Pekebun Indonesia menghadapi banyak tantangan, tak hanya tantangan produktivitas saja, tetapi juga terkait keberlanjutan. Aspek keberlanjutan saat ini menjadi syarat utama untuk bisa menjangkau pasar dunia, utamanya pasar Uni Eropa (UE).
Kementerian Pertanian termasuk Ditjen Perkebunan berkomitmen untuk membantu para pekebun, di antaranya dengan penerbitan Surat Tanda Daftar Budidaya (STDB).
Pentingnya keberadaan STDB menjadi suatu keharusan agar lahan pekebun dapat diketahui dan terdata di wilayahnya. STDB merupakan salah satu modal bagi pekebun saat menjual hasil panen maupun mengembangkan usaha, karena dapat menjadi salah satu bukti administrasi legal untuk mendorong peningkatan mutu tanaman karena mencantumkan posisi lahan pekebun, kualitas benih sampai pada hasil panen.
“Beberapa strategi yang saat ini dijalankan seperti e-STDB (platform digital penyimpanan STDB secara elektrik), upaya peningkatan kapasitas dan kemampuan pekebun dalam pengelolaan dan pemantauan lingkungan, implementasi GAP (Good Agriculture Practices), pelaksanaan tata kelola data perkebunan yang clear and clean, fasilitasi penyelesaian konflik masyarakat dengan pihak lain serta memberi dukungan melalui percepatan implementasi sertifikasi Minyak Sawit Berkelanjutan Indonesia (ISPO) dan sertifikasi lain yang sudah diinisiasi oleh pelaku perdagangan internasional dan yang sedang dibangun pemerintah untuk komoditas kakao, karet dan kopi,” terang Direktur Jenderal (Dirjen) Perkebunan Andi Nur Alam Syah, dalam keterangannya dari laman resmi Kementerian Pertanian yang dikutip Sabtu (10/2).
Menurutnya, Pemerintah harus hadir dalam mengatasi stabilitas harga komoditas. Peran serta dan kolaborasi dengan pelaku usaha menjadi sangat penting terkait hal ini, juga bagaimana posisi Indonesia mendorong organisasi internasional untuk menjawab strategi-strategi solutif mengatasi fluktuatifnya harga komoditas.
Selain itu tantangan kesehatan tanaman dan pengendalian OPT menjadi fokus Kementerian Pertanian dalam mendorong inklusivitas pekebun dalam rantai pasokan. Inovasi dan teknologi dalam budidaya tanaman khususnya penerapan sistem diversifikasi, agroforestry, agrowisata dan pendekatan sistem integrasi budidaya yang lain juga harus dikedepankan.
Prayudi Syamsuri, Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan, Ditjen Perkebunan Kementan, mengatakan,
STDB merupakan tools yang harus sama-sama dipahami dan diakselerasi oleh pekebun dan Pemda, dan ikut mendorong penerbitannya.
"STDB merupakan instrumen pekebun untuk melawan hegemoni Uni Eropa melalui regulasinya dalam EUDR tentang isu-isu deforestasi, traceability, sertifikasi dan terakhir sustainability," ujarnya.
EUDR adalah European Union Deforestation-free Regulation atau Regulasi Bebas Deforestasi Uni Eropa.
Saat ini, UE mengapresiasi langkah-langkah Pemerintah Indonesia dalam pengembangan dan percepatan penerapan skema pendaftaran pekebun melalui STDB untuk komoditas kelapa sawit, karet, kakao dan kopi.
UE juga berkomitmen untuk lebih mendukung penyertaan pekebun dalam rantai pasok komoditas yang legal dan bebas deforestasi. Masing-masing pihak akan membicarakan kembali terkait tenggat waktu Implementasi Regulasi EUDR untuk pekebun, yang menurut data Ditjen. Perkebunan, saat ini berjumlah 8,14 juta pekebun untuk pekebun sawit, kakao, karet dan kopi.
Lebih lanjut Prayudi menjelaskan, tahun ini target 1 juta STDB bisa diterbitkan dan 2,5 juta STDB dalam 3 tahun kedepan. Hal ini menjadi fokus Kementerian Pertanian dalam membantu dan memfasilitasi pekebun untuk penerbitan STDB.