Pembacaan putusan sidang etik Firli Bahuri oleh Dewas KPK/Repro
Ketua nonaktif Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Firli Bahuri ternyata sudah mulai menyimpan uang valas (valuta asing) sejak menjadi anggota Polri dan melaksanakan dinas ke luar negeri sekitar tahun 1990-an.
Hal itu diungkapkan Anggota Majelis Etik Dewan Pengawas (Dewas) KPK, Albertina Ho saat membacakan keterangan Firli saat diklarifikasi atas laporan pelanggaran kode etik.
Albertina mengatakan, kepemilikan uang valas sekitar Rp7,5 miliar tidak Firli masukkan dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) karena penerimaannya jauh sebelum Firli bertugas di KPK.
"Selain itu, uang valas tersebut terperiksa (Firli) gunakan untuk kebutuhan pribadi di luar keperluan dinas setelah terperiksa pensiun, salah satu pemanfaatannya adalah untuk kebutuhan terperiksa, perjalanan dan kebutuhan sekolah anak terperiksa," kata Albertina saat membacakan putusan hasil sidang etik di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi KPK, Jalan HR Rasuna Said Kav C1, Setiabudi, Jakarta Selatan, Rabu (27/12).
Albertina menjelaskan, Firli mengaku bahwa dirinya sudah mulai menyimpan uang valas sejak awal Firli menjadi anggota Polri dan melaksanakan dinas ke luar negeri, yaitu sekitar tahun 1990-an.
"Dan memang terperiksa pernah beberapa kali mendapatkan penugasan ke luar negeri selama menjadi anggota Polri, dan memang penerimaan uang asing tidak pernah terperiksa laporkan dalam LHKPN terperiksa," terang Albertina.
Firli kata Albertina, mengaku bahwa uang valas tersebut diperoleh dari senior-senior Firli, dan saat Firli bertugas sebagai ajudan Wakil Presiden tahun 2012-2014, serta hasil sendiri yang Firli kumpulkan selama Firli dinas di Kepolisian dan saat penugasan di luar negeri.
"Bahwa seingat terperiksa benar, bahwa ada penukaran di tahun 2020. Terperiksa pertama kali mengumpulkan valas tahun 1998 saat terperiksa bertugas di PBB, di mana terperiksa menerima uang saku 130 dolar AS per hari, dan terperiksa hanya menggunakan 30 dolar AS setiap harinya," jelas Albertina.
Selanjutnya sekitar tahun 2000-an kata Albertina, saat Firli menjadi ajudan, banyak senior-senior Firli yang memberikan uang valas tersebut.
"Bahwa terperiksa tidak memasukkan uang valas dalam LHKPN karena memang penerimaan uang valas tersebut seluruhnya terperiksa terima jauh sebelum terperiksa bertugas di KPK,” tegasnya.
“Selain itu, karena memang penerimaan uang valas tersebut digunakan untuk kebutuhan pribadi di luar keperluan dinas setelah terperiksa pensiun, salah satu pemanfaatannya adalah seperti untuk keperluan anak terperiksa," tutur Albertina.
Bagi Firli kaya Albertina, pemberian uang valas kepada Firli bulan gratifikasi, karena Firli peroleh saat melaksanakan tugas sebelumnya di Kepolisian yang memang beberapa kali pernah ditugaskan ke luar negeri untuk pelaksanaan tugas. Dan selama Firli bekerja di KPK, Firli tidak pernah menerima gratifikasi.
"Penukaran valas tersebut adalah kepemilikan terperiksa pribadi, merupakan valas yang terperiksa kumpulkan sebelum terperiksa di KPK. Terperiksa biasanya menerima uang valas dalam bentuk USD, SGD, dan AUD, namun paling banyak adalah SGD," pungkas Albertina membacakan keterangan Firli.