Baliho "Usut Tuntas Tragedi KM 50, Pembantaian Syuhada 6 Laskar FPI" yang terpasang di Madura. Ilustrasi/Net
Putusan perkara kasasi Mahkamah Agung (MA) atas kasus pembunuhan anggota Front Pembela Islam (FPI) di KM 50 Tol Jakarta-Cikampek diduga diwarnai kongkalikong, dan kini tengah diusut tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Temuan itu menjadi salah satu materi pemeriksaan yang didalami tim penyidik saat memeriksa para hakim agung yang mengadili perkara kasasi Kasus KM 50, yakni Desnayeti dan Yohanes Priyana, terkait dugaan penerimaan gratifikasi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) hakim agung nonaktif, Gazalba Saleh (GS).
"Tim penyidik telah selesai memeriksa saksi-saksi, Desnayeti dan Yohanes Priyana," kata Ali kepada wartawan, Selasa siang (26/3). Kedua saksi itu dicecar soal musyawarah pengambilan keputusan perkara KM 50.
Sebelumnya, MA menolak kasasi yang diajukan jaksa penuntut umum (JPU) kasus pembunuhan anggota FPI di KM 50 Tol Jakarta-Cikampek (Japek). Dua polisi yang menjadi terdakwa, Briptu Fikri Ramadhan dan Ipda M Yusmin Ohorella, tetap lepas seperti putusan pengadilan sebelumnya.
Putusan dengan nomor perkara 938 K/Pid/2022 dan 939 K/Pid/2022 itu diambil dalam sidang yang digelar Rabu, 7 September 2022. Vonis diambil oleh majelis hakim yang diketuai Desnayeti, beranggotakan Gazalba Saleh dan Yohanes Priyana.
Sejatinya, ada tiga polisi pelaku penembakan. Namun Ipda Elwira Priadi meninggal dunia sebelum persidangan.
Ketiganya didakwa membunuh enam laskar FPI pengawal Habib Rizieq pada peristiwa Desember 2020 itu. Ada dua peristiwa, pertama baku tembak di jalan yang membuat dua anggota FPI meninggal. Saat itu laskar FPI tengah mengawal Habib Rizieq.
Peristiwa kedua, pada saat penembakan empat anggota FPI di dalam mobil ketika dibawa dari Rest Area KM 50 Tol Cikampek ke Polda Metro Jaya. Para polisi itu divonis lepas karena hakim menilai peristiwa itu merupakan upaya bela diri.
Pada pengadilan tingkat pertama, terungkap alasan Majelis Hakim memvonis lepas pelaku pembunuhan 6 laskar FPI. Hakim menilai Yusmin Ohorella dan Fikri Ramadhan terbukti menghilangkan nyawa orang lain dalam peristiwa yang terjadi di sekitar KM 50. Namun, hal itu dinilai merupakan upaya membela diri atas serangan yang mereka terima.
Dalam perkara ini, Gazalba Saleh resmi ditahan KPK pada Kamis 30 November 2023. Dia diduga menerima gratifikasi sekitar Rp15 miliar.
Atas penerimaan gratifikasi dimaksud, Gazalba kemudian melakukan pembelian berbagai aset bernilai ekonomis, di antaranya pembelian cash 1 unit rumah yang berlokasi di salah satu cluster di wilayah Cibubur, Jakarta Timur dengan harga Rp7,6 miliar; dan membeli 1 bidang tanah beserta bangunan di wilayah Tanjung Barat, Jagakarsa, Jakarta Selatan dengan harga Rp5 miliar.
Didapati pula adanya penukaran sejumlah uang ke beberapa money changer menggunakan identitas orang lain yang nilainya hingga miliaran rupiah.
Uang gratifikasi itu berasal dari pengondisian amar isi putusan yang mengakomodir keinginan dan menguntungkan pihak-pihak berperkara yang mengajukan upaya hukum di MA.
Dari pengondisian isi amar putusan tersebut, Gazalba menerima pemberian sejumlah uang sebagai bentuk penerimaan gratifikasi, di antaranya untuk putusan dalam perkara Kasasi Edhy Prabowo, Rennier Abdul Rahman Latief dan Peninjauan Kembali (PK) dari Jafar Abdul Gaffar.