Berita

Ilustrasi/Net

Bisnis

Isu Susu: Antara Kebutuhan Gizi dan Pentingnya Keamanan Pangan

MINGGU, 25 FEBRUARI 2024 | 21:39 WIB | LAPORAN: RENI ERINA

Topik susu akan terus menjadi perbincangan hangat seiring dengan rencana salah satu paslon presiden dan wakil presiden Republik Indonesia yang ingin melaksanakan program makan siang dan susu gratis untuk anak Indonesia.

Berbagai negara sudah ancang ancang untuk ikut berkompetisi dalam penyediaan produk susu yang dibutuhkan. Selain negara negara yang telah lama menjadi penyedia bahan baku dan produk susu di Indonesia seperti Eropa, Amerika, Australia dan New Zealand, santer terdengar bahwa produk dari negara seperti China juga akan ikut menawarkan produk susu ke pasar Indonesia.

Dengan potensi semakin banyaknya pemain di industri susu, sangat penting untuk memastikan keamanan produk tersebut dengan melihat jejak sejarah keamanan pangan di negara asal, di mana produk tersebut diproduksi.

Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Andry Satrio Nugroho meragukan kemampuan produksi susu dalam negeri dalam memenuhi kebutuhan tersebut.

"Saya takutnya impor susu akan semakin besar,” ujar Kepala Pusat Industri, Perdagangan dan Investasi Indef, seperti keterangan yang dikutip Minggu (25/2).

Kekhawatiran terhadap impor susu bukan tanpa sebab. Pada 2008, Indonesia pernah melarang impor susu yang berasal dari China karena adanya skandal tercemarnya susu bubuk yang membahayakan kesehatan.

Duta Besar RI untuk China saat itu, Sudrajat, mengatakan hal itu dilakukan demi melindungi konsumen dari hal yang tidak diinginkan.

“Adanya larangan impor itu adalah kejadian wajar dan merupakan reaksi pasar dengan adanya keracunan yang dialami ribuan bayi dan bahkan ada yang meninggal,” kata Sudrajat.

Sebagai produk pangan yang telah dikonsumsi secara global selama berabad-abad, susu memiliki sejarah panjang dalam hal keamanan pangan. Namun, tragedi susu bermelamin di China pada tahun 2008 menjadi peristiwa yang tidak terlupakan. Skandal ini menyebabkan 300.000 orang terkena dampaknya, dengan ribuan di antaranya harus dirawat di rumah sakit dan enam bayi meninggal karena batu ginjal.

Pada saat itu, Sanlu, salah satu dari 22 perusahaan yang terlibat dalam skandal tersebut, akhirnya mengidentifikasi bahwa melamin, sebuah zat kimia berbahaya, telah ditambahkan ke susu untuk meningkatkan kadar protein. Hal ini menyebabkan produk tersebut lolos uji kadar protein dan tes nutrisi. Tingkat melamin yang ditemukan dalam susu tersebut jauh melampaui batas yang diperbolehkan, menimbulkan kekhawatiran akan keamanan produk susu.

Meskipun tragedi tersebut telah berlalu lebih dari satu dekade, dampaknya masih terasa hingga sekarang. Publik kehilangan kepercayaan pada produk susu lokal, seperti yang terungkap dalam survei yang dilakukan oleh firma konsultan McKinsey & Co. Lebih dari 10 ribu responden dalam survei tersebut lebih memilih susu impor, terutama dari Hong Kong, sebagai pilihan mereka.

Rencana salah satu paslon untuk menyediakan makan siang dan susu gratis bagi anak-anak Indonesia memunculkan kompetisi baru dalam industri susu. Sejarah tragis susu bermelamin tahun 2008 mengingatkan akan pentingnya keamanan produk susu. Dengan semakin meningkatnya kesadaran akan keamanan pangan, tantangan bagi produsen susu, baik lokal maupun impor, adalah memastikan produk mereka memenuhi standar keamanan yang ketat untuk memperoleh kembali kepercayaan publik.

Populer

Jaksa Agung Tidak Jujur, Jam Tangan Breitling Limited Edition Tidak Masuk LHKPN

Kamis, 21 November 2024 | 08:14

MUI Imbau Umat Islam Tak Pilih Pemimpin Pendukung Dinasti Politik

Jumat, 22 November 2024 | 09:27

Kejagung Periksa OC Kaligis serta Anak-Istri Zarof Ricar

Selasa, 26 November 2024 | 00:21

Rusia Siap Bombardir Ukraina dengan Rudal Hipersonik Oreshnik, Harga Minyak Langsung Naik

Sabtu, 23 November 2024 | 07:41

Ini Identitas 8 Orang yang Terjaring OTT KPK di Bengkulu

Minggu, 24 November 2024 | 16:14

Sikap Jokowi Munculkan Potensi konflik di Pilkada Jateng dan Jakarta

Senin, 25 November 2024 | 18:57

Legislator PKS Soroti Deindustrialisasi Jadi Mimpi Buruk Industri

Rabu, 20 November 2024 | 13:30

UPDATE

Jokowi Tak Serius Dukung RK-Suswono

Jumat, 29 November 2024 | 08:08

Ferdian Dwi Purwoko Tetap jadi Kesatria

Jumat, 29 November 2024 | 06:52

Pergantian Manajer Bikin Kantong Man United Terkuras Rp430 Miliar

Jumat, 29 November 2024 | 06:36

Perolehan Suara Tak Sesuai Harapan, Andika-Hendi: Kami Mohon Maaf

Jumat, 29 November 2024 | 06:18

Kita Bangsa Dermawan

Jumat, 29 November 2024 | 06:12

Pemerintah Beri Sinyal Lanjutkan Subsidi, Harga EV Diprediksi Tetap Kompetitif

Jumat, 29 November 2024 | 05:59

PDIP Akan Gugat Hasil Pilgub Banten, Tim Andra Soni: Enggak Masalah

Jumat, 29 November 2024 | 05:46

Sejumlah Petahana Tumbang di Pilkada Lampung, Pengamat: Masyarakat Ingin Perubahan

Jumat, 29 November 2024 | 05:31

Tim Hukum Mualem-Dek Fadh Tak Gentar dengan Gugatan Paslon 01

Jumat, 29 November 2024 | 05:15

Partisipasi Pemilih Hanya 55 Persen, KPU Kota Bekasi Dinilai Gagal

Jumat, 29 November 2024 | 04:56

Selengkapnya