Berita

Presiden Joko Widodo dan Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh/Net

Publika

Bulan Madu Kekuasaan

SELASA, 20 FEBRUARI 2024 | 10:12 WIB | OLEH: YUDHI HERTANTO

SAFARI politik! Kunjungan antar aktor politik tidak bisa dilihat dalam ruang hampa, lebih dari sekadar upaya menjalin silaturahmi.

Prabowo yang unggul dalam quick count Pilpres, mengunjungi SBY di Pacitan. Pada agenda lain, Jokowi makan malam bersama Surya Paloh di Istana Negara.

Tentu menarik untuk dicermati. Periode bulan madu kekuasaan akan segera dimulai.

Hasil akhir Pilpres dan Pileg, tentu menunggu real count KPU. Satu hal yang berpotensi menjadi sumber konflik, adalah sistem rekapitulasi yang bermasalah. Persepsi akan ketidakpercayaan publik pada penyelenggara pemilu, bertemu realitas kebuntuan sistem hitung KPU, klop.

Seruan moral dari perguruan tinggi, baik mahasiswa serta guru besar tentang etik dan kemunduran demokrasi tidak berdampak. Publik bernalar secara berbeda.

Hal ini dinilai sebagai buah dari skema patron-klien politik, dalam agenda setting yang dikonstruksi melalui instrumen kekuasaan.

Bagaimanapun, proses demokrasi memang fluktuatif, pasang-surut. Merujuk Economist Intelligence Units, 2023, nilai indeks demokrasi Indonesia tercatat 6.53, peringkatnya menurun dari 54 menjadi 56. Terkategori sebagai demokrasi cacat -flawed democracy. Kemerosotan itu terjadi, rusak dari atas.

Peran masyarakat sipil dan intelektual, menjadi semakin menguat. Konsolidasi elemen demokrasi harus terjadi, tidak boleh berhenti pada siklus pemilihan lima tahunan.

Terlebih ketika polarisasi publik terjadi, sebagai akibat dari upaya komodifikasi kepentingan yang bersifat partisan. Perlu pencerahan.

Tetapi panggung politik tidak pernah vakum, bahkan dinamis dan fleksibel. Semua berhitung, melihat peluang, mengambil kesempatan. Diksi rekonsiliasi diajukan untuk melakukan akomodasi, berbagi posisi. Saat semua berkonsentrasi pada jatah kursi, harga bahan pangan melambung tinggi.

Pertanyaan besar selanjutnya, akankah koalisi jelang kontestasi akan mampu bertahan? Ketika kandidat yang dipasangkan mewakili kepentingan elite, proksi incumbent. Kultur politik kita belum mengukuhkan peran oposisi, semua yang bertanding akan bersanding. Kekuasaan menggiurkan.

Analisis BBC News Indonesia, (19/2) mengenai perbandingan keterpilihan Prabowo-Gibran dengan suksesi Filipina ditampilkan. Pola yang mirip terjadi pada dua negara Asia Tenggara ini. Bongbong Marcos Jr menggandeng Sara Duterte sebagai wakil, merupakan anak mantan presiden Duterte.

Popularitas Duterte mengerek pasangan ini, untuk memenangi kontestasi. Tak lama kemudian, pecah kongsi terjadi, kedua belah pihak cekcok. Kepentingan pragmatis, hanya mampu bertahan sementara. BBC News Indonesia tidak bisa memprediksi, terlebih karena situasi dan kultur politik berbeda.

Situasinya kurang lebih sama. Gibran adalah anak Jokowi, didapuk menjadi wakil Prabowo. Periode pemilihan terjadi, saat kekuasaan masih dikendalikan Jokowi -sitting president.

Pasca pelantikan, segala kemungkinan terjadi, kecuali ada wilayah konsesi yang telah dikavling.

Boleh jadi, Gibran akan menjadi penyambung lidah ayahnya. Jokowi juga bisa menempatkan “orang kepercayaannya” di kabinet sebagai jembatan, proses komunikasi dua tahap dilakukan. Keberhasilan skema komunikasi tersebut, sangat bergantung sejauh mana Prabowo menerima sinyal pesan.  

Setelah turun dari kursi jabatannya, Jokowi akan menjadi simbol. Daya persuasi dan otoritasnya terhambat kapasitas yang tanpa partai. Kecuali, PSI sebagai besutan Kaesang mampu lolos ke parlemen. Semua kemungkinan berpotensi terjadi. Kita berharap demokrasi tidak lumpuh, oposisi berperan.

Lazimnya produk yang memiliki problem internal bawaan, lambat laun peluang kerusakan membesar. Kemampuan untuk mengharmonisasikan kepentingan para pihak, adalah batu pijakannya. Pada tahap awal, pembentukan formasi kabinet akan menjadi ujian, termasuk bagi partai pendukung.

Di arena politik, fokus konsentrasi tercurah pada proses pemilihan selanjutnya, bahkan tepat setelah pelantikan baru dimulai.

Tingkat keteguhan partai politik dari koalisi yang berbeda, untuk menjadi oposisi adalah pertaruhan. Meski kita tidak pernah menduga bagaimana para aktor politik berperan. Panggung depan kerap kali berbeda dari panggung belakang yang tidak terlihat oleh publik.

Kita jelas harus mendorong tumbuhnya kesadaran politik publik. Ruang publik -public sphere yang ada saat ini, termasuk dunia digital dapat dipergunakan untuk menumbuhkan spirit demokrasi. Publik harus memiliki kemampuan kontra narasi agar keluar dari hegemoni kekuasaan yang membius.

Penulis merupakan Mahasiswa Program Doktoral Ilmu Komunikasi Universitas Sahid

Populer

Bangun PIK 2, ASG Setor Pajak 50 Triliun dan Serap 200 Ribu Tenaga Kerja

Senin, 27 Januari 2025 | 02:16

Gara-gara Tertawa di Samping Gus Miftah, KH Usman Ali Kehilangan 40 Job Ceramah

Minggu, 26 Januari 2025 | 10:03

Viral, Kurs Dolar Anjlok ke Rp8.170, Prabowo Effect?

Sabtu, 01 Februari 2025 | 18:05

KPK Akan Digugat Buntut Mandeknya Penanganan Dugaan Korupsi Jampidsus Febrie Adriansyah

Kamis, 23 Januari 2025 | 20:17

Prabowo Harus Ganti Bahlil hingga Satryo Brodjonegoro

Minggu, 26 Januari 2025 | 09:14

Datangi Bareskrim, Petrus Selestinus Minta Kliennya Segera Dibebaskan

Jumat, 24 Januari 2025 | 16:21

Masyarakat Baru Sadar Jokowi Wariskan Kerusakan Bangsa

Senin, 27 Januari 2025 | 14:00

UPDATE

Melalui Rembug Ngopeni Ngelakoni, Luthfi-Yasin Siap Bangun Jateng

Minggu, 02 Februari 2025 | 05:21

PCNU Bandar Lampung Didorong Jadi Panutan Daerah Lain

Minggu, 02 Februari 2025 | 04:58

Jawa Timur Berstatus Darurat PMK

Minggu, 02 Februari 2025 | 04:30

Dituding Korupsi, Kuwu Wanasaba Kidul Didemo Ratusan Warga

Minggu, 02 Februari 2025 | 03:58

Pelantikan Gubernur Lampung Diundur, Rahmat Mirzani Djausal: Tidak Masalah

Minggu, 02 Februari 2025 | 03:31

Ketua Gerindra Banjarnegara Laporkan Akun TikTok LPKSM

Minggu, 02 Februari 2025 | 02:57

Isi Garasi Raffi Ahmad Tembus Rp55 Miliar, Koleksi Menteri Terkaya jadi Biasa Saja

Minggu, 02 Februari 2025 | 02:39

Ahli Kesehatan Minta Pemerintah Dukung Penelitian Produk Tembakau Alternatif

Minggu, 02 Februari 2025 | 02:18

Heboh Penahanan Ijazah, BMPS Minta Pemerintah Alokasikan Anggaran Khusus Sekolah Swasta

Minggu, 02 Februari 2025 | 01:58

Kecewa Bekas Bupati Probolinggo Dituntut Ringan, LIRA Jatim: Ada Apa dengan Ketua KPK yang Baru?

Minggu, 02 Februari 2025 | 01:42

Selengkapnya