Pemerintah China berencana membatasi nominal pembelian top up pada game online.
Langkah itu diambil setelah industri yang tumbuh subur di China itu kerap disalahkan karena menyebabkan kecanduan di kalangan pemain muda, bahkan menimbulkan masalah kesehatan yang menyerang organ mata.
Pembatasan terbaru itu diketahui telah menimbulkan kekhawatiran di kalangan investor serta menyebabkan penurunan nilai perusahaan game terkemuka seperti Tencent dan NetEase.
Administrasi Pers dan Publikasi Nasional China yang mengumumkan rancangan aturan baru tersebut pada Jumat (22/12) telah mengakibatkan penurunan nilai gabungan Tencent dan NetEase mencapai 10,2 miliar dolar (Rp157 triliun) dalam satu hari.
Menurut laporan Forbes, saham Tencent turun 16,8 persen di Hong Kong, sementara saham NetEase anjlok sebesar 28 persen.
Tidak hanya itu, Pendiri Tencent, Ma Huateng, tercatat mengalami kerugian sebesar 3,8 miliar dolar (Rp58 miliar) dari kekayaan bersihnya, sementara pendiri NetEase, William Ding, mengalami penurunan kekayaan sebesar 6,4 miliar dolar (Rp98 miliar).
Aturan baru ini rencananya akan membatasi jumlah uang yang dapat diisi oleh para pengguna ke akun game mereka dan melarang penggunaan hadiah online untuk mendorong permainan.
Seorang analis di firma penasihat dan penelitian Media di Shanghai, Cui Chenyu, mengungkapkan bahwa aturan itu dapat berdampak besar pada pendapatan produsen game online.
"Jika aturan tersebut benar-benar diterapkan, dampaknya terhadap pendapatan akan sangat besar. Mekanisme hadiah dalam game merupakan alat pemasaran yang cukup penting," ujar Cui kepada Forbes.
Saat ini, pihak berwenang China tengah mengumpulkan opini publik hingga 22 Januari 2024 sebelum menetapkan kebijakan ini.
Pada 2021 lalu, sebelumnya pemerintah China sempat membatasi waktu bermain hanya tiga jam per minggu untuk pemain di bawah usia 18 tahun.
Pemerintah China juga secara tegas telah berhenti mengeluarkan lisensi kepada penerbit game online yang dianggap mengabaikan aturan.
KPK Kembali Periksa Pramugari Jet Pribadi
Jumat, 28 Februari 2025 | 14:59
Sesuai Perintah Prabowo, KPK Harus Usut Mafia Bawang Putih
Minggu, 02 Maret 2025 | 17:41
Digugat CMNP, Hary Tanoe dan MNC Holding Terancam Bangkrut?
Selasa, 04 Maret 2025 | 01:51
Lolos Seleksi TNI AD Secara Gratis, Puluhan Warga Datangi Kodim Banjarnegara
Minggu, 02 Maret 2025 | 05:18
CMNP Minta Pengadilan Sita Jaminan Harta Hary Tanoe
Selasa, 04 Maret 2025 | 03:55
KPK Terus Didesak Periksa Ganjar Pranowo dan Agun Gunandjar
Jumat, 28 Februari 2025 | 17:13
Bos Sritex Ungkap Permendag 8/2024 Bikin Industri Tekstil Mati
Senin, 03 Maret 2025 | 21:17
BRI Salurkan KUR Rp27,72 Triliun dalam 2 Bulan
Senin, 10 Maret 2025 | 11:38
Badai Alfred Mengamuk di Queensland, Ribuan Rumah Gelap Gulita
Senin, 10 Maret 2025 | 11:38
DPR Cek Kesiapan Anggaran PSU Pilkada 2025
Senin, 10 Maret 2025 | 11:36
Rupiah Loyo ke Rp16.300 Hari Ini
Senin, 10 Maret 2025 | 11:24
Elon Musk: AS Harus Keluar dari NATO Supaya Berhenti Biayai Keamanan Eropa
Senin, 10 Maret 2025 | 11:22
Presiden Prabowo Diharapkan Jamu 38 Bhikkhu Thudong
Senin, 10 Maret 2025 | 11:19
Harga Emas Antam Merangkak Naik, Cek Daftar Lengkapnya
Senin, 10 Maret 2025 | 11:16
Polisi Harus Usut Tuntas Korupsi Isi MinyaKita
Senin, 10 Maret 2025 | 11:08
Pasar Minyak Masih Terdampak Kebijakan Tarif AS, Harga Turun di Senin Pagi
Senin, 10 Maret 2025 | 11:06
Lebaran di Jakarta Tetap Seru Meski Ditinggal Pemudik
Senin, 10 Maret 2025 | 10:50
Selengkapnya