Berita

Suasana sidang praperadilan antara Ketua non-aktif Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI Firli Bahuri dengan Kaplda Metro Jaya Irjen Karyoto di hari ketiga, Rabu (13/12)./RMOL

Hukum

Daftar Kejanggalan Tuduhan Pemerasan SYL Bertambah Panjang

RABU, 13 DESEMBER 2023 | 18:52 WIB | LAPORAN: JONRIS PURBA

Sidang praperadilan yang digelar Pengadilan Negeri Jakarta Selatan di hari ketiga antara Komjen (Purn) Firli Bahuri sebagai Pemohon melawan Kapolda Metro Jaya Irjen Karyoto yang digelar Rabu (13/12) semakin menarik dan memperlihatkan daftar kejanggalan yang semakin panjang.

Duplik yang diajukan oleh Kapolda Metro Jaya sebagai Termohon dalam sidang yang dipimpin hakim tungal Imelda Herawati itu tidak dapat mematahkan argumentasi dan fakta hukum sebagaimana yang termaktub dalam Replik yang diajukan Pemohon pada persidangan sebelumnya.

Dari pantauan sepanjang dapat disimpulkan bahwa isi dari Duplik yang diajukan dan dibacakan Termohon tidak memuat hal yang baru, cenderung pengulangan dari Jawaban Termohon.

Selain hanya bersifat pengulangan, Duplik yang diajukan Termohon tidak dapat mematahkan argumentasi dan fakta hukum sebagaimana yang termaktub dalam Replik yang diajukan oleh Pemohon Praperadilan.

Bahkan terdapat beberapa kesalahan dan ketidakkonsistenan yang ditunjukkan oleh Termohon sebagaimana termaktub dalam Dupliknya.

Misalnya, dalam duplik Termohon terungkap ada beberapa kekeliruan dan tidak mematahkan Replik pemohon karena Duplik tidak sesuai dengan hukum acara pidana.

Termohon  tidak mengakui telah menerbitkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) sebanyak dua kali. Padahal fakta hukum yang terjadi, dalam perkara a quo, Termohon telah menerbitkan dua kali SPDP, yaitu SPDP Nomor: B/15765/X/RES.3.3./2023/Ditreskrimsus, tanggal 09 Oktober 2023 dan SPDP Nomor: B/19207/XI/RES.3.3./2023/Ditreskrimsus, tanggal 23 November 2023.

Pengingkaran yang dilakukan Termohon, terhadap SPDP yang kedua, sebagaimana yang termaktub dalam Duplik Termohon, menimbulkan tanda tanya besar, kenapa Termohon harus mengingkari adanya SPDP yang kedua, sekaligus menunjukkan ketidakkonsistenan Termohon dalam menangani perkara a quo, karena satu sisi tidak mengakui keberadaan SPDP ke-2 tertanggal 23 November 2023 sementara di sisi lain, SPDP ke-2 tersebut ternyata dijadikan salah satu bukti oleh Termohon

Lalu, terkait alat bukti Saksi, Termohon telah  mengakui bahwa tidak ada satupun dari ke-91 saksi yang melihat dan mengalami sendiri terkait tuduhan pemerasan. Namun, mereka mengaitkan keberadaan ke-91 Saksi ini dengan Putusan MK Nomor 65/2010, tertanggal 08 Agustus 2010, di mana dalam pertimbangan hukumnya menyatakan Saksi telah mengalami perluasan, sehingga Saksi tidak selalu ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri.

Ini dinilai sebagai pemahaman yang keliru terhadap "perluasan pengertian saksi”.

Memang benar putusan MK telah memperluas pengertian Saksi, tapi tidak lantas terhadap Penyidikan suatu perkara dilakukan dengan memeriksa seluruh saksi yang tidak mendengar sendiri, tidak melihat sendiri, dan tidak mengalami sendiri.

Karena, apabila hal tersebut dilakukan, maka akan sangat diragukan efektifitas dalam proses penyidikan tersebut. Termohon tidak perlu sampai memeriksa puluhan bahkan ratusan Saksi yang tidak memiliki kualitas sebagai Saksi, karena meskipun telah mendapat perluasan makna, sejatinya dalam suatu proses penyidikan, sangat dibutuhkan saksi yang melihat sendiri, mendengar sendiri dan mengalami sendiri terhadap suatu peristiwa pidana.

Selain itu, terkait adagium “satu saksi bukan saksi” atau unus testis nullus testis, dalam Duplik tidak dijelaskan secara detail Kesaksian dari Saksi Kombes Irwan Anwar yang merupakan Kepala Polrestabes Semarang berkesesuaian dengan kesaksian Saksi siapa.

Dengan tidak dijelaskan soal berkesesuaian dengan saksi siapa, semakin menegaskan keterangan yang diberikan Saksi Irwan Anwas merupakan keterangan yang berdiri sendiri tanpa didukung keterangan saksi lainnya.

Dengan demikian dalam perkara a quo tidak adanya saksi sebagaimana yang disyaratkan KUHAP, maka penyidikan tidak sah dan Penetapan tersangka juga menjadi tidak sah.

Populer

Jaksa Agung Tidak Jujur, Jam Tangan Breitling Limited Edition Tidak Masuk LHKPN

Kamis, 21 November 2024 | 08:14

MUI Imbau Umat Islam Tak Pilih Pemimpin Pendukung Dinasti Politik

Jumat, 22 November 2024 | 09:27

Kejagung Periksa OC Kaligis serta Anak-Istri Zarof Ricar

Selasa, 26 November 2024 | 00:21

Rusia Siap Bombardir Ukraina dengan Rudal Hipersonik Oreshnik, Harga Minyak Langsung Naik

Sabtu, 23 November 2024 | 07:41

Ini Identitas 8 Orang yang Terjaring OTT KPK di Bengkulu

Minggu, 24 November 2024 | 16:14

Sikap Jokowi Munculkan Potensi konflik di Pilkada Jateng dan Jakarta

Senin, 25 November 2024 | 18:57

Legislator PKS Soroti Deindustrialisasi Jadi Mimpi Buruk Industri

Rabu, 20 November 2024 | 13:30

UPDATE

Jokowi Tak Serius Dukung RK-Suswono

Jumat, 29 November 2024 | 08:08

Ferdian Dwi Purwoko Tetap jadi Kesatria

Jumat, 29 November 2024 | 06:52

Pergantian Manajer Bikin Kantong Man United Terkuras Rp430 Miliar

Jumat, 29 November 2024 | 06:36

Perolehan Suara Tak Sesuai Harapan, Andika-Hendi: Kami Mohon Maaf

Jumat, 29 November 2024 | 06:18

Kita Bangsa Dermawan

Jumat, 29 November 2024 | 06:12

Pemerintah Beri Sinyal Lanjutkan Subsidi, Harga EV Diprediksi Tetap Kompetitif

Jumat, 29 November 2024 | 05:59

PDIP Akan Gugat Hasil Pilgub Banten, Tim Andra Soni: Enggak Masalah

Jumat, 29 November 2024 | 05:46

Sejumlah Petahana Tumbang di Pilkada Lampung, Pengamat: Masyarakat Ingin Perubahan

Jumat, 29 November 2024 | 05:31

Tim Hukum Mualem-Dek Fadh Tak Gentar dengan Gugatan Paslon 01

Jumat, 29 November 2024 | 05:15

Partisipasi Pemilih Hanya 55 Persen, KPU Kota Bekasi Dinilai Gagal

Jumat, 29 November 2024 | 04:56

Selengkapnya