Mimbar bebas Aliansi Aktivis Jabar di Jalan Braga, Kota Bandung, Rabu (16/1)/Istimewa
Kemunculan isu soal catatan hitam salah satu capres di berbagai daerah terkait permasalahan Hak Asasi Manusia (HAM) dalam penculikan Mahasiswa pada 1997-1998 direspons Aliansi Aktivis Jawa Barat dengan menggelar aksi mimbar bebas di Jalan Braga, Kota Bandung, Selasa (16/1).
Koordinator Aliansi Aktivis Jawa Barat, Indrajidt Rai Garibaldi menegaskan, kasus tersebut sudah sangat kedaluwarsa. Menurutnya, permasalahan HAM tersebut hanya menjadi suatu bentuk Komoditas politik pada tahun-tahun pemilu.
"Buktinya, tiga kali beliau lolos uji verifikasi kontestasi pilpres, rasanya sudah membuktikan bahwa beliau mungkin bisa dikatakan bersih dari pelanggaran HAM," kata Indrajidt Rai Garibaldi, dalam keterangannya yang diterima redaksi, Rabu (17/1).
Dia melanjutkan, selain kasus itu, banyak sekali permasalahan HAM yang seharusnya lebih fokus untuk diselesaikan, tanpa melupakan kasus penculikan mahasiswa pada 1997-1998 itu.
"Tetapi kami justru ingin semua kasus permasalahan HAM di Indonesia harus benar-benar diselesaikan dan dituntaskan. Kalaupun iya pada akhirnya capres tersebut terbukti sebagai pelanggar HAM, kami rasa jalur hukum secara adil dan tegas perlu untuk diberlakukan sebagaimana mestinya," tegasnya.
Terkait isu semakin meluasnya politik dinasti pada Pemilu 2024, menurut Indrajidt, dengan hadirnya pencalonan sebagai cawapres dari salah satu paslon, hal ini menjadi salah satu yang kontroversi dan menjadi pembahasan di kalangan masyarakat serta ilmuwan atau para politisi.
"Pandangan ini akan tetap hadir dan kami tidak mempermasalahkan hal itu. Tetapi yang harus digarisbawahi dalam konsep dinasti politik itu ada proses regenerasi dan revitalisasi yang di mana hal tersebut adalah keberlanjutan dari kepemimpinan suatu Negara," ujarnya.
Indrajidt memastikan pihaknya tidak sepakat dengan adanya politik dinasti yang hanya mementingkan segelintir orang/kelompok tanpa memperhatikan kesejahteraan masyarakat. Tetapi yang mereka lihat adalah substansi dan gagasan dari seseorang yang mengalami peralihan kepemimpinan tersebut.
Menurutnya, ada hal yang lebih fundamental untuk dilihat, yaitu ide serta gagasan yang dibawa oleh salah satu cawapres tersebut sehingga masyarakat mempunyai penilaian tersendiri dalam melihat persoalan ini.
"Harusnya itu yang lebih dilihat oleh masyarakat Indonesia ketimbang hanya termakan isu politik yang tidak memberikan pencerahan dan malah membuat gaduh dan terjadi perpecahan di masyarakat gara-gara berbeda pilihan politik," katanya.
Selanjutnya, terkait beredarnya isu “anak haram konstitusi”, yang muncul pascaperubahan Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang dianggap kubu dari salah satu cawapres sudah mengubah UU tersebut hanya untuk kepentingan pencalonan dia sebagai cawapres.
Dia menilai, kalau dikaji dari aspek hukum mungkin hal tersebut dianggap sah dan tidak menyalahi aturan/hukum yang mengatur. Selanjutnya MK sendiri sudah menyatakan bahwa Pasal 169 huruf q pada UU7/2017 tidak bertentangan dengan perlakuan adil dan diskriminatif, dan tidak melanggar pasal 28D ayat (1) dan ayat (4) serta 28I ayat (2) UUD 1945.
"Kami berpendapat bahwa perubahan UU 7/2017 tersebut tidak akan merugikan calon presiden dan wakil presiden yang berusia 40 tahun ke atas. Syarat usia dalam kandidasi presiden dan wakil presiden harus didasarkan pada prinsip memberikan kesempatan dan menghilangkan pembatasan (
to give opportunity and abolish restriction) secara rasional, adil, dan akuntabel," paparnya.
Terakhir, suatu norma yang merupakan
open legal policy atau kewenangan pembentukan Undang-undang bisa menjadi persoalan konstitusionalitas dengan pertimbangan hukum, sedangkan Pasal 169 huruf q UU Pemilu tersebut sudah memenuhi empat kriteria sebagai
open legal policy.
Tetapi pandangan masyarakat tidak berhenti dalam melihat kondisi ini hanya sebatas dari aspek hukum, masyarakat selalu mempunyai pandangan lain entah itu dari segi politik, sosial, bahkan dari faktor ekonomi.
"Hal ini membuat muncul banyak perspektif dalam persoalan putusan Mahkamah Konstitusi tersebut sehingga menimbulkan banyak problematik di kalangan masyarakat," ungkapnya.
Indrajidt Rai pun mengajak semua elemen masyarakat, bahwa dalam pelaksanaan Pemilu 2024 yang semakin dekat ini harus bisa memberikan suatu dampak perubahan ke arah yang lebih baik bagi masyarakat Indonesia.
Menurutnya, pesta demokrasi ini harusnya tidak hanya dilihat sebagai peralihan/pergantian presiden dan wakil presiden saja, tetapi masyarakat harus bisa melihat dari ketiga paslon yang hari ini hadir benar-benar membawa narasi perbaikan untuk Indonesia ke depan.
"Artinya, hal tersebut harus disambut baik oleh kita semua dengan memberikan bentuk sikap tidak apatis terhadap politik. Lalu kita juga harus senantiasa menjaga kondusifitas serta memberikan bentuk sikap politik yang damai pada proses pemilu 2024 ini, ingat bahwa kontestasi politik ini hanyalah sementara, tetapi persatuan Indonesia adalah selamanya," pungkasnya.