Berita

Pakar Hukum Yenti Garnasih/Net

Hukum

Visi Misi Paslon soal Pemberantasan Korupsi Dinilai Tidak Komprehensif

JUMAT, 19 JANUARI 2024 | 12:04 WIB | LAPORAN: RAIZA ANDINI

Visi dan misi tiga kandidat pasangan calon presiden dan wakil presiden terkait pemberantasan korupsi dalam acara Paku Integritas yang diselenggarakan KPK kurang meyakinkan masyarakat.

Hal itu disampaikan pakar hukum Yenti Garnasih terkait penyampaian gagasan pemberantasan korupsi tiga pasangan calon presiden dan wakil presiden.

"Tidak komprehensif dan tidak terlalu meyakinkan masyarakat bahwa isu  pemberantasan korupsi tidak hanya di hilir tapi di hulu (cegah) juga sangat penting," kata Yenti kepada Kantor Berita Politik RMOL, Jumat (19/1).


Menurut Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Trisakti ini, tiga paslon tidak mengevaluasi kenapa 5 tahun terakhir IPK (Indeks Persepsi Korupsi) Indonesia turun, terakhir dari 38 menjadi 34, padahal Indonesia pernah di angka 41.

 "Tidak ada yang bicara akar masalah. Seolah olah bicara korupsi hanya bicara KPK, penegakan. Padahal, jauh lebih luas dari itu," tegasnya.

Selain itu, kata Yenti, tiga paslon juga tidak ada yang bicara bahwa jadi capres atau wapres itu mengemban amanah untuk mensejahterakan rakyat bahkan rakyat terlemah harus tidak terabaikan, maka harus dijaga jangan ada korupsi.

"Evaluasi program-program yang rawan korupsi harus tidak ada, lembaga-lembaga yang tidak produktif harus dihilangkan, penguatan sistem, prioritas program, transparansi, jangan segala-gala dirahasiakan harus ada indikator," jelasnya.

"Baru kemudian penguatan penanganan, sistem peradilan tipikor termasuk LP Sukamiskin itu eksklusif tidak mengherankan, agar jera, asset dirampas, KPK atau penegak hukum lebih independen," sambungnya.

Yenti menambahkan tiga paslon perlu memikirkan adanya perubahan sistem kelembagaan penegakan hukum dan peraturan undang-undangnya serta melengkapi yang belum ada. Misalnya seperti UU Asset Recovery dan UU Tipikor yang harus diperbaharui sesuai UNCAC, 2003.

"Menurut saya meski paslon bukan orang hukum, tapi seharusnya secara garis besar tahu, kenapa IPK kita turun? Conflict of interest antara eksekutif dan legislatif terkait program atau proyek yang dilelang atau bahkan malah tidak dilelang, dan bagaimana bahayanya kolusi dan nepotisme," beber dia.

"Mestinya bicara policy terkait itu bukan teknis penegakan hukum," tutup Yenti Garnasih.

Populer

Bobby dan Raja Juli Paling Bertanggung Jawab terhadap Bencana di Sumut

Senin, 01 Desember 2025 | 02:29

NU dan Muhammadiyah Dikutuk Tambang

Minggu, 30 November 2025 | 02:12

Padang Diterjang Banjir Bandang

Jumat, 28 November 2025 | 00:32

Sergap Kapal Nikel

Kamis, 27 November 2025 | 05:59

Peluncuran Tiga Pusat Studi Baru

Jumat, 28 November 2025 | 02:08

Bersihkan Sisa Bencana

Jumat, 28 November 2025 | 04:14

Evakuasi Banjir Tapsel

Kamis, 27 November 2025 | 03:45

UPDATE

Tragedi Nasional dari Sumatra dan Suara yang Terlambat Kita Dengarkan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:44

Produktivitas Masih di Bawah ASEAN, Pemerintah Susun Langkah Percepatan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:41

Lewat Pantun Cak Imin Serukan Perbaiki Alam Bukan Cari Keributan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:38

Bank Mandiri Sabet 5 Penghargaan BI

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:27

Liga Muslim Dunia Siap Lobi MBS untuk Permudah Pembangunan Kampung Haji Indonesia

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:18

Banjir Rob di Pesisir Jakarta Berangsur Surut

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:13

RI–Timor Leste Sepakat Majukan Koperasi

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:08

Revisi UU Cipta Kerja Mendesak di Tengah Kerusakan Hutan Sumatera

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:57

Bahlil Telusuri Dugaan Keterkaitan Tambang Martabe dengan Banjir Sumut

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:48

BI: Cadangan Devisa RI Rp2.499 Triliun per Akhir November 2025

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:39

Selengkapnya