Berita

Ilustrasi/Net

Publika

Kebijakan Tapera: Semoga Konstitusional dan Pekerja Tidak Jadi Kurban

OLEH: FIRMAN T ENDIPRADJA
SENIN, 17 JUNI 2024 | 16:10 WIB

GELOMBANG kritik dari kalangan pekerja, pengusaha, hingga partai politik tidak menyurutkan pemerintah untuk membatalkan atau menunda program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).

Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko di Gedung Bina Graha, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat lalu (31/5) menyatakan, pemerintah masih punya waktu hingga 2027 untuk mematangkan implementasi kebijakan tersebut secara proporsional sambil mendengarkan aspirasi publik dan dunia usaha.

Dengan kata lain, Moeldoko menegaskan bahwa Tapera akan dilanjutkan dan membantah anggapan yang menyebut program Tapera ditujukan untuk mendanai program makan gratis dan pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN).

Pemberlakuan program Tapera yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 yang juga merupakan politik hukum perlindungan konsumen menyebutkan, besaran simpanan Tapera adalah 3 persen dari gaji atau upah dikumpulkan sebagai tabungan untuk perumahan.

Sebanyak 2,5 persen ditanggung pekerja, sedangkan sisanya ditanggung pemberi kerja. Sedangkan pekerja termasuk konsumen pemakai jasa Tapera untuk membayar iuran/tabungan perumahan.

Kebijakan yang hampir berbarengan yang dinilai tidak pro dan memberatkan rakyat sebagai konsumen adalah soal kenaikan uang kuliah tahunan (UKT). Rencana kenaikan UKT dinilai sangat memberatkan di tengah kesulitan ekonomi.

Contoh lain politik hukum perlindungan konsumen yang membebani masyarakat atau konsumen adalah masalah harga beras yang sudah naik sejak 1 Agustus 2023. Kemudian masalah minyak goreng yang terjadi sejak November 2019, kenaikan iuran BPJS Kesehatan, selain itu harga sejumlah komoditas utama pangan mengalami kenaikan, dll.

Masyarakat heran atas berbagai kebijakan pemerintah akhir-akhir ini khususnya terkait politik hukum perlindungan konsumen yang dinilai tidak masuk akal dan tidak pro rakyat. Padahal, menurut konstitusi rakyat juga memiliki hak untuk dilindungi dan disejahterakan.

Ketentuan Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 menyebutkan, negara Indonesia adalah negara hukum. Hal ini berarti bahwa sistem penyelenggaraan pemerintahan negara Republik Indonesia harus berdasarkan atas prinsip kedaulatan rakyat dan prinsip negara hukum.

Namun kebijakan-kebijakan yang diterbitkan pemerintah saat ini mengabaikan beban masyarakat (pekerja) sebagai konsumen. Sementara itu pascapandemi Covid-19, banyak pabrik melakukan PHK. Terkait hal ini, kepedulian Pemerintah untuk mensejahterakan rakyat patut dipertanyakan.

Pemerintah telah diberi amanat oleh rakyat mestinya menjalankan konstitusi. Tugas Pemerintah menurut Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 Alinea Keempat di antaranya untuk melindungi segenap bangsa Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, dan mencerdaskan kehidupan bangsa.

Rencana pemerintah menggulirkan program Tapera bagi seluruh pekerja jelas telah melanggar konstitusi, hukum, dan peraturan perundang-undangan.

Setidaknya ada empat hukum yang dilanggar, yaitu hukum perdata, hukum perlindungan konsumen, hukum pidana, dan hukum administrasi. Dan melanggar 9 Undang-undang yaitu UU Perlindungan Konsumen, UU Administrasi Pemerintahan, UU PTUN, UU Kesejahteraan Sosial, UU Pelayanan Publik, UU Ombudsman, UU BPJS, UU Ketenagakerjaan dan UU Perumahan, serta PP tentang Standar Pelayanan Minimal.

Secara privat, peraturan lain yang dilanggar akibat kebijakan Tapera ini yaitu KUHPerdata Pasal 1320, 1337, 1338 (3), 1339, 1365. Dari aspek hukum perdata, para pekerja sebagai konsumen dengan Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera) memiliki hubungan hukum dalam bentuk perikatan. Ketentuan Pasal 1233 KUHPdt menyebutkan sumber perikatan dapat berbentuk Undang-undang atau perjanjian.

Perikatan yang bersumber Undang-undang, tentu selain harus memenuhi unsur ketertiban Undang-undangnya juga harus memenuhi keadilan dan kemanfaatan serta itikad baik (Psl. 1338 : 3). Sedangkan menurut ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata, syarat sah suatu perjanjian harus memenuhi empat syarat, yaitu:

1. Adanya kesepakatan/kata sepakat;
2. Adanya kecakapan para pihak;
3. Adanya hal/objek tertentu;
4. Adanya kausa yang halal.

Dikatakan adanya kesepakatan/kata sepakat jika tidak mengandung unsur paksaan, kekhilafan, penipuan, dan penyalahgunaan keadaan (misbruik van omsteigheden). Jika terdapat unsur ini maka perjanjian tersebut akibat hukumnya Dapat Dibatalkan.

Dan dikatakan adanya kausa yang halal jika tidak melanggar kesusilaan, ketertiban umum dan undang-undang. Jika terdapat pelanggaran unsur ini maka perjanjian tersebut akibat hukumnya Batal Demi Hukum.

Kebijakan Tapera yang menentukan agar buruh wajib menabung, adalah kebijakan sepihak yang tidak ada kesepakatan dari buruh sebagai konsumen, di bawah tekanan atau paksaan dan penyalahgunaan keadaan, serta cenderung tidak ada itikad baik, hal ini dianggap melanggar unsur subyektif dimana akibat hukumnya dapat dibatalkan, dan sekaligus melanggar unsur objektif atau melanggar kausa halal, undang - undang, kebiasaan dan kepatutan berakibat batal demi hukum karena mengandung cacat kehendak (syarat sahnya perjanjian).

Melihat ketentuan tersebut, kebijakan Tapera itu juga dapat dianggap sebagai perbuatan melawan hukum/Undang-undang. Dan salah satu Undang-undang yang terkait unsur kausa halal yang berlaku di negara kita adalah UU No.8/1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK).

Penjelasan Umum UUPK menyebutkan bahwa UUPK adalah payung hukum (UU pokok/umbrella act) dalam melindungi konsumen Indonesia dimana salah satu tujuan UU ini adalah memberikan kepastian hukum dan perlindungan konsumen. Menurut ketentuan Pasal 23 dan 45 UUPK, konsumen yang dirugikan dapat mengajukan gugatan ke pengadilan atau BPSK.

Penyelenggaraan Pemerintahan sendiri, telah diatur dengan sebuah Undang-undang yang disebut UU Administrasi Pemerintahan (UU 30 Tahun 2014). UU ini menjamin hak-hak dasar dan memberikan pelindungan kepada warga masyarakat serta menjamin penyelenggaraan tugas-tugas negara sebagaimana dituntut oleh suatu negara hukum, sesuai dengan Pasal 27 ayat (1), Pasal 28 D ayat (3), Pasal 28 F, dan Pasal 28 I ayat (2) UUD 1945.

Berdasarkan ketentuan tersebut, warga masyarakat tidak boleh dijadikan objek, melainkan subjek yang aktif terlibat dalam penyelenggaraan Pemerintahan.

Dalam kebijakan Tapera ini selain pemerintah telah melangkahi konstitusi (inkonstitusional), juga telah terjadi "penyalahgunaan keadaan" yang dilakukan oleh pemerintah atas posisi buruh/pekerja sebagai rakyat/konsumen yang kedudukannya lemah, yang seringkali tidak ada pilihan lain dalam menggunakan fasilitas publik dan sekaligus hal ini sebagai "penyalahgunaan wewenang".

Sebenarnya dalam rangka memberikan jaminan pelindungan kepada setiap warga masyarakat maka UU No.30/2014 memungkinkan diajukannya gugatan terhadap kebijakan Tapera ini kepada Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) atau diajukan permohonan Pembatalan atas PP No. 21 Tahun 2024 ke Mahkamah Agung.

Dengan kata lain, diajukannya gugatan ke PTUN atau ke MA (juga ke pengadilan atau BPSK) ditujukan agar masyarakat (pekerja) tidak menjadi objek kekuasaan negara dan keputusan pemerintahan tidak dilakukan dengan cara-cara otoriter, arogan dan sewenang-wenang.

Dengan dipaksakannya kebijakan ini semoga tidak ada warga masyarakat (pekerja) yang jadi kurban atau dikurbankan.

Selamat hari raya Idul Adha (Idul kurban) 1445 H. Mohon Maaf Lahir dan Batin.

Penulis adalah dosen Politik Hukum Perlindungan Konsumen Pascasarjana Universitas Pasundan dan Ketua Umum HLKI Jabar-Banten-DKI Jakarta

Populer

Demo di KPK, GMNI: Tangkap dan Adili Keluarga Mulyono

Jumat, 20 September 2024 | 16:22

Mantan Menpora Hayono Isman Teriak Tanah Keluarganya Diserobot

Jumat, 20 September 2024 | 07:04

KPK Ngawur Sebut Tiket Jet Pribadi Kaesang Rp90 Juta

Rabu, 18 September 2024 | 14:21

Kaesang Kucing-kucingan Pulang ke Indonesia Naik Singapore Airlines

Rabu, 18 September 2024 | 16:24

Fufufafa Diduga Hina Nabi Muhammad, Pegiat Medsos: Orang Ini Pikirannya Kosong

Rabu, 18 September 2024 | 14:02

Kaesang Bukan Nebeng Private Jet Gang Ye, Tapi Pinjam

Rabu, 18 September 2024 | 03:13

Makin Ketahuan, Nomor Ponsel Fufufafa Dicantumkan Gibran pada Berkas Pilkada Solo

Senin, 23 September 2024 | 09:10

UPDATE

Pramono Anung: Jakarta Butuh Pemimpin Pekerja Keras, Bukan Tukang Tebar Pesona

Minggu, 29 September 2024 | 02:07

Jupiter Aerobatic Team Bikin Heboh Pengunjung Semarak Dirgantara 2024

Minggu, 29 September 2024 | 01:53

Pertemuan Prabowo-Megawati Bisa Menguatkan Demokrasi

Minggu, 29 September 2024 | 01:19

Kapolri Lantik Sejumlah Kapolda Sekaligus Kukuhkan 2 Jabatan

Minggu, 29 September 2024 | 00:57

Gen X, Milenial, hingga Gen Z Bikin Komunitas BRO RK Menangkan Ridwan Kamil

Minggu, 29 September 2024 | 00:39

Kecam Pembubaran Paksa Diskusi, Setara Institute: Ruang Sipil Terancam!

Minggu, 29 September 2024 | 00:17

Megawati Nonton “Si Manis Jembatan Merah" Ditemani Hasto dan Prananda

Sabtu, 28 September 2024 | 23:55

Andrew Andika Ditangkap Bersama 5 Temannya

Sabtu, 28 September 2024 | 23:35

Aksi Memukau TNI AU di Semarak Dirgantara 2024

Sabtu, 28 September 2024 | 23:19

Gara-gara Topan, Peternak di Thailand Terpaksa Bunuh 125 Buaya

Sabtu, 28 September 2024 | 23:15

Selengkapnya