Berita

Direktur Eksekutif Amnesty International, Usman Hamid/Rep

Politik

Sikap Orba dalam Peristiwa Kudatuli Cermin Pemerintah Sekarang

MINGGU, 21 JULI 2024 | 00:11 WIB | LAPORAN: FAISAL ARISTAMA

Kerusuhan 27 Juli 1996 atau Kudatuli merupakan peristiwa kelam  sebagai bagian dari sikap represif pemerintah Orde Baru (Orba) saat itu.

Direktur Eksekutif Amnesty International, Usman Hamid menjelaskan bahwa serangan terhadap kantor PDI pada 27 Juli 1996 seharusnya disebut "raid" atau penyerangan, bukan "riot" atau kerusuhan. 

“Istilah serangan itu, itu menunjukkan ada satu pihak dari otoritas keamanan bersama sekelompok preman yang secara sengaja menggunakan kekerasan, menyerang sekretariat PDI, dan menggunakan kekerasan untuk menyingkirkan seluruh orang-orang yang ada di sana,” kata Usman dalam diskusi publik peringatan 28 tahun Kudatuli, bertajuk “Kami Tidak Lupa” di kantor pusat partai di Jalan Diponegoro, Menteng, Jakarta Pusat, pada Sabtu (20/7). 

Usman menambahkan bahwa serangan tersebut bertujuan untuk menyingkirkan kepemimpinan Megawati Soekarnoputri, sebagai bagian dari upaya penyingkiran oposisi politik. 

“Jadi, sampai di titik itu, jelas peristiwa 27 Juli adalah peristiwa yang lahir sebagai produk dari intervensi politik kekuasaan, termasuk politik kekerasan negara berupa pengambilalihan paksa dan penangkapan, penyerangan, dan lain-lain gitu," tegasnya.

Dia juga menekankan keterlibatan aparat keamanan dalam serangan tersebut, meskipun beberapa menggunakan seragam sipil. 

“Tetapi, kalaupun aparat TNI misalnya menggunakan seragam sipil, aparat kepolisian juga masih jelas menggunakan seragam resmi dan ikut melakukan penyerangan atau pembubaran aksi mimbar bebas yang ada di dalam areal kantor PDI ketika itu," ungkapnya.

Peristiwa tersebut memicu kemarahan masyarakat yang ditunjukkan melalui protes di berbagai lokasi seperti Senen, Kramat, Menteng, dan Jalan Diponegoro. 

Rekayasa politik pemerintah itu, kata Usman, terlihat jelas dengan menggusur kepemimpinan oposisi, yang memicu protes keras di berbagai tempat

Menurutnya, peristiwa 27 Juli juga menjadi pemicu gelombang penculikan dan penghilangan paksa, dimulai dengan aktivis PRD dan penculikan Wiji Thukul. 

Gelombang pertama penculikan dimulai dari peristiwa 27 Juli, diikuti oleh gelombang kedua pada sidang umum MPR tahun 1998.

“Gelombang ketiga penculikan dan penghilangan paksa terjadi pada bulan Mei ketika saksi-saksi kunci yang melihat keterlibatan aparat itu disingkirkan, dieliminasi,” jelasnya. 

Atas dasar itu, Usman Hamid menegaskan bahwa peristiwa 27 Juli merupakan cerminan intervensi kebijakan politik dan keamanan pemerintah untuk memperpanjang kekuasaan dan menyingkirkan lawan politik, mirip dengan situasi politik saat ini. 

“Persis seperti pemerintah sekarang ini yang mencoba memperpanjang periode kepresidenannya atau memperpanjang pemerintahannya, menunda pemilunya, dan menyingkirkan lawan-lawan politiknya dengan menjadikan hukum sebagai alat kekuasaan," demikian Usman.

Populer

Walikota Semarang dan 3 Lainnya Dikabarkan Berstatus Tersangka

Rabu, 17 Juli 2024 | 13:43

KPK Juga Tetapkan Suami Walikota Semarang dan Ketua Gapensi Tersangka

Rabu, 17 Juli 2024 | 16:57

Walikota Semarang dan Suami Terlibat 3 Kasus Korupsi

Rabu, 17 Juli 2024 | 17:47

Pimpinan DPRD hingga Ketua Gerindra Sampang Masuk Daftar 21 Tersangka Korupsi Dana Hibah Jatim

Selasa, 16 Juli 2024 | 19:56

Kantor Rahim di Depok Ternyata Rumah Tinggal, Begini Kondisinya

Rabu, 17 Juli 2024 | 11:05

Pengusaha Tambang Haji Romo Diancam Dijemput Paksa KPK

Minggu, 14 Juli 2024 | 17:02

Duet Airin-Rano Karno Tak Terbendung di Pilkada Banten

Rabu, 17 Juli 2024 | 13:23

UPDATE

Kerajinan Napi Lapas Cilacap Bikin Kagum Yasonna

Minggu, 21 Juli 2024 | 01:52

Demokrat: Jangan Underestimate ke Marshel

Minggu, 21 Juli 2024 | 01:43

Yasonna Tinjau Pembangunan Lapas Baru di Nusakambangan

Minggu, 21 Juli 2024 | 01:29

60 Cakada Demokrat Siap Berlaga di Pilkada 2024

Minggu, 21 Juli 2024 | 01:17

KKP Fokus Genjot Budidaya dalam Implementasi Pengelolaan Lobster

Minggu, 21 Juli 2024 | 01:00

Gerindra Bantah Ada Kompromi Politik soal Wamen

Minggu, 21 Juli 2024 | 00:42

DPR Sebut Kepulauan Nias Pantas Jadi Provinsi Sendiri

Minggu, 21 Juli 2024 | 00:33

Sikap Orba dalam Peristiwa Kudatuli Cermin Pemerintah Sekarang

Minggu, 21 Juli 2024 | 00:11

Kajari Tolitoli Bantu Calon Murid Putus Sekolah Imbas Seragam Mahal

Sabtu, 20 Juli 2024 | 23:45

107 Guru Honorer akan Kembali Mengajar

Sabtu, 20 Juli 2024 | 23:24

Selengkapnya