Peningkatan utang besar yang tak terkendali di Amerika Serikat (AS) tengah menjadi sorotan dari dua perusahaan pemeringkat kredit.
Dalam laporan S&P Global Ratings yang dirilis pada Kamis (4/7), perusahaan itu memperingatkan bahwa peluang menurunkan utang AS yang tinggi sangat kecil.
"Utang nasional AS saat ini mencapai 34,72 triliun dolar AS, sebuah tingkat yang diperingatkan oleh banyak ekonom sebagai tingkat yang tidak berkelanjutan," kata S&P Global dalam pernyataaannya, dikutip Sabtu (6/7).
Menurut perusahaan itu, utang nasional AS meningkat setiap tahunnya selama satu dekade terakhir.
"Pada tahap siklus pemilu saat ini, hanya peningkatan tajam dalam tekanan pasar yang dapat mendorong pemerintah-pemerintah ini untuk menerapkan konsolidasi fiskal yang lebih tegas," tulis analis yang dipimpin oleh Frank Gill.
Di sisi lain, Scope Ratings memprediksi tekanan akan dihadapi oleh posisi anggaran negara tersebut akibat tingginya biaya pinjaman yang terus berlanjut.
"Ini merupakan sebuah perubahan yang akan meningkatkan taruhan untuk keberlanjutan utang negara,"tulis perusahaan tersebut.
Kedua laporan itu dirilis saat memasuki musim pemilu panas yang terjadi di AS dan di negara-negara lain, di mana Joe Biden sendiri tengah menghadapi tekanan yang meningkat dari publik untuk mundur dari Pilpres 2024.
Dana Moneter Internasional (IMF) sendiri sebelumnya telah mengecam negara Paman Sam itu atas pinjamannya yang meningkat.
Menanggapi peringatan tersebut, Gubernur Bank Sentral AS atau The Fed Jerome Powell mengakui bahwa tingkat utang negaranya memang tinggi.
"Kami mengakui utang yang kita miliki ini tinggi, namun bukan tidak berkelanjutan, jalur yang kita tempuh ini juga tidak berkelanjutan -- dan hal itu sama sekali tidak sepenuhnya kontroversial," katanya beberapa waktu lalu.
Sebagai informasi per awal tahun 2024 saja, utang AS tercatat sudah mencapai 34 triliun Dolar AS atau sekitar Rp553 kuadriliun. Utang tersebut melesat 1 triliun Dolar AS hanya dalam waktu kurun 100 hari.