Berita

Faisal Basri/Repro

Bisnis

Faisal Basri: Hilirisasi Proyek Omong Kosong!

SENIN, 17 JUNI 2024 | 20:24 WIB | LAPORAN: FAISAL ARISTAMA

Pendiri Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Faisal Basri, menyebut proyek hilirisasi sebagai omong kosong yang tidak membawa manfaat nyata bagi perekonomian Indonesia.

Menurut Faisal, pelemahan ekonomi terlihat jelas dari menurunnya penerimaan pajak dan tabungan, serta melemahnya industri manufaktur.

“Kalau ekonomi melemah kan penerimaan pajaknya juga melemah kan? Jadi, indikator pertamanya pajak. Indikator keduanya tabungan,” ujarnya dikutip dalam kanal Youtube Novel Baswedan, Senin (17/6).


Pakar Ekonomi dari Universitas Indonesia (UI) ini menambahkan bahwa industri manufaktur, yang menyumbang hampir sepertiga dari penerimaan pajak, juga menunjukkan tanda-tanda pelemahan.

Atas dasar itu, Faisal pun mempertanyakan efektivitas hilirisasi proyek yang dijalankan pemerintah.

“Saya bertanya hilirisasi proyek yang sesat atau apa ya? (Karena tidak terpotret dari industri). Jadi hilirisasi atau industrialisasi? Yang sudah pasti hilirisasi yang sudah terjadi yang diklaim kita dapat keuntungan berapa itu, omong kosong,” ungkap Master of Arts (M.A.) dalam bidang ekonomi, Vanderbilt University, Nashville, Tennessee, Amerika Serikat ini.

Faisal menjelaskan bahwa jika pihaknya dahulu pernah mengungkap bahwa hilirisasi nikel Indonesia hanya mendapatkan 10 persen keuntungan, sementara 90 persennya lari ke China. Saat ini sudah tidak demikian lagi, karena Indonesia justru tidak mendapatkan apa-apa alias minus.

"Kenapa bisa minus? Karena mereka dapat tax holiday dapat macam-macam. Masih ada satu lagi yang tidak saya hitung, yakni subsidi batu bara. Jadi, mereka pakai pembangkit batu bara kan, batu baranya disubsidi, waktu tahun 2022 harga batu bara di pasar internasional itu 345 dolar (AS) rata-rata setahun, pemerintah bilang “dont worry saudara tua, saya kasih kamu cuma 70 dolar (AS). Jadi, per metriks tonnya dapat subsidi 275 dolar (AS),” jelasnya.

Menurut Faisal, subsidi yang besar ini justru menguntungkan perusahaan asing, sementara warga negara sendiri terus dibebani.

“Luar biasa. Betapa murahnya kita mensubsidi warga asing tapi warganya sendiri digencet terus,” pungkasnya.

Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Kebun Sawit Milik POSCO Lebih dari Dua Kali Luas Singapura

Senin, 08 Desember 2025 | 19:12

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Bangun Jembatan Harapan

Minggu, 07 Desember 2025 | 02:46

Distribusi Bantuan di Teluk Bayur

Minggu, 07 Desember 2025 | 04:25

Bahlil Minta Maaf Usai Prank Presiden Prabowo

Selasa, 09 Desember 2025 | 18:00

UPDATE

RUU Koperasi Diusulkan Jadi UU Sistem Perkoperasian Nasional

Rabu, 17 Desember 2025 | 18:08

Rosan Update Pembangunan Kampung Haji ke Prabowo

Rabu, 17 Desember 2025 | 17:54

Tak Perlu Reaktif Soal Surat Gubernur Aceh ke PBB

Rabu, 17 Desember 2025 | 17:45

Taubat Ekologis Jalan Keluar Benahi Kerusakan Lingkungan

Rabu, 17 Desember 2025 | 17:34

Adimas Resbob Resmi Tersangka, Terancam 10 Tahun Penjara

Rabu, 17 Desember 2025 | 17:25

Bos Maktour Travel dan Gus Alex Siap-siap Diperiksa KPK Lagi

Rabu, 17 Desember 2025 | 17:24

Satgas Kemanusiaan Unhan Kirim Dokter ke Daerah Bencana

Rabu, 17 Desember 2025 | 17:08

Pimpinan MPR Berharap Ada Solusi Tenteramkan Warga Aceh

Rabu, 17 Desember 2025 | 16:49

Kolaborasi UNSIA-LLDikti Tingkatkan Partisipasi Universitas dalam WURI

Rabu, 17 Desember 2025 | 16:45

Kapolri Pimpin Penutupan Pendidikan Sespim Polri Tahun Ajaran 2025

Rabu, 17 Desember 2025 | 16:42

Selengkapnya