Berita

Ilustrasi Foto/Net

Publika

Istilah Buruh dan Majikan adalah Rasisme

Oleh: Suroto*
RABU, 01 MEI 2024 | 20:08 WIB

SADAR atau tidak, ada satu bentuk rasisme dan feodalisme ortodok yang masif dan masih diafirmasi oleh ras manusia, yaitu pembelahan masyarakat atau status sosial yang disebut buruh dan majikan, atau proletar dan borjuis, atau kuli dan tauke. Buruh disebut sebagai orang yang hanya punya tenaga dan menyerahkan tenaganya untuk dipekerjakan oleh majikan, sebagai pemilik kuasa atas modal material.

Buruh yang hanya punya tenaga itu dianggap hanya punya hak atas upah, gaji dan istilah lainya. Lalu Majikan pemilik modal memiliki kuasa atas nilai lebih, keuntungan, laba, gain, dan istilah lainya dari produk/jasa yang dihasilkan oleh buruh. Kuasa itu dibenarkan oleh masyarakat dengan asumsi bahwa pemilik modal material lah yang dianggap punya hak milik atas seluruh kekayaan perusahaan. Mereka bahkan dianggap punya hak mengambil seluruh keputusan san termasuk atas nasib buruh, proletar.

Ortodoksi ini hingga saat ini belum mengalami perubahan. Sehingga buruh yang dianggap tak punya hak kepemilikan dan hak memutuskan nasib hidup mereka di perusahaan akhirnya hanya punya saluran aspirasi yang terbatas di luar perusahaan, dalam bentuk protes dan bahkan dalam bentuk demonstrasi dan pemogokan.


Rasialisme yang bersumber dari feodalisme kuno ini sesungguhnya sudah diperjuangkan untuk dihapuskan oleh 28 orang eks pekerja pabrik, aktivis pembaharuan sosial dan akademisi pada tahun 1844. Bahkan mereka telah mendeklarasikanya sebagai sebuah gerakan. Gerakan itu diberi nama Pioner Masyarakat Setara Dari Rochdale (The Equitable Society of Pioneers of Rochdale), Inggris.

28 orang itu lalu dirikan perusahaan bersama dan di dalam perusahaan itu mereka hapuskan bentuk diskriminasi dan rasialisme itu dengan membangun sebuah toko sembako. Mereka terapkan sistem kepemilikan dari toko itu bukan hanya untuk mereka yang pemodal seperti dalam model perusahaan swasta kapitalis, tapi dimiliki oleh pekerjanya dan bahkan konsumennya.

Di dalam sistem perusahaan baru itu semua orang diberikan jaminan atas hak suara yang sama dalam mengambil keputusan perusahaan. Ini mereka pentingkan agar tidak ada lagi satu orang atau beberapa gelintir pemodal perusahaan lalu miliki dan kuasai perusahaan dan putuskan nasib dari mereka yang bekerja.

Model perusahaan canggih non rasis, dan anti feodalisme itu tak hanya jamin hak kepemilikan dan suara yang sama dalam mengambil keputusan di perusahaan, namun mereka juga ciptakan cara dalam membagi hasil jerih payah sesuai dengan besaran kontribusinya secara adil.

Gerakan Pionners Rochdale itu juga membuat istilah pekerja menjadi pelayan, servant. Pelayan atau servant adalah mereka yang memiliki kesediaan dan juga keterampilan untuk melayani di Perusahaan. Mereka adalah para relawan yang berdedikasi dan juga profesional yang memiliki sifat vokatif.

Mereka yang bekerja mendapatkan bayaran, tapi bukan gaji atau upah seperti yang dimaknai dalam perusahaan kapitalis, sebab mereka itu juga pemilik dari perusahaan. Mereka yang membeli juga bukan hanya konsumen sebagai obyek bagi perusahaan seperti dalam sistem perusahaan swasta kapitalistik, tapi juga menjadi pemilik dari perusahaan.

Gerakan besar anti rasialisme dan feodalisme ini, dan juga sistem perusahaan futuristik ini, saat ini berkembang ke seluruh dunia dengan nama Co-op, Cooperative. Diikuti oleh setidaknya 1,3 miliar orang dan bergerak di semua sektor layanan : dari layanan kebutuhan sehari hari, asuransi, keuangan , pertanian, perikanan, dan bahkan hingga layanan seperti listrik dan rumah sakit.

Semoga gerakan ini segera juga berkembang di Indonesia, untuk hapuskan rasialisme dan feodalisme selama lamanya. Untuk bangun masyarakat setara tanpa kelas buruh atau kelas majikan.

*Penulis adalah Ketua Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis (AKSES) dan CEO Induk Koperasi Usaha Rakyat (INKUR)

Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Kejagung Copot Kajari Kabupaten Tangerang Afrillyanna Purba, Diganti Fajar Gurindro

Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

UPDATE

Investigasi Kecelakaan Jeju Air Mandek, Keluarga Korban Geram ? ?

Sabtu, 27 Desember 2025 | 17:52

Legislator Nasdem Dukung Pengembalian Dana Korupsi untuk Kesejahteraan Rakyat

Sabtu, 27 Desember 2025 | 17:43

Ledakan Masjid di Suriah Tuai Kecaman PBB

Sabtu, 27 Desember 2025 | 16:32

Presiden Partai Buruh: Tidak Mungkin Biaya Hidup Jakarta Lebih Rendah dari Karawang

Sabtu, 27 Desember 2025 | 16:13

Dunia Usaha Diharapkan Terapkan Upah Sesuai Produktivitas

Sabtu, 27 Desember 2025 | 15:26

Rehabilitasi Hutan: Strategi Mitigasi Bencana di Sumatera dan Wilayah Lain

Sabtu, 27 Desember 2025 | 15:07

Pergub dan Perda APBD DKI 2026 Disahkan, Ini Alokasinya

Sabtu, 27 Desember 2025 | 14:52

Gebrakan Sony-Honda: Ciptakan Mobil untuk Main PlayStation

Sabtu, 27 Desember 2025 | 14:24

Kebijakan Purbaya Tak Jauh Beda dengan Sri Mulyani, Reshuffle Menkeu Hanya Ganti Figur

Sabtu, 27 Desember 2025 | 14:07

PAN Dorong Perlindungan dan Kesejahteraan Tenaga Administratif Sekolah

Sabtu, 27 Desember 2025 | 13:41

Selengkapnya