Berita

Pengamat transportasi Bambang Haryo Soekartono/Ist

Bisnis

Maskapai Asing Masuk Indonesia Sangat Berisiko

RABU, 22 MEI 2024 | 19:04 WIB | LAPORAN: WIDODO BOGIARTO

Pemerintah diminta melakukan kajian secara mendalam terkait usulan Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan yang mendorong maskapai asing untuk masuk ke Indonesia.

"Terutama risiko yang berpotensi terjadi di masa depan," kata pengamat transportasi Bambang Haryo Soekartono (BHS) dalam keterangannya, Rabu (22/5).

BHS menyatakan bahwa dalam UU No 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, dinyatakan bahwa pemerintah harus melindungi armada penerbangan dalam negeri.

"Ketentuan ini juga sejalan dengan asas cabotage yang dianut Indonesia. Sehingga jika ingin tetap dilakukan, ada beberapa ketentuan yang harus diterapkan," kata BHS.

Yaitu dibatasi untuk jangka waktu tertentu, rute tertentu, dan bahkan jenis muatan tertentu. Tidak bisa kalau dibebaskan seenaknya.

"Diharapkan semaksimal mungkin harus menggunakan armada domestik untuk rute dalam negeri," kata BHS.

BHS menjelaskan ada beberapa risiko yang muncul dengan membiarkan maskapai asing masuk ke dalam rute penerbangan domestik.

Pertama, dengan masuknya maskapai asing, ada potensi maskapai lokalnya akan mati. Akhirnya penerbangan di dalam negeri akan dikuasai oleh maskapai asing.

Kodisi ini sangat berbahaya bila negara yang memiliki maskapai tersebut dengan sengaja menarik kembali armadanya, maka akan terjadi kekosongan transportasi udara dan transportasi penerbangan Indonesia akan lumpuh total.

"Atau kita akan dikuasai oleh mereka, makanya perusahaan penerbangan domestik malah harus diperkuat agar bisa ikut menjaga keutuhan NKRI kita," kata BHS.

Risiko kedua maskapai asing tersebut bisa membawa muatan yang tidak terdeteksi yang bisa membahayakan keamanan dan keselamatan negara. Seperti produk produk barang ilegal maupun penumpangnya.

"Risiko yang ketiga kita akan kehilangan devisa negara akibat biaya penerbangan dari masyarakat masuk ke negara lain saat menggunakan maskapai asing tersebut," kata BHS.



Populer

KPK Kembali Periksa Pramugari Jet Pribadi

Jumat, 28 Februari 2025 | 14:59

Sesuai Perintah Prabowo, KPK Harus Usut Mafia Bawang Putih

Minggu, 02 Maret 2025 | 17:41

Digugat CMNP, Hary Tanoe dan MNC Holding Terancam Bangkrut?

Selasa, 04 Maret 2025 | 01:51

Lolos Seleksi TNI AD Secara Gratis, Puluhan Warga Datangi Kodim Banjarnegara

Minggu, 02 Maret 2025 | 05:18

CMNP Minta Pengadilan Sita Jaminan Harta Hary Tanoe

Selasa, 04 Maret 2025 | 03:55

KPK Terus Didesak Periksa Ganjar Pranowo dan Agun Gunandjar

Jumat, 28 Februari 2025 | 17:13

Bos Sritex Ungkap Permendag 8/2024 Bikin Industri Tekstil Mati

Senin, 03 Maret 2025 | 21:17

UPDATE

BRI Salurkan KUR Rp27,72 Triliun dalam 2 Bulan

Senin, 10 Maret 2025 | 11:38

Badai Alfred Mengamuk di Queensland, Ribuan Rumah Gelap Gulita

Senin, 10 Maret 2025 | 11:38

DPR Cek Kesiapan Anggaran PSU Pilkada 2025

Senin, 10 Maret 2025 | 11:36

Rupiah Loyo ke Rp16.300 Hari Ini

Senin, 10 Maret 2025 | 11:24

Elon Musk: AS Harus Keluar dari NATO Supaya Berhenti Biayai Keamanan Eropa

Senin, 10 Maret 2025 | 11:22

Presiden Prabowo Diharapkan Jamu 38 Bhikkhu Thudong

Senin, 10 Maret 2025 | 11:19

Harga Emas Antam Merangkak Naik, Cek Daftar Lengkapnya

Senin, 10 Maret 2025 | 11:16

Polisi Harus Usut Tuntas Korupsi Isi MinyaKita

Senin, 10 Maret 2025 | 11:08

Pasar Minyak Masih Terdampak Kebijakan Tarif AS, Harga Turun di Senin Pagi

Senin, 10 Maret 2025 | 11:06

Lebaran di Jakarta Tetap Seru Meski Ditinggal Pemudik

Senin, 10 Maret 2025 | 10:50

Selengkapnya