Berita

Diskusi publik bertajuk “Salah Arah Kebijakan Makan Siang Gratis” yang diselenggarakan Next Policy di kawasan Cikini Jakarta Pusat pada Jumat (22/3)/Ist

Politik

Program Makan Siang Gratis Berpotensi Impor Pangan Besar-besaran

SABTU, 23 MARET 2024 | 21:23 WIB | LAPORAN: WIDODO BOGIARTO

Program makan siang gratis yang dicanangkan paslon Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka saat ini cenderung salah arah.

Hal ini disampaikan Direktur Eksekutif Next Policy, Grady Nagara dalam diskusi publik bertajuk “Salah Arah Kebijakan Makan Siang Gratis” yang diselenggarakan Next Policy di kawasan Cikini Jakarta Pusat pada Jumat (22/3).

“Secara teknokratis, rencana kebijakan tersebut masih sangat prematur karena minimnya riset dan keterlibatan para pakar," ujar Grady.


Grady menyoroti rencana kebijakan itu berpotensi pada impor pangan skala besar dan melemahkan ketahanan pangan Indonesia.

“Ketahanan pangan kita itu lemah. Bayangkan komposisi makan siang gratis bergantung pada komoditas seperti beras, daging, dan susu yang selama ini masih impor," kata Grady.

Menurut Grady, program makan siang gratis setidaknya  menyasar 82,9 juta penerima manfaat. Sehingga per tahunnya butuh 6,7 juta ton beras, 1,2 juta ton daging ayam, 500 ribu ton daging sapi, dan 4 juta kiloliter susu.

"Potensi impor besar-besaran bisa terjadi jika desain kebijakan tidak mempertimbangkan dimensi diversifikasi pangan," kata Grady.

Senada dengan itu, peneliti Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS), Shofie Azzahrah menyoroti beban fiskal yang sangat besar jika kebijakan ini dipaksakan melalui skema APBN.

“Anggaran makan siang gratis mencapai maksimal Rp450 triliun per tahun. Angka ini bahkan melampaui anggaran ketahanan pangan dan kesehatan yang nilainya hanya Rp114,3 dan Rp187,5 triliun," kata Shofie.

Dari hitungan Shofie, program makan siang gratis akan menambah defisit anggaran sebesar Rp797 triliun. Angka defisit ini sendiri sudah ada di rasio defisit APBN terhadap GDP sebesar 3,81 persen.

"Tanpa skenario pembiayaan berkelanjutan, ini sangat berbahaya bagi kesehatan fiskal ke depan yang akan merugikan publik," lanjut Shofie.



Populer

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Terlibat TPPU, Gus Yazid Ditangkap dan Ditahan Kejati Jawa Tengah

Rabu, 24 Desember 2025 | 14:13

UPDATE

Bank Mandiri Berikan Relaksasi Kredit Nasabah Terdampak Bencana Sumatera

Jumat, 26 Desember 2025 | 12:12

UMP Jakarta 2026 Naik Jadi Rp5,72 Juta, Begini Respon Pengusaha

Jumat, 26 Desember 2025 | 12:05

Pemerintah Imbau Warga Pantau Peringatan BMKG Selama Nataru

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:56

PMI Jaksel Salurkan Bantuan untuk Korban Bencana di Sumatera

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:54

Trump Selipkan Sindiran untuk Oposisi dalam Pesan Natal

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:48

Pemerintah Kejar Pembangunan Huntara dan Huntap bagi Korban Bencana di Aceh

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:15

Akhir Pelarian Tigran Denre, Suami Selebgram Donna Fabiola yang Terjerat Kasus Narkoba

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:00

Puan Serukan Natal dan Tahun Baru Penuh Empati bagi Korban Bencana

Jumat, 26 Desember 2025 | 10:49

Emas Antam Naik, Buyback Nyaris Tembus Rp2,5 Juta per Gram

Jumat, 26 Desember 2025 | 10:35

Sekolah di Sumut dan Sumbar Pulih 90 Persen, Aceh Menyusul

Jumat, 26 Desember 2025 | 10:30

Selengkapnya