Berita

Benih Bening Lobster (BBL)/Ist

Hukum

Kebijakan BBL Diduga Sarat Korupsi, Trenggono Mau Dilaporkan ke KPK

JUMAT, 12 JULI 2024 | 13:27 WIB | LAPORAN: ADITYO NUGROHO

Paket kebijakan benih bening lobster (BBL) yang dikeluarkan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) terus menuai polemik hingga kini.

Sejak Maret lalu, tiga paket kebijakan telah dikeluarkan KKP terkait pengelolaan lobster.

Ketiga kebijakan itu di antaranya Permen KP Nomor Nomor 7/2024 tentang Pengelolaan Lobster (Panulirus spp.), Kepiting (Scylla spp.) dan Rajungan (Portunus spp.), Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 24/2024 tentang Harga Patokan Terendah Benih Bening Lobster (Puerulus) di Nelayan dan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 28/2024 tentang Estimasi Potensi, Jumlah Tangkapan yang Diperbolehkan, dan Kuota Penangkapan Benih Bening Lobster (Puerulus).


Pelaksanaan ketiga kebijakan tersebut hingga kini masih mengundang tanda tanya besar. Pasalnya, peraturan tersebut justru dinilai banyak menimbulkan black market berkedok budidaya.

Hal itu sebagaimana diungkapkan Ketua Geomaritim Partai Negoro, Rusdianto Samawa. Menurut dia, peraturan ini perlu disetop dahulu sebelum ada kejelasan aktivitas Badan Layanan Umum (BLU) KKP dan perusahaan dalam membeli, mengumpulkan lalu mengekspor BBL.  

"Kali ini, kita beri peringatan keras kepada Menteri KP, supaya jangan terjebak pada permainan black market yang bisa membuat dia masuk penjara,” ujar Rusdianto di Jakarta, Jumat (12/7).
 
Lanjut dia, dengan mengutip teori Mercenary Corruption dalam antikorupsi, sumber korupsi berasal dari kebijakan yang mementingkan kelompok tertentu untuk mendapat remah-remah limpahan keuntungan yang tidak sah menurut hukum.
"Dugaannya, bisa mengarah ke gratifikasi dan korupsi,” ungkap Rusdianto.

Dia menambahkan Mercenary Corruption adalah tindakan korupsi untuk kepentingan pribadi dengan menggunakan fasilitas kebijakan sehingga menyebabkan adanya transaksi tidak wajar, adanya kesepakatan timbal balik antara pihak pemberi dan penerima yang sama-sama memperoleh keuntungan.

“Itu seperti pola pembentukan, penunjukan dan/atau panitia kerja dalam kebijakan ekspor BBL yang melibatkan Driver Corruption (pelaku) yang bertanggung jawab memanggil, mencari, menetapkan perusahaan ekspor benih sehingga terjadilah monopoli yang menyebabkan dugaan korupsi yakni menerima janji dan pemberian royalti (fee) dari sebuah jabatan,” bebernya.

Maka dari itu, pihaknya berniat akan melaporkan masalah itu kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada sore ini.

"Bagi Partai Negoro instrumen kebijakan KKP ini, salah. Mental- mental komprador yang kelola sumberdaya kelautan perikanan harus dievaluasi, dimonitoring dan disupervisi oleh penegak hukum. Lebih fatal lagi, kalau benar adanya, budidaya di luar negeri. Hal ini justru makin menguatkan dugaan konspirasi black market berkedok budidaya,” jelasnya.

Mengenai Badan Layanan Umum Lembaga Pengelola Modal Usaha Kelautan dan Perikanan (BLU LPMUKP), sambung Rusdianto, belum ada kejelasan terkait mekanisme BBL di lapangan.

“BLU LPMUKP membeli Bibit kepada pengepul dan nelayan itu, dana dari perusahaan mana? BLU kerja sama dengan oligarki mana? Pasalnya, membeli memakai fasilitas uang negara atau APBN tidak boleh. Karena semua kebijakan berbasis APBN harus terbuka dengan sistem tender atau penunjukkan langsung atau ada aturan lain yang membolehkan dana APBN itu dibisniskan," bebernya lagi.

Dia mendorong agar KKP segera memperbaiki dan memperjelas regulasi ini secara transparan.

“Nggak usah takut dikritik masyarakat. Dari pada Menteri KP, lama-lama ditangkap penegak hukum, akibat kebijakan yang berdampak pada gratifikasi dan korupsi karena konspirasi black market," tandasnya.

Sejumlah pertanyaan belum terjawab hingga kini terkait berapa perusahaan pengekspor yang sudah dapat izin resmi, jumlah BBL yang sudah diekspor, lokasi budidaya baik di dalam maupun luar negeri sebagaimana tertuang dalam Permen KP tersebut, hingga besaran Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang melatarbelakangi adanya kebijakan ini.

Hingga berita ini diturunkan, pihak KKP dalam hal ini Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya dan asisten menteri belum merespons saat dikonfirmasi RMOL.

Populer

Bobby dan Raja Juli Paling Bertanggung Jawab terhadap Bencana di Sumut

Senin, 01 Desember 2025 | 02:29

NU dan Muhammadiyah Dikutuk Tambang

Minggu, 30 November 2025 | 02:12

Padang Diterjang Banjir Bandang

Jumat, 28 November 2025 | 00:32

Sergap Kapal Nikel

Kamis, 27 November 2025 | 05:59

Peluncuran Tiga Pusat Studi Baru

Jumat, 28 November 2025 | 02:08

Bersihkan Sisa Bencana

Jumat, 28 November 2025 | 04:14

Evakuasi Banjir Tapsel

Kamis, 27 November 2025 | 03:45

UPDATE

Tragedi Nasional dari Sumatra dan Suara yang Terlambat Kita Dengarkan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:44

Produktivitas Masih di Bawah ASEAN, Pemerintah Susun Langkah Percepatan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:41

Lewat Pantun Cak Imin Serukan Perbaiki Alam Bukan Cari Keributan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:38

Bank Mandiri Sabet 5 Penghargaan BI

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:27

Liga Muslim Dunia Siap Lobi MBS untuk Permudah Pembangunan Kampung Haji Indonesia

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:18

Banjir Rob di Pesisir Jakarta Berangsur Surut

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:13

RI–Timor Leste Sepakat Majukan Koperasi

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:08

Revisi UU Cipta Kerja Mendesak di Tengah Kerusakan Hutan Sumatera

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:57

Bahlil Telusuri Dugaan Keterkaitan Tambang Martabe dengan Banjir Sumut

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:48

BI: Cadangan Devisa RI Rp2.499 Triliun per Akhir November 2025

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:39

Selengkapnya