Berita

Ilustrasi penerimaan bantuan sosial (bansos) di Amerika Serikat/Ist

Dahlan Iskan

Tunggakan Bansos

SELASA, 13 FEBRUARI 2024 | 06:48 WIB | OLEH: DAHLAN ISKAN

BANSOS di Amerika Serikat mencapai rekornya: satu triliun dolar lebih dikit. Tepatnya: USD 1.040.000.000.000. Kalikan Rp15.000. Itu tahun 2022 yang diumumkan tahun lalu.

Jumlah yang menerima bansos pun terus meningkat: 66 juta orang. Belum pernah angka itu turun. Pun di zaman keemasan ekonomi Amerika di bawah pemerintahan Presiden Ronald Reagan. Waktu itu yang menerima bansos memang baru 37 orang. Tahun 1987. Jumlah yang dibayarkan pun "baru" USD 120 miliar. Tapi angka itu juga naik daripada presiden sebelumnya.

Nilai bansos di AS ternyata mirip dengan utang negara: tidak pernah turun. Pun jumlah yang menerima bansos.

Di sana bansos lahir sejak 1936. Atau sekitar itu. Zaman itu Amerika baru melewati masa paling sulit. Depresi besar ekonomi. Banyak sekali perusahaan bangkrut. Terjadilah PHK besar-besaran.

Ngurus 66 juta orang tentu tidak mudah. Banyak juga yang menyalahgunakannya: di pihak penerima. Tidak pernah ada berita bansos dikorupsi di sana. Yang ada: si penerima keenakan terima bansos bulanan. Meski sudah mendapat pekerjaan atau gajinya sudah lebih baik, tetap saja menerima bansos lama: sekitar Rp20 juta/bulan. Tepatnya: USD 1.700.

Nilai bansos itu mestinya turun kalau status "kemiskinan" Anda berubah. Yang sebelumnya tidak punya penghasilan/penganggur sudah mulai dapat pekerjaan. Yang awalnya bergaji sangat kecil sudah lebih baik. Yang sebelumnya jomblo sudah menikah.

Pembaruan data seperti itu juga problem di sana. Akibatnya: instansi yang mengurus bansos mengalami kelebihan bayar. Nilainya: bukan main --menurut perusuh Disway yang hobinya rebahan. Mencapai USD 23 miliar. Itu angka tahun lalu. Setara sekitar Rp500 triliun.

Maka belakangan ini instansi tersebut rajin kirim email ke penerima bansos: memberitahukan bahwa si penerima telah mendapat bansos melebihi jatah mereka. Harus dikembalikan. Tahun lalu hasil jepretan instansi tersebut mencapai hampir USD 5 miliar. Setara Rp75 triliun. Luar biasa ketaatan mereka. Masih mau mengembalikan uang yang sudah habis dibelanjakan. Atau memang masih disimpan.

Tapi yang belum mengembalikan juga masih jauh lebih besar. Masih empat kali lipatnya. Mereka diizinkan komplain. Proses itu tentu akan panjang. Bagi yang terang-terangan data barunya akurat, instansi bansos bikin langkah drastis: nilai bansos bulan berikutnya dipotong habis. Pun bulan berikutnya lagi. Sampai lunas.

Akibat langkah penertiban penerima bansos itu --Anda pun sudah bisa membayangkan– ada yang sangat dramatis. Media di Amerika kemarin ada yang menuliskan kisah Nonya (saya sulit menafsirkan apakah dia nona atau nyonya) Denise Woods. Setengah umur.

Akibat pemotongan itu Denise tidak mampu lagi membayar sewa kamar. Dia memang punya mobil tapi tidak mampu lagi sewa rumah. Akibatnya: tiap malam dia harus cari tempat parkir yang aman. Yang gratis. Di situlah Danise bermalam. Di bagian belakang mobilnyi. Dia belum tahu sampai kapan harus seperti itu.

Danise tidak sendirian. Begitu banyak yang senasib. Tapi Danise tidak sampai menggelandang. Tidak seperti ribuan orang di Amerika yang kini tiap malam tidur di emperan toko atau bangunan.

Di San Francisco. Di Los Angeles. Di New York. Di Portland. Di banyak kota. Sampai banyak toko tutup. Tidak dapat bisnis. Mereka tidak bisa diusir. Ada UU yang melarang mengusir gelandangan seperti itu.

Amerika kini menghadapi Pilpres. Tidak ada isu bansos di sana. Presiden tidak boleh cawe-cawe soal bansos di Amerika.

Populer

Bangun PIK 2, ASG Setor Pajak 50 Triliun dan Serap 200 Ribu Tenaga Kerja

Senin, 27 Januari 2025 | 02:16

Gara-gara Tertawa di Samping Gus Miftah, KH Usman Ali Kehilangan 40 Job Ceramah

Minggu, 26 Januari 2025 | 10:03

Viral, Kurs Dolar Anjlok ke Rp8.170, Prabowo Effect?

Sabtu, 01 Februari 2025 | 18:05

KPK Akan Digugat Buntut Mandeknya Penanganan Dugaan Korupsi Jampidsus Febrie Adriansyah

Kamis, 23 Januari 2025 | 20:17

Prabowo Harus Ganti Bahlil hingga Satryo Brodjonegoro

Minggu, 26 Januari 2025 | 09:14

Datangi Bareskrim, Petrus Selestinus Minta Kliennya Segera Dibebaskan

Jumat, 24 Januari 2025 | 16:21

Masyarakat Baru Sadar Jokowi Wariskan Kerusakan Bangsa

Senin, 27 Januari 2025 | 14:00

UPDATE

Buntut Pungli ke WN China, Menteri Imipas Copot Pejabat Imigrasi di Bandara Soetta

Sabtu, 01 Februari 2025 | 19:25

Aero India 2025 Siap Digelar, Ajang Unjuk Prestasi Dirgantara

Sabtu, 01 Februari 2025 | 19:17

Heboh Rupiah Rp8.100 per Dolar AS, BI Buka Suara

Sabtu, 01 Februari 2025 | 19:13

Asas Dominus Litis, Hati-hati Bisa Disalahgunakan

Sabtu, 01 Februari 2025 | 18:35

Harga CPO Menguat Nyaris 2 Persen Selama Sepekan

Sabtu, 01 Februari 2025 | 18:18

Pramono: Saya Penganut Monogami Tulen

Sabtu, 01 Februari 2025 | 18:10

Viral, Kurs Dolar Anjlok ke Rp8.170, Prabowo Effect?

Sabtu, 01 Februari 2025 | 18:05

Vihara Amurva Bhumi Menang Kasasi, Menhut: Kado Terbaik Imlek dari Negara

Sabtu, 01 Februari 2025 | 17:45

Komisi VI Sepakati RUU BUMN Dibawa ke Paripurna

Sabtu, 01 Februari 2025 | 17:11

Eddy Soeparno Gandeng FPCI Dukung Diplomasi Iklim Presiden Prabowo

Sabtu, 01 Februari 2025 | 16:40

Selengkapnya