Berita

Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Esther Sri Astuti/Rep

Politik

Prabowo Diminta Tak Bikin "Kabinet Gemoy" Imbas Warisan Utang Jokowi

KAMIS, 11 JULI 2024 | 18:44 WIB | LAPORAN: AHMAD SATRYO

Presiden terpilih 2024 Prabowo Subianto diwanti-wanti terkait penyusunan kabinet. Sebab, dia dinilai punya beban berat akibat kebijakan perekonomian yang dilakukan Presiden ketujuh RI Joko Widodo. 

Hal tersebut disampaikan Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Esther Sri Astuti, dalam diskusi publik bertajuk "Dilema Kabinet Prabowo dalam Bingkai Koalisi Besar" yang diselenggarakan di Ruang Granada Universitas Paramadina, Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan, Kamis (11/7).

Mulanya, dia memaparkan posisi utang pemerintahan Presiden Jokowi pada masa awal transisi dari Presiden keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), dan membandingkannya dengan kondisi Prabowo saat akan menjadi Presiden kedelapan RI di akhir masa jabatan Jokowi. 


Bahkan, Esther mengibaratkan warisan utang sebagai mobil. Dia menyebutkan besaran nilai utang pemerintahan SBY pada tahun 2014 mencapai Rp2.600 triliun. Sedangkan, pada saat Jokowi memerintah hingga 2024 utang yang tercatat menjadi sebesar Rp8.300 triliun, naik tiga kali lipat. 

"Kalau kita lihat, pada saat Presiden Jokowi menerima warisan, mobilnya bagus, karena kondisinya waktu itu rasio utang terhadap PDB masih berkisar 20 persen. Sementara, Prabowo dapat warisan mobil bermasalah, karena sekarang kondisinya rasio utang PDB capai 40 persen," urai Esther. 

Di samping itu, dia mencatat tata kelola fiskal ketika Jokowi memerintah selama dua periode sejak tahun 2014 hingga 2024, terbilang tidak mampu mengeluarkan Indonesia dari jebakan negara berpendapat menengah (middle income trap). 

Oleh karena itu, Esther menyarankan Prabowo untuk tidak usah menambah jumlah kementerian demi mengakomodir sistem balas budi partai-partai yang mendukungnya di Pilpres 2024 kemarin. 

"Sehingga efektivitas pemerintahan sangat krusial. Yang namanya government itu harus efektif. Ngapain bikin 'kabinet gemoy', karena akan makin besar belanja rutinnya. Kabinet yang ramping saja," tuturnya. 

"Belanja pemerintah diharapkan bisa produktif dan long term. Karena kita ini kan mau keluar jadi negara maju. Tapi lebih dari 20 tahun ini kita masih terjebak di middle income trap," demikian Esther menambahkan.

Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Kebun Sawit Milik POSCO Lebih dari Dua Kali Luas Singapura

Senin, 08 Desember 2025 | 19:12

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Bahlil Minta Maaf Usai Prank Presiden Prabowo

Selasa, 09 Desember 2025 | 18:00

Ini Susunan Lengkap Direksi dan Komisaris bank bjb

Selasa, 09 Desember 2025 | 17:12

Pidato Prabowo buat Roy Suryo: Jangan Lihat ke Belakang

Senin, 08 Desember 2025 | 12:15

UPDATE

BNN-BNPP Awasi Ketat Jalur Tikus Narkoba di Perbatasan

Jumat, 19 Desember 2025 | 00:09

Perkuat Keharmonisan di Jakarta Lewat Pesona Bhinneka Tunggal Ika

Jumat, 19 Desember 2025 | 00:01

Ahmad Doli Kurnia Ditunjuk Jadi Plt Ketua Golkar Sumut

Kamis, 18 Desember 2025 | 23:47

Ibas: Anak Muda Jangan Gengsi Jadi Petani

Kamis, 18 Desember 2025 | 23:26

Apel Besar Nelayan Cetak Rekor MURI

Kamis, 18 Desember 2025 | 23:19

KPK Akui OTT di Kalsel, Enam Orang Dicokok

Kamis, 18 Desember 2025 | 23:12

Pemerintah Didorong Akhiri Politik Upah Murah

Kamis, 18 Desember 2025 | 23:00

OTT Jaksa oleh KPK, Kejagung: Masih Koordinasi

Kamis, 18 Desember 2025 | 22:53

Tak Puas Gelar Perkara Khusus, Polisi Tantang Roy Suryo Cs Tempuh Praperadilan

Kamis, 18 Desember 2025 | 22:24

Menkeu Purbaya Bantah Bantuan Bencana Luar Negeri Dikenakan Pajak

Kamis, 18 Desember 2025 | 22:24

Selengkapnya