MINGGU, 18 AGUSTUS 2024 | 06:41 WIB

HARI ini kita terjebak dalam satu model demokrasi prosedural yang problematik. Kita diajak untuk percaya bahwa demokrasi hanya soal memilih, dan dengan memilih seseorang, semua persoalan bangsa akan selesai. Namun, realitas menunjukkan bahwa politik kekuasaan pascareformasi justru mandek dalam menyelesaikan persoalan bangsa.

Sejak era reformasi, harapan besar tumbuh akan perbaikan dan penyelesaian masalah bangsa melalui mekanisme pemilihan kepala daerah (Pilkada). Akan tetapi, apa yang terjadi adalah sebaliknya. Pilkada yang seharusnya menjadi jalan menuju demokrasi substantif, kini justru sering kali menjadi ajang perebutan kekuasaan semata, tanpa memberikan solusi nyata bagi kesejahteraan rakyat.

Proses demokrasi yang ada saat ini sering kali hanya menghasilkan pemimpin yang pandai dalam kampanye tetapi gagal dalam implementasi. Kita melihat bagaimana janji-janji manis saat kampanye sering kali tidak terealisasi setelah mereka terpilih. Banyak pemimpin yang lebih mengutamakan kepentingan pribadi dan golongan daripada kepentingan rakyat yang sebenarnya.

Belum lagi jika kita melihat fakta bahwa hari ini dalam pilkada dinamika politik nasional ikut mempengaruhi politik di daerah. Partai-partai politik dipaksa tunduk pada kepentingan penguasa, di mana bahkan partai politik di daerah nyaris tidak memiliki ruang untuk menentukan siapa yang harus mereka calonkan. 

Demikian problematiknya demokrasi prosedural, padahal demokrasi bukan hanya soal memilih pemimpin lalu menyerahkan seluruh persoalan pada mereka. Tapi juga tentang partisipasi, keterlibatan masyarakat. Demokrasi sesungguhnya bukanlah hanya soal penguatan negara tetapi penguatan peran rakyat dalam kehidupan berbangsa. 

Ketergantungan yang Berlebihan

Model negara kesejahteraan atau welfare state, yang mendasarkan kepercayaannya pada negara untuk mensejahterakan rakyat, seringkali menciptakan ketergantungan yang berlebihan. Dalam sistem ini, individu dan komunitas diharapkan menyerahkan hampir semua urusan kesejahteraan kepada negara. 

Ketergantungan semacam ini mengurangi inisiatif individu dan partisipasi masyarakat dalam mencari solusi. Akibatnya, masyarakat menjadi pasif dan kurang berdaya dalam menghadapi tantangan-tantangan yang muncul, memupuk sikap menunggu perubahan dari atas.

Padahal sistem kesejahteraan yang besar dan kompleks sering kali mengalami birokrasi yang rumit dan tidak efisien. Proses administratif yang panjang dan berbelit-belit menghambat distribusi bantuan dan layanan kepada mereka yang benar-benar membutuhkan. 

Misalnya, dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) kita, 50-60 persen dari anggaran sebenarnya dihabiskan untuk membiayai birokrasi. Sumber daya yang seharusnya digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat terjebak dalam sistem yang tidak efektif, memperburuk ketidakadilan dan ketidaksetaraan.

Tanggung Jawab Individu dan Masyarakat

Model negara kesejahteraan seringkali mengaburkan tanggung jawab individu dan masyarakat. Ketika negara dianggap sebagai aktor utama dalam menyelesaikan semua masalah sosial, individu dan komunitas cenderung melepaskan tanggung jawab mereka. 

Padahal, partisipasi aktif dan tanggung jawab individu sangat penting dalam menciptakan solusi yang berkelanjutan dan efektif. Mengandalkan negara sepenuhnya membuat masyarakat kurang terlibat dalam proses perubahan, padahal mereka adalah aktor kunci dalam keberhasilan pembangunan.

Masalah sosial dan ekonomi yang kompleks tidak dapat diselesaikan hanya dengan intervensi negara. Solusi yang efektif memerlukan pendekatan multidimensional yang melibatkan berbagai pihak, termasuk sektor publik, swasta, dan masyarakat sipil. 

Model negara kesejahteraan sering kali gagal mengakomodasi kebutuhan kolaborasi ini, sehingga solusi yang dihasilkan tidak menyentuh akar masalah yang sebenarnya. Pendekatan bottom-up yang melibatkan masyarakat secara langsung sering kali lebih efektif dalam mengatasi masalah lokal dengan solusi yang relevan dan adaptif.

Mengarah ke Solusi Partisipatif

Untuk mengatasi keterbelengguan yang muncul dari model negara kesejahteraan, kita perlu mendorong pendekatan yang lebih inklusif dan partisipatif. Negara tetap memiliki peran penting, namun harus didukung dengan inisiatif dan partisipasi aktif dari masyarakat dan sektor swasta. 

Gotong-royong, sebagai nilai budaya yang sudah ada dalam masyarakat kita, perlu dihidupkan kembali sebagai prinsip dasar dalam mencari solusi bersama.

Pilkada dan proses demokrasi seharusnya tidak hanya menjadi ajang untuk memilih pemimpin, tetapi juga sebagai momentum bagi masyarakat untuk lebih aktif berpartisipasi dan mengambil tanggung jawab dalam pembangunan. 

Kemerdekaan sejati adalah ketika rakyat dapat merasakan manfaat dari demokrasi dalam kehidupan sehari-hari mereka. Kemerdekaan adalah ketika setiap warga negara dapat berpartisipasi secara aktif dalam proses pengambilan keputusan yang mempengaruhi kehidupan mereka. 

Kemerdekaan adalah ketika kita berhasil keluar dari keterbelengguan model demokrasi prosedural yang hanya mementingkan aspek pemilihan, menuju demokrasi yang lebih substansial dan bermakna bagi seluruh rakyat Indonesia.

Dengan memahami keterbelengguan yang terjadi dalam proses pilkada dan model negara kesejahteraan, kita bisa mulai membangun sistem yang lebih inklusif dan partisipatif. Sistem yang mampu memberdayakan masyarakat untuk berkontribusi secara aktif dalam pembangunan, dan tidak hanya mengandalkan negara sebagai satu-satunya solusi. 

Inilah saatnya untuk kembali menghidupkan nilai gotong-royong dan partisipasi aktif, demi kemajuan dan kesejahteraan bersama.

Penulis adalah Koordinator Tim Kerja Bareng Purwakarta

Populer

Fenomena Seragam Militer di Ormas

Minggu, 16 Februari 2025 | 04:50

Asian Paints Hengkang dari Indonesia dengan Kerugian Rp158 Miliar

Sabtu, 15 Februari 2025 | 09:54

Bos Sinarmas Indra Widjaja Mangkir

Kamis, 13 Februari 2025 | 07:44

Temuan Gemah: Pengembang PIK 2 Beli Tanah Warga Jauh di Atas NJOP

Jumat, 14 Februari 2025 | 21:40

Pengiriman 13 Tabung Raksasa dari Semarang ke Banjarnegara Bikin Heboh Pengendara

Senin, 17 Februari 2025 | 06:32

Makan Bergizi Gratis Ibarat Es Teh

Jumat, 14 Februari 2025 | 07:44

PT Lumbung Kencana Sakti Diduga Tunggangi Demo Warga Kapuk Muara

Selasa, 18 Februari 2025 | 03:39

UPDATE

Zarof Dituntut Buka Asal Usul Uang Rp915 Miliar

Rabu, 19 Februari 2025 | 07:41

Hujan Berintensitas Sedang Basahi Jakarta

Rabu, 19 Februari 2025 | 07:24

Terpilih Aklamasi, Dedi Siregar Siap Perkuat Sinergi GPA dengan Gubernur dan Pemprov DKI

Rabu, 19 Februari 2025 | 06:50

Hijaukan Pesisir, PT PNM Bersama Relawan Bakti BUMN Tanam 1.000 Mangrove

Rabu, 19 Februari 2025 | 06:35

Masa Jabatan Segera Berakhir, Pj Bupati OKI Mendadak Rombak 12 Pejabat

Rabu, 19 Februari 2025 | 06:22

Mampukah Negara Sita Aset Triliunan Zarof Ricar?

Rabu, 19 Februari 2025 | 06:10

Sulit Cairkan Dana, Nasabah BMT BUS Jepara Ngadu ke DPRD

Rabu, 19 Februari 2025 | 05:57

4 Tahun Nganggur, Zidane Hanya Selangkah Lagi Tangani Timnas Prancis

Rabu, 19 Februari 2025 | 05:41

Ini Daftar 10 Anggota DPRD Karawang Paling Tajir

Rabu, 19 Februari 2025 | 05:18

Menuju Banjarnegara, 13 Truk Pembawa Tabung Raksasa Sudah Tiba di Kebumen

Rabu, 19 Februari 2025 | 04:58

Selengkapnya