Berita

Ilustrasi aurora/Net

Tekno

Ketika Aurora Terlihat di Indonesia, Dunia Bisa "Kiamat"

MINGGU, 26 MEI 2024 | 06:38 WIB | LAPORAN: AGUS DWI

Ilmuwan menyebut bisa saja aurora terlihat di negara wilayah khatulistiwa seperti Indonesia, namun ada risiko yang menyertainya. Bahkan hal itu bisa menyebabkan 'kiamat' pada satelit atau kiamat internet.

Hal ini disampaikan Guru Besar Astronomi Institut Teknologi Bandung (ITB), Dhani Herdiwijaya, dalam unggahan Bosscha Observatory, yang dikutip Minggu (26/5).

Menurut catatan sejarah, aurora memang pernah terlihat di Jepang pada 1859. Saat itu, aurora terlihat usai terjadi badai matahari terkuat yakni Badai Carrington.


"Untuk kenampakan aurora, berdasarkan sejarahnya bisa sampai ke Jepang (lintang 20-an derajat), yaitu pada saat badai matahari terkuat yang tercatat tanggal 1-2 September 1859," ungkap Prof Dhani.

Sejauh ini, belum ada laporan aurora terlihat di wilayah ekuator.

Namun demikian, tidak tertutup kemungkinan fenomena itu bisa sampai ke wilayah-wilayah ekuator. Dengan catatan, ada badai matahari yang lebih kuat dari badai pada 1859.

"Tapi jika itu terjadi di era sekarang, boleh dipastikan akan terjadi kiamat satelit/kiamat internet, artinya lebih dari 80 persen satelit akan mati," jelasnya.

Adapun badai matahari pada 1859 adalah tsunami antariksa terbesar yang pernah tercatat dalam sejarah.

Di mana pada Agustus 1859, astronom dibuat takjub dengan penambahan jumlah bintik di piringan Matahari. Di antara ilmuwan ini, terdapat pengamat langit amatir asal Inggris, Richard Carrington,

Pada 1 September 1859, Carrington dibutakan oleh kilatan cahaya yang datang tiba-tiba saat membuat sketsa bintik Matahari. Ia menggambarkannya sebagai 'suar cahaya putih'.

Fenomena itu berlangsung sekitar 5 menit. Suar tersebut kemudian diketahui sebagai Lontaran Massa Korona (Coronal Mass Ejection/CME). Dalam waktu 17,6 jam, CME melintasi lebih 150 juta kilometer antara Matahari dan Bumi dan melepaskan kekuatannya ke Bumi.

Selang sehari dari kejadian itu, Bumi mengalami badai geomagnetik. Badai itu memicu kekacauan sistem telegraf dan memunculkan pemandangan aurora di daerah tropis, yang bukan sesuatu yang lazim terjadi. Fenomena ini pun tercatat sebagai Badai Matahari paling dahsyat.

Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

UPDATE

Investigasi Kecelakaan Jeju Air Mandek, Keluarga Korban Geram ? ?

Sabtu, 27 Desember 2025 | 17:52

Legislator Nasdem Dukung Pengembalian Dana Korupsi untuk Kesejahteraan Rakyat

Sabtu, 27 Desember 2025 | 17:43

Ledakan Masjid di Suriah Tuai Kecaman PBB

Sabtu, 27 Desember 2025 | 16:32

Presiden Partai Buruh: Tidak Mungkin Biaya Hidup Jakarta Lebih Rendah dari Karawang

Sabtu, 27 Desember 2025 | 16:13

Dunia Usaha Diharapkan Terapkan Upah Sesuai Produktivitas

Sabtu, 27 Desember 2025 | 15:26

Rehabilitasi Hutan: Strategi Mitigasi Bencana di Sumatera dan Wilayah Lain

Sabtu, 27 Desember 2025 | 15:07

Pergub dan Perda APBD DKI 2026 Disahkan, Ini Alokasinya

Sabtu, 27 Desember 2025 | 14:52

Gebrakan Sony-Honda: Ciptakan Mobil untuk Main PlayStation

Sabtu, 27 Desember 2025 | 14:24

Kebijakan Purbaya Tak Jauh Beda dengan Sri Mulyani, Reshuffle Menkeu Hanya Ganti Figur

Sabtu, 27 Desember 2025 | 14:07

PAN Dorong Perlindungan dan Kesejahteraan Tenaga Administratif Sekolah

Sabtu, 27 Desember 2025 | 13:41

Selengkapnya