Perdana Menteri Jepang, Fumio Kishida/AFP
Perdana Menteri Jepang, Fumio Kishida memutuskan untuk mundur dari jabatanya dan keluar dari pencalonan pemimpin Partai Demokrat Liberal (LDP) bulan depan.
Berbicara pada konferensi pers di Tokyo pada hari Rabu (14/8), Kishida menilai sudah waktunya LDP dipimpin oleh wajah baru dan ia berkomitmen untuk mendukung penuh sosok penggantinya.
"Langkah pertama yang paling jelas untuk menunjukkan bahwa LDP akan berubah adalah saya mengundurkan diri. Saya tidak akan mencalonkan diri dalam pemilihan mendatang," ungkapnya, seperti dimuat
Reuters.Kishida terpilih sebagai ketua umum LDP pada September 2021 untuk masa jabatan tiga tahun dan memenangkan pemilihan umum tak lama setelahnya.
Namun, dukungan terhadap partai itu telah turun tajam di tengah skandal korupsi besar dalam LDP.
Lebih dari 80 anggota parlemen LDP, sebagian besar berasal dari faksi partai besar yang sebelumnya dipimpin oleh mantan Perdana Menteri Shinzo Abe telah terjerat dalam skandal tersebut dan didakwa pada bulan Januari.
Seorang pakar politik Jepang di Universitas Temple Tokyo, Michael Cucek menggambarkan dukungan yang dimiliki Kishida sangat turun sehingga dia memutuskan mundur.
"Ketidakpuasan publik terhadap Kishida terkait dengan keterlibatan LDP dengan bekas Gereja Unifikasi, yang menjadi jelas setelah pembunuhan Abe, serta skandal dana gelap, dan penurunan yen yang meningkatkan tekanan inflasi," ujarnya.
Siapa pun yang memenangkan pemilihan pemimpin partai akan menghadapi serangkaian tantangan saat mereka menduduki jabatan perdana menteri, yang akan diberikan kepada pemimpin partai dengan kursi terbanyak di parlemen.
Kenta Izumi, pemimpin Partai Demokrat Konstitusional, partai oposisi utama negara itu, mencatat bahwa kepergian Kishida tidak akan menghapus masalah yang sudah ada.
“Masalah-masalah ini masih belum terpecahkan,” tulisnya di platform media sosial X.
Kishida, mantan menteri luar negeri dengan reputasi sebagai pembangun konsensus, mengambil alih jabatan teratas dari Yoshihide Suga yang dikritik karena penanganannya terhadap pandemi COVID-19.
Di bawah Kishida, Jepang berjanji untuk menggandakan pengeluaran pertahanannya ke standar NATO sebesar dua persen dari PDB pada tahun 2027.
Hal ini menandai perubahan dari beberapa dekade pasifisme ketat, yang didorong oleh Amerika Serikat di tengah kekhawatiran tentang sikap China yang semakin tegas di Asia Pasifik.
Kishida mengunjungi AS pada bulan April ketika kedua negara mengumumkan "era baru" dalam kerja sama.
Pada bulan Juli, Jepang dan Filipina menandatangani pakta pertahanan yang memungkinkan pengerahan pasukan di wilayah masing-masing