Badan penyelesaian perselisihan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) sepakat membentuk panel untuk meninjau tarif bea masuk biodiesel yang dikenakan Uni Eropa (UE) terhadap impor dari Indonesia.
Keputusan ini diambil pada Senin (27/11) setelah sejumlah negara, termasuk Amerika Serikat, Inggris, Norwegia, Federasi Rusia, Thailand, Singapura, Jepang, Kanada, China, Argentina, dan Turkiye, mengajukan hak pihak ketiga mereka untuk berpartisipasi dalam proses panel.
Indonesia sebelumnya telah memulai konsultasi sengketa dengan UE pada Agustus terkait tarif impor biodiesel.
Namun upaya konsultasi tersebut tidak membuahkan hasil, yang membuat Indonesia meminta WTO untuk membentuk badan penyelesaian perselisihan.
"Upaya banding kasus ini ke WTO sangat strategis untuk menjaga akses pasar produk biodiesel Indonesia di pasar UE yang saat ini dikenakan bea masuk countervailing sebesar 8 persen hingga 18 persen," kata pejabat senior Kementerian Perdagangan, Budi Santoso.
Dikatakan Budi, bea masuk yang telah berlaku selama lima tahun mulai dari 10 Desember 2019 hingga 2024 mendatang itu telah sangat berdampak bagi Indonesia.
Ketua Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia, Paulus Tjakrawan berharap panel WTO dapat segera memulai proses hukumnya, karena tarif itu sejauh ini telah memberatkan eksportir biodiesel Indonesia.
UE yang merupakan tujuan terbesar ketiga bagi produk minyak kelapa sawit Indonesia sebelumnya telah melakukan penyelidikan terhadap impor biodiesel Indonesia, untuk mencari bukti apakah Indonesia menghindari bea masuk UE dengan cara mengekspor melalui China dan Inggris.
Penyelidikan Uni Eropa ini dilakukan sebagai tindak lanjut dari permintaan awal asosiasi produsen biodiesel Eropa, European Biodiesel Board.