Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas)/National Food Agency (NFA), Arief Prasetyo Adi/RMOLJatim
. Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas)/National Food Agency (NFA), Arief Prasetyo Adi, menjelaskan, demurrage merupakan hal yang lazim dalam kegiatan ekspor impor.
Dikutip dari Kantor Berita RMOLJatim, Sabtu (22/6), ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan keterlambatan bongkar muat, dan itu lumrah terjadi, sehingga bisa diperhitungkan secara business to business (B2B).
"Terkait demurrage, yang paling tepat menjawab Dirut Bulog, karena demurrage itu belum selesai hitungannya, mencakup shipping line, insurance, untuk ekspor impor itu hal yang biasa. Jadi pada saat orang ekspor atau impor, karena hujan atau hal lainnya, bisa saja tidak bisa bongkar," jelas Arief, saat Rapat Kerja Komisi IV DPR RI dengan Menteri Pertanian, di Jakarta.
Sementara itu Direktur Utama Perum Bulog, Bayu Krisnamurthi, menambahkan, demurrage merupakan biaya yang timbul karena keterlambatan bongkar muat di pelabuhan. "Ini hal biasa. Jadi misalnya dijadwalkan (bongkar muat) 5 hari, jadi 7 hari. Mungkin karena hujan, mungkin pelabuhan penuh dan sebagainya," sebutnya.
"Demurrage itu biaya yang harusnya sudah diperhitungkan di dalam kegiatan ekspor impor. Berapa persisnya, masih terus diperhitungkan, karena ada negosiasi, misalnya mana yang bisa dicover insurance, mana yang tidak, mana yang jadi tanggung jawab shipping. Jadi demurrage itu hal yang bisa dikatakan bagian konsekuensi logis dari kegiatan ekspor impor," sambungnya.
"Kita selalu berusaha meminimalkan biaya demurrage. Biaya demurrage kami masih berhitung dan tadi masih negosiasi. Jadi angka akhirnya belum selesai, tetapi perkiraannya, bila dibandingkan nilai produk yang diimpor, Insya Allah tidak lebih dari 3 persen," pungkas Bayu.
Ditemui usai rapat, Kepala NFA, Arief Prasetyo Adi, kembali menegaskan posisi Badan Pangan Nasional merupakan pihak yang menugaskan Bulog. "Demurrage itu hal yang biasa. Tinggal dilihat, apa karena hujan, yang harusnya 6 hari, bisa jadi 7 atau 8 hari. Itu hal biasa dalam business to business," katanya.
"Jadi Badan Pangan Nasional menugaskan Bulog sesuai hasil Ratas (rapat terbatas). Kemudian Bulog melakukan B2B. Yang order, yang mengimpor, yang mendistribusikan itu Bulog. Ini murni impor. Makanya tadi dalam rapat dengan Komisi IV, saya persilakan Dirut Bulog menjelaskan, karena yang paling mengerti ya direksi Bulog," tambahnya.
Arief juga memastikan total stok beras yang dikelola Bulog berada dalam posisi aman dan mencukupi. Saat ini ada 1,7 juta ton, dan akan terus bertambah, seiring penyerapan produksi dalam negeri.
Arief meyakini seluruh program intervensi pemerintah bagi masyarakat dapat terlaksana dengan baik.
"Sampai tengah Juni, Bulog konsisten menyerap produksi dalam negeri, total hampir 700 ribu ton. Bulog bergerak melakukan itu melalui berbagai program yang baik sekali. Ada program Jemput Gabah, program Mitra Petani, dan program Makmur. Dengan itu terlihat pemerintah sangat fokus memperkuat stok, terutama menabung beras sebagai CPP (Cadangan Pangan Pemerintah)," tutupnya.