Berita

Wakil Presiden (Wapres) ke-10 dan 12 RI Mohamad Jusuf Kalla atau JK menjadi saksi meringankan dalam persidangan kasus dugaan korupsi pengadaan liquefied natural gas (LNG) di Pertamina periode 2011-2021 untuk terdakwa Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina tahun 2009-2014, Galaila Karen Kardinah alias Karen Agustiawan/RMOL

Hukum

Hakim Tegur Pengunjung Sidang yang Bertepuk Tangan saat JK Bela Karen Agustiawan di Persidangan

KAMIS, 16 MEI 2024 | 13:20 WIB | LAPORAN: FAISAL ARISTAMA

Wakil Presiden (Wapres) ke-10 dan 12 RI Mohamad Jusuf Kalla atau JK menjadi saksi meringankan dalam persidangan kasus dugaan korupsi pengadaan liquefied natural gas (LNG) di Pertamina periode 2011-2021 untuk terdakwa Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina tahun 2009-2014, Galaila Karen Kardinah alias Karen Agustiawan.

Dalam persidangan, JK balik bertanya kepada Hakim Anggota yang mempertanyakan mengapa Karen Agustiawan bisa duduk sebagai terdakwa. Ia menyatakan, Karen Agustiawan hanya menjalankan tugasnya dalam pengadaan LNG di PT Pertamina.

"Saya juga bingung kenapa jadi terdakwa, bingung, karena dia menjalankan tugasnya," kata JK saat memberikan kesaksian di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (16/5).

Mendengar pernyataan JK, anggota majelis hakim mempertanyakan maksud JK tersebut. Hakim menanyakan apakah kebijakan pengadaan LNG di Pertamina berdasarkan instruksi presiden.

"Ini berdasarkan instruksi (presiden) kata bapak?," tanya Hakim.

"Iya instruksi," jawab JK.

Hakim lantas mempertanyakan kebijakan pengadaan LNG tersebut. Apakah ada pembahasan terkait keuntungan atau kerugian LNG di PT Pertamina.

"Memang ada kebijakan-kebijakan dalam itu ya. Tapi bapak tidak tahu apakah Pertamina merugi atau untung tidak tahu?" tanya Hakim.

Menurut JK, pengadaan LNG di PT Pertamina merupakan unsur bisnis. Ia menyebut, dalam hukum bisnis yang ada hanya untung atau rugi.

"Tidak-tidak. Tapi begini boleh saya tambahkan, kalau suatu langkah bisnis merugi, cuma dua kemungkinannya dia untung atau rugi," ungkap JK.

JK menegaskan, jika semua perusahaan BUMN merugi dalam mengambil kebijakan bisnis, itu dinilai sangat bahaya. Karena para petinggi BUMN akan terjerat hukum pidana

"Kalau semua perusahaan rugi harus dihukum, maka semua BUMN karya harus dihukum, ini bahayanya. Kalau semua perusahaan rugi harus dihukum, maka semua perusahaan negara harus dihukum, dan itu akan menghancurkan sistem," ucap JK.

Mendengar pernyataan JK, sontak para pengunjung sidang yang merupakan pihak dari Karen Agustiawan bertepuk tangan di tengah jalannya persidangan.

Mendengar gaduhnya tepuk tangan, majelis hakim lantas mengingatkan untuk tidak membuat gaduh.

"Tolong ya penonton tidak ada yang tepuk tangan di sini ya, karena di sini bukan menonton ya, kita mendengar fakta di sini ya, tolong jangan tepuk tangan dalam persidangan," tegas Hakim.

"Kalau memang benar saksi ini, dipahami aja masing-masing. Mohon kami ya, nggak perlu bertepuk tangan," imbuhnya.

Dalam kasus ini, Karen Agustiawan didakwa melakukan dugaan korupsi pengadaan gas alam cair atau liquified natural gas (LNG) yang merugikan negara sebesar USD 113.839.186.60 alias Rp 1.778.323,27. Tindakan melawan hukum itu dilakukan Karen bersama-sama dengan mantan Senior Vice President (SVP) Gas & Power PT Pertamina, Yenni Andayani dan Direktur Gas PT Pertamina, Hari Karyuliarto.

Karen Agustiawan juga didakwa telah memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, yaitu memperkaya diri sebesar Rp 1.091.280.281,81 dan USD 104,016.65. Kemudian memperkaya korporasi CCL LLC seluruhnya sebesar USD 113,839,186.60.

Jumlah kerugian negara itu berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan Investigatif dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI terkait perkara ini.

Karen Agustiawan didakwa melanggar Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP.

Populer

Besar Kemungkinan Bahlil Diperintah Jokowi Larang Pengecer Jual LPG 3 Kg

Selasa, 04 Februari 2025 | 15:41

Viral, Kurs Dolar Anjlok ke Rp8.170, Prabowo Effect?

Sabtu, 01 Februari 2025 | 18:05

Jokowi Kena Karma Mengolok-olok SBY-Hambalang

Jumat, 07 Februari 2025 | 16:45

Prabowo Harus Pecat Bahlil Imbas Bikin Gaduh LPG 3 Kg

Senin, 03 Februari 2025 | 15:45

Alfiansyah Komeng Harus Dipecat

Jumat, 07 Februari 2025 | 18:05

Bahlil Gembosi Wibawa Prabowo Lewat Kebijakan LPG

Senin, 03 Februari 2025 | 13:49

Pengamat: Bahlil Sengaja Bikin Skenario agar Rakyat Benci Prabowo

Selasa, 04 Februari 2025 | 14:20

UPDATE

Dirjen Anggaran Kemenkeu Jadi Tersangka, Kejagung Didesak Periksa Tan Kian

Sabtu, 08 Februari 2025 | 21:31

Kawal Kesejahteraan Rakyat, AHY Pede Demokrat Bangkit di 2029

Sabtu, 08 Februari 2025 | 20:55

Rocky Gerung: Bahlil Bisa Bikin Kabinet Prabowo Pecah

Sabtu, 08 Februari 2025 | 20:53

Era Jokowi Meninggalkan Warisan Utang dan Persoalan Hukum

Sabtu, 08 Februari 2025 | 20:01

Tepis Dasco, Bahlil Klaim Satu Frame dengan Prabowo soal LPG 3 Kg

Sabtu, 08 Februari 2025 | 19:50

Dominus Litis Revisi UU Kejaksaan, Bisa Rugikan Hak Korban dan tersangka

Sabtu, 08 Februari 2025 | 19:28

Tarik Tunai Pakai EDC BCA Resmi Kena Biaya Admin Rp4 Ribu

Sabtu, 08 Februari 2025 | 19:16

Ekspor Perdana, Pertamina Bawa UMKM Tempe Sukabumi Mendunia

Sabtu, 08 Februari 2025 | 18:41

TNI AL Bersama Tim Gabungan Temukan Jenazah Jurnalis Sahril Helmi

Sabtu, 08 Februari 2025 | 18:22

Penasehat Hukum Ungkap Dugaan KPK Langgar Hukum di Balik Status Tersangka Sekjen PDIP

Sabtu, 08 Februari 2025 | 17:42

Selengkapnya