Berita

Ilustrasi/RMOLNetwork

Politik

Pindah Dukungan Politik Bukan Dosa, Pengamat: Asal Jangan Mengatasnamakan Kepentingan Rakyat

KAMIS, 21 DESEMBER 2023 | 16:08 WIB | LAPORAN: AGUS DWI

Ada indikasi kuat bertemunya sikap pragmatis dengan prinsip transaksional serta perilaku oportunisme di masa menjelang Pemilu 2024. Bahkan, hal itu terus terjadi dan menjadi kepentingan menjelang pelaksanaan pemilu.

Setiap menjelang pemilu, sering ditemukan kasus politisi atau relawan yang pindah gerbong atau memindahkan dukungan dari satu kubu ke kubu lainnya.

Menurut pengamat politik dan pemerintahan dari Universitas Jenderal Achmad Yani (Unjani), Wawan Gunawan, memindahkan dukungan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) bukan sesuatu yang salah dalam pemilu.

"Bahkan, mengalihkan dukungan dari capres A ke capres B pun bukan dosa," ucap Wagoen, sapaan akrab Wawan Gunawan, saat dihubungi Kantor Berita RMOLJabar, Kamis, (21/12).

Ditambahkan Wagoen, keputusan politisi mengalihkan dukungan politik biasanya didasari pertimbangan politik pragmatis dan perilaku oportunis aktor politik yang tidak jarang dibumbui politik transaksional.

"Namun ketika ketiganya bertemu dengan mengatasnamakan kepentingan rakyat dan negara maka muncul preposisi: Dukung-mendukung capres bergeser menjadi jual-menjual kepentingan rakyat dan negara," tegasnya.

Meski tidak melanggar aturan, Wagoen mengingatkan bahwa perilaku politik seperti itu tidak etis dan bertentangan dengan prinsip politik adiluhung.

"Tapi bagi sebagian orang mbok ya enggak menjual kepentingan diri dan kelompok dengan mengatasnamakan rakyat dan negara," ucapnya.

Dijelaskan Wagoen, di level masyarakat cerdas (critical mass) semua bisa dipahami dan dimaklumi, tapi di level bawah (man on the street) bertemunya pragmatisme-oportunisme-transaksional, akan berimplikasi buruk.

"Mengapa? Karena mentalitas kaum man on the street tidak stabil, mudah goyah sehingga gampang terprovokasi. Dampak susulannya cenderung melahirkan destruksi sosial bahkan konflik masif," terangnya.

Dengan demikian, dia menuturkan, harus ada antisipasi holistik dari stakeholder good governance, baik dari pemerintah, swasta, juga publik yang melek realitas politik.

"Tentu saja melalui perannya masing-masing dalam collaborative governance bahwa stabilitas politik harus dijaga bersamaan dengan ketertiban sosial serta keamanan yang kondusif," tandasnya.

Populer

Jaksa Agung Tidak Jujur, Jam Tangan Breitling Limited Edition Tidak Masuk LHKPN

Kamis, 21 November 2024 | 08:14

MUI Imbau Umat Islam Tak Pilih Pemimpin Pendukung Dinasti Politik

Jumat, 22 November 2024 | 09:27

Kejagung Periksa OC Kaligis serta Anak-Istri Zarof Ricar

Selasa, 26 November 2024 | 00:21

Rusia Siap Bombardir Ukraina dengan Rudal Hipersonik Oreshnik, Harga Minyak Langsung Naik

Sabtu, 23 November 2024 | 07:41

Ini Identitas 8 Orang yang Terjaring OTT KPK di Bengkulu

Minggu, 24 November 2024 | 16:14

Sikap Jokowi Munculkan Potensi konflik di Pilkada Jateng dan Jakarta

Senin, 25 November 2024 | 18:57

Legislator PKS Soroti Deindustrialisasi Jadi Mimpi Buruk Industri

Rabu, 20 November 2024 | 13:30

UPDATE

Jokowi Tak Serius Dukung RK-Suswono

Jumat, 29 November 2024 | 08:08

Ferdian Dwi Purwoko Tetap jadi Kesatria

Jumat, 29 November 2024 | 06:52

Pergantian Manajer Bikin Kantong Man United Terkuras Rp430 Miliar

Jumat, 29 November 2024 | 06:36

Perolehan Suara Tak Sesuai Harapan, Andika-Hendi: Kami Mohon Maaf

Jumat, 29 November 2024 | 06:18

Kita Bangsa Dermawan

Jumat, 29 November 2024 | 06:12

Pemerintah Beri Sinyal Lanjutkan Subsidi, Harga EV Diprediksi Tetap Kompetitif

Jumat, 29 November 2024 | 05:59

PDIP Akan Gugat Hasil Pilgub Banten, Tim Andra Soni: Enggak Masalah

Jumat, 29 November 2024 | 05:46

Sejumlah Petahana Tumbang di Pilkada Lampung, Pengamat: Masyarakat Ingin Perubahan

Jumat, 29 November 2024 | 05:31

Tim Hukum Mualem-Dek Fadh Tak Gentar dengan Gugatan Paslon 01

Jumat, 29 November 2024 | 05:15

Partisipasi Pemilih Hanya 55 Persen, KPU Kota Bekasi Dinilai Gagal

Jumat, 29 November 2024 | 04:56

Selengkapnya