Ketua DPW PKS Jabar, Haru Suandharu/Istimewa
Kekurangan tenaga pengajar hingga mengangkat honorer di berbagai sekolah di daerah menuai pro kontra. Untuk itu, pemerintah diminta meninjau kembali kebijakan cleansing.
Program tersebut dilakukan lantaran pengangkatan guru honorer diklaim tanpa seleksi yang jelas atau direkrut mandiri oleh sekolah.
Bagi guru honorer yang terkena kebijakan tersebut, ada sebagian yang dipindah tugas, bahkan tak sedikit kehilangan pekerjaannya sebagai tenaga pendidik. Kehilangan status sebagai guru tidak hanya merugikan secara finansial, terlebih pengabdian yang dilakoni bertahun-tahun lenyap begitu saja.
Merespons hal tersebut, Anggota DPRD Jabar, Haru Suandharu mengatakan, buntut dari kebijakan
cleansing perlu adanya transparansi dari pemerintah.
"Bila pakai APBD, kuota tenaga pengajar bisa ditentukan oleh daerah itu sendiri. Toh, per tahun ini juga bisa disesuaikan dengan kemampuan daerah," kata Haru, dikutip
RMOLJabar, Senin (22/7).
Kendati demikian, selama ini pemerintah pusat bersikukuh membayarnya melalui dana APBD baik Kabupaten, Kota dan Provinsi.
"Harus diklarifikasi bahasa
cleansing itu, tidak dikasih jam mengajar. Mungkin bisa bertemu dengan komisi A/I di DPRD untuk audiensi," tambahnya.
Skema dari awal, kata Haru, memang tidak ada honorer semua harus PPPK. Haru menyayangkan program
cleansing yang dilakukan terhadap tenaga pengajar honorer tersebut.
"Cuma jangan dijepit begitu, perlu ada dialog dan keterbukaan pemerintah pusat, provinsi dengan guru honorer yang belum PPPK," imbuhnya.
Bakal Calon Gubernur Jabar tersebut mendorong adanya solusi yang dilakukan pemerintah.
"Kalau diserahkan kepada guru yang sudah PNS perihal mengajar, mereka juga sebenernya berat bila tidak dibantu guru PPPK atau honorer," ujarnya.
Selain itu, Haru mengimbau agar ada peningkatan kualitas dari guru PNS dan guru honorer diberikan kesempatan baik mendapat kuota PPPK maupun jam mengajarnya.
"Tapi kalau memang benar pemerintah tidak sanggup harus bicara apa adanya, jangan sistemnya begitu," tegasnya.
Hematnya, para guru honorer tersebut bisa lebih diperhatikan di samping kuota untuk diangkat menjadi PPPK. Pasalnya, tenaga pengajar sejatinya membantu mencerdaskan anak-anak agar terdidik.
"Saya waktu di Bandung di Komisi A sering bertemu sama mereka, ya sama-sama membantu. Di sisi lain kadang lebih rajin dibanding guru tetap. Harusnya sama-sama rajin dan berkualitas dan anak tidak boleh jadi korban," terangnya.
Haru menjelaskan, permasalahan yang dialami guru harus menjadi prioritas bagi terbangunnya sebuah bangsa.
"Masalah Sumber Daya Manusia (SDM) itu hal yang serius. Kita tidak ada gunanya membangun jalan, bandara, pelabuhan kalau kualitas SDM-nya rendah," tutur Haru.
Kunci kualitas SDM, kata dia, salah satunya guru yang berkualitas.
"Artinya bukan hanya kesempatan atau status, tapi peningkatan keterampilan, profesionalisme, kesejahteraan adalah asas yang penting supaya mereka mengajarnya dengan tenang. Diberikan hak-haknya tapi kewajibannya harus dipenuhi," kata Haru.
Dia menegaskan, memperhatikan kesejahteraan masyarakat sama dengan upaya mewujudkan cita-cita bangsa.
"Mencerdaskan kehidupan bangsa itu kuncinya adalah kualitas. Alhamdulillahnya ada tunjangan profesional kalau untuk PNS, hanya saya kira harus diselesaikan. Pemerintah itu harus tuntas, jadi jangan seperti menghindar dan dihadapi, kekurangan saat ini di mana," jelasnya.
Sehingga, dia mendorong untuk melakukan dialog bersama anggota DPRD dan menjadi perhatian DPR-RI agar permasalahan di dunia pendidikan saat ini bisa tuntas.