Berita

Ketua Umum Hidupkan Masyarakat Sejahtera (HMS) Center, Hardjuno Wiwoho (tengah)/Ist

Politik

Hardjuno: Obligasi Rekap BLBI, Ancaman Bagi Masa Depan Indonesia

JUMAT, 05 JULI 2024 | 17:02 WIB | LAPORAN: AHMAD KIFLAN WAKIK

Obligasi rekapitalisasi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) telah merampas hak hidup dan masa depan rakyat Indonesia.

Dikatakan Ketua Umum Hidupkan Masyarakat Sejahtera (HMS) Center, Hardjuno Wiwoho, biaya bunga utang negara mencapai Rp700 triliun setiap tahunnya, dan angka ini terus bertambah secara majemuk.

Hardjuno mengingatkan bahwa skandal BLBI dan obligasi rekap BLBI bukan hanya masalah ekonomi, tetapi juga masalah keadilan dan penegakan hukum.


Katanya, sejak skandal ini mencuat, pemerintah telah mengambil beberapa langkah untuk menyelesaikannya. Salah satu perkembangan terbaru adalah pembentukan Satuan Tugas Penanganan Hak Tagih Negara Dana BLBI.

Satgas ini telah berhasil mengamankan aset yang diklaim senilai Rp 111,2 miliar, termasuk beberapa properti di Jakarta Selatan.

"Meskipun demikian, langkah Satgas BLBI ini masih jauh dari cukup karena aset itu belum diuangkan artinya valuenya baru value klaim. Itu baru BLBI-nya, masih ada masalah obligasi rekap BLBI," ujar Hardjuno kepada wartawan, Jumat (5/7).

Kandidat Doktor Hukum dan Pembangunan Universitas Airlangga ini menekankan di situasi tekanan ekonomi dan beban fiskal yang sangat berat seperti tahun-tahun ini, moratorium pembayaran bunga rekap dan penyitaan aset para pengemplang BLBI musti berjalan beriring.

"Pemerintah harus berani berhenti membayar bunga rekap yang terus menambah beban keuangan negara dan memberikan dukungan penuh kepada Satgas BLBI untuk menuntaskan penarikan piutang negara dari para obligor BLBI," tuturnya.

Dengan menekan pengeluaran bunga obligasi rekap, pemerintah dapat lebih fokus pada pemulihan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Menurut Hardjuno, masalah BLBI ini tidak hanya menyangkut aspek finansial, tetapi juga kepercayaan publik terhadap pemerintah dan sistem hukum.

Oleh karena itu, penanganan yang serius dan transparan sangat diperlukan untuk memastikan keadilan bagi rakyat Indonesia dan pemulihan ekonomi negara yang berkelanjutan.

"Skandal BLBI adalah kejahatan ekonomi terbesar dalam sejarah pemberantasan korupsi di Indonesia. Meskipun sudah berlalu sekitar 26 tahun sejak tahun 1998, penyelesaian kasus ini masih jauh dari kata tuntas," pungkasnya.

Populer

Bobby dan Raja Juli Paling Bertanggung Jawab terhadap Bencana di Sumut

Senin, 01 Desember 2025 | 02:29

NU dan Muhammadiyah Dikutuk Tambang

Minggu, 30 November 2025 | 02:12

Padang Diterjang Banjir Bandang

Jumat, 28 November 2025 | 00:32

Sergap Kapal Nikel

Kamis, 27 November 2025 | 05:59

Peluncuran Tiga Pusat Studi Baru

Jumat, 28 November 2025 | 02:08

Bersihkan Sisa Bencana

Jumat, 28 November 2025 | 04:14

Evakuasi Banjir Tapsel

Kamis, 27 November 2025 | 03:45

UPDATE

Tragedi Nasional dari Sumatra dan Suara yang Terlambat Kita Dengarkan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:44

Produktivitas Masih di Bawah ASEAN, Pemerintah Susun Langkah Percepatan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:41

Lewat Pantun Cak Imin Serukan Perbaiki Alam Bukan Cari Keributan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:38

Bank Mandiri Sabet 5 Penghargaan BI

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:27

Liga Muslim Dunia Siap Lobi MBS untuk Permudah Pembangunan Kampung Haji Indonesia

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:18

Banjir Rob di Pesisir Jakarta Berangsur Surut

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:13

RI–Timor Leste Sepakat Majukan Koperasi

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:08

Revisi UU Cipta Kerja Mendesak di Tengah Kerusakan Hutan Sumatera

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:57

Bahlil Telusuri Dugaan Keterkaitan Tambang Martabe dengan Banjir Sumut

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:48

BI: Cadangan Devisa RI Rp2.499 Triliun per Akhir November 2025

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:39

Selengkapnya