Prof. Daniel M. Rosyid/Net
Pemilihan Presiden (Pilpres) secara langsung dianggap telah meninggalkan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia yang berdasarkan Pancasila.
Pilpres 2024 mendatang merupakan kali kelima bangsa ini menerapkan Pilpres langsung sejak pertama kali pada 2004. Pilpres langsung tersebut dilandaskan dari UUD 2002 alias UUD 1945 yang diamandemen empat kali.
Hal itu sebagaimana diungkapkan Guru Besar Fakultas Teknologi Kelautan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya (ITS) Prof. Daniel M. Rosyid.
Dia menilai, tiap kali perhelatan Pilpres langsung makin menunjukan kebobrokan sistem di NKRI yang kian liberal dan jauh dari Pancasila.
“Pilpres langsung versi UUD 2002 terbukti dalam rezim Jokowi membawa problem maladminitrasi dan akuntabilitas publik yang serius. 150 juta pemilih secara langsung tidak memiliki
legal standing yang jelas sehingga sulit menagih tanggung jawab paslon terpilih,” kata Daniel kepada
Kantor Berita Politik RMOL, Kamis malam (21/12).
Sambung dia, paslon yang terpilih pun biasanya jumawa, mudah mengabaikan DPR dan rakyat pemilihnya. Dengan ketimpangan literasi, informasi, ekonomi dan sosial, mayoritas pemilih menentukan pilihannya dengan cara menebak, hasil penggiringan opini, intimidasi dan politik uang.
“Apalagi jika paslon diajukan oleh koalisi partai politik hasil dagang sapi dengan para bandar politik, maka pilpres berpotensi memilih paslon yang keliru. Akan lahir berbagai regulasi yang hanya menguntungkan para bandar politik yang menyediakan logistik Pilpres, tidak berpihak pada kepentingan mayoritas pemilih,” jelasnya.
Daniel yang aktif mengusung gerakan kembali ke UUD 1945 naskah asli bersama Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti dan mantan Wapres RI Try Sutrisno menghendaki Pilpres diserahkan kembali pada MPR sebagai lembaga tertinggi negara sesuai UUD 45.
“Biarkan wakil-wakil rakyat pilihan hasil Pemilu, para raja-raja dan tokoh adat utusan daerah, dan para pemimpin organisasi massa, organisasi profesi, organisasi tani, nelayan, dan buruh yang sudah melayani masyarakat bertahun-tahun sebagai utusan golongan memilih presiden dan wakilnya secara cermat dan elaboratif,” ungkap dia.
Dengan prinsip bermusyawarah dan gotong royong buat masyarakat luas, dia menilai akuntabilitas paslon juga mudah ditagih oleh wakil-wakil rakyat di MPR.
“Melalui kepatuhan pada GBHN dan Sidang Istimewa, bukan melalui pemakzulan yang dirancang berbelit-belit (seperti saat ini). Justru karena pilpres (saat) ini ongkosnya makin mahal bagi APBN dan bagi para bandar politik,” ungkapnya lagi.
Masih kata Daniel, proses menuju Pilpres 2024 sudah dipenuhi kontroversi karena diwarnai skandal etik MK, KPK, KPU dan Bawaslu.
“Kecurangan Pilpres 2019 yang juga membelah bangsa menjadi kaum cebong dan kampret berpotensi terulang kembali. Ditambah dengan pembobolan Daftar Pemilih Tetap (DPT),” bebernya.
“Hasil pilpres ini tidak menentu jika bukan sulit dipercaya. Kemungkinan besar pemilih akan keliru memilih presiden dan wakilnya. Akhirnya Pemilu akan terus meninggalkan kepiluan,” tandasnya.