Jalannya sesi perdagangan akhir pekan secara tak terduga diwarnai sejumlah sentimen yang bervariasi. Diawali dengan aksi tekanan jual massif di Wall Street yang berlanjut hingga sesi perdagangan Asia, sentimen baru datang dari China.
Negeri dengan perekonomian terbesar kedua Dunia itu mampu membukukan surplus perdagangan internasionalnya sebesar $99 miliar di bulan Juni lalu. Surplus tersebut dicapai berkat kinerja ekspor yang melonjak 8,6 persen, sementara impor turun 2,3 persen.
Kabar positif ini kemudian mampu menepis sentimen aksi jual di Wall Street sebelumnya hingga membuat gerak Indeks di Bursa Saham Utama Asia bervariasi. Bursa Saham Australia memaksimalkan sentimen China ini dengan melonjak tinggi, setelah sempat ragu dalam sesi pembukaan. Indeks ASX 200 menutup sesi perdagangan dengan melambung tajam 0,88 persen di 7.959,3 yang sekaligus menjadi rekor tertingginya sepanjang sejarah. Untuk dicatat, Australia telah cukup lama menjadikan China sebagai mitra perekonomian terbesarnya.
Kinerja perekonomian China yang masih moncer dengan sendirinya menjadi kabar baik bagi negeri Tirai Bamu.
Gerak naik fantastis Indeks juga terpantau di bursa Saham Hong Kong, di mana Indeks Hang Seng sempat meroket hingga 2,7 persen di kisaran 18.317,31. Sementara Indeks Nikkei (Jepang) terbabat suram 2,45 persen dengan terhenti di 41.190,68. Kesuraman juga mendera Indeks KOSPI (Korea Selatan) yang tergelincir 1,19 persen untuk berakhir di 2.857,0.
Dengan bervariasinya sentimen yang tersedia, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Saham Indonesia terlihat memilih untuk bertahan di zona hijau. Pantauan menunjukkan, gerak IHSG yang membuka sesi perdagangan pagi dengan keraguan namun dengan segera mampu bertahan di zona penguatan terbatas.
IHSG kemudian terlihat mampu konsisten menapak zona penguatan hingga sesi perdagangan berakhir. IHSG menutup pekan ini, Jumat 12 Juli 2024 di posisi 7.327,58 atau melonjak 0,37 persen. Jalannya perdagangan di Jakarta kali Ini juga diwarnai kabar bahwa presiden terpilih Prabowo Subianto yang merencanakan kenaikan rasio Utang terhadap PDB hingga 50 persen. Namun kabar tersebut dibantah oleh tim Prabowo-Gibran.
Sementara pantauan lebih jauh memperlihatkan, gerak naik IHSG kali Ini yang dikontribusi secara dominan oleh saham-saham BUMN. Hal Ini terlihat dari gerak naik Indeks BUMN20 yang melonjak hingga 1,35 persen di 395,03. Saham-saham BUMN yang mengalami lonjakan tajam dan sekaligus masuk dalam jajaran teraktif ditransaksikan kali Ini diantaranya: BBRI naik 1,23 persen di Rp 4.900, BMRI melonjak 0,39 persen di Rp 6.425, BBNI melambung 3,18 persen di Rp 5.025, dan TLKM yang menanjak 1,25 persen di Rp 3.220.
Secara keseluruhan, kemampuan IHSG bertahan di zona penguatan kali ini justru kian mengukuhkan semakin terbatasnya tekanan beli yang tersedia. Namun investor terlihat masih berupaya bertahan optimis karena belum tersedia sentimen negatif untuk berbalik melakukan tekanan jual. Chart berikut memperlihatkan pola teknikal IHSG lebih rinci, di mana indikator ATR yang semakin menurun disertai dengan indikator MACD (histogram) yang juga melemah.
Rupiah Masih KokohSituasi sedikit berbeda terjadi di pasar uang. Nilai tukar Rupiah terlihat konsisten menginjak zona penguatan secara signifikan. Rupiah bahkan terpantau sempat beberapa kali memimpin penguatan mata uang Asia. Namun menjelang sesi perdagangan sore berakhir, penguatan Rupiah terkikis secara bertahap. Penguatan Rupiah di Asia tercatat hanya mampu diimbangi oleh mata uang Ringgit Malaysia.
Rupiah sempat mencetak titik terkuatnya dengan menjangkau kisaran Rp16.119 per Dolar AS, namun kemudian mulai mengikis penguatan. Hingga ulasan ini disunting, Rupiah tercatat ditransaksikan di kisaran Rp 16.135 per Dolar AS atau menguat 0,33 persen.
Tinjauan teknikal tim riset rmol.id menyimpulkan, Rupiah yang kini mulai berpotensi untuk mengkandaskan Dolar AS hingga di bawah kisaran Rp 16.000. Meski untuk konsisten dibutuhkan sejumlah sentimen domestik yang positif.