Berita

Ketua Umum Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Indonesia (PB HMI) 2023-2025, Ari Safari Mau/Ist

Publika

Independensi Tan Koma

Oleh: Ari Safari Mau*
MINGGU, 26 NOVEMBER 2023 | 23:57 WIB

HIMPUNAN Mahasiswa Islam adalah organisasi mahasiswa yang lahir saat Indonesia baru berusia kurang dari dua tahun. Lafran Pane, seorang mahasiswa Fakultas Hukum Sekolah Tinggi Islam Yogyakarta (kini Universitas Islam Indonesia) yang dengan lantang menginterupsi dosennya di tengah perkuliahan untuk mendeklarasikan berdirinya HMI pada 05 Februari 1947.

Kegusaran Lafran Pane atas situasi umat dan bangsa di era itu kemudian mengantarkannya pada suatu kesimpulan tentang keharusan berhimpunnya para mahasiswa islam.

Sudah 76 tahun sejak peristiwa monumental itu terjadi HMI masih tetap eksis. Tentu saja dengan melalui berbagai macam dinamika eksternal maupun internal organisasi. Satu hal yang pasti, sejarah HMI adalah sejarah intelektual Indonesia.


HMI telah melalui aneka ragam tantangan, sebut saja saat harus vis a vis dengan PKI circa 1965-1966, terancam dibubarkan saat fase asas tunggal, hingga yang terkini berada di tengah ancaman dekonsolidasi demokrasi. HMI berkali-kali dapat membuktikan daya juangnya melampaui tantangan yang dihadapinya.

Zaman telah membuktikan bahwa HMI telah mencetak banyak sekali kader yang  berkualitas. Namun, terjebak dalam romantisme dan glorifikasi sejarah tanpa regenerasi adalah setengah jalan menuju kemunduran organisasi. Proses regenerasi di HMI tidak terjadi hanya dalam semalam. Oleh karena itu mengarahkan orientasi perkaderan pada proses alih-alih hasil adalah ciri khas dan nafas HMI sebagai organisasi perjuangan.

HMI merupakan organisasi mahasiswa. Mahasiswa termasuk dalam kelompok kelas menengah yang berarti kelas ini memiliki akses yang berbeda terhadap sumber daya baik sosial maupun ekonomi dibanding kelas lainnya. Sebagai kelas menengah tentunya mahasiswa bukan merupakan kelas yang berkuasa secara langsung (ruling class) atau kelas yang dihisap secara langsung (the oppressed).

Mahasiswa memiliki kekhasan tersendiri dalam kehidupan sosial politik, antara lain: Pertama Mahasiswa memperoleh kesempatan pendidikan yang lebih lama sehingga mahasiswa cenderung memiliki horizon yang luas di antara masyarakat lain. Kedua, lamanya proses pendidikan itu mengakibatkan mahasiswa mengalami proses sosialisasi politik yang lebih panjang dibanding angkatan muda lainnya.

Kondisi sebagaimana disebutkan di atas yang pada akhirnya membentuk gerakan mahasiswa sebagai gerakan moral.

Pergulatan intelektual mahasiswa di kampusnya mempengaruhi cara pandang dan model gerakan yang dibangun. Gerakan mahasiswa berperan sebagai kekuatan moral dan bukannya suatu kekuatan politik.

Hal ini tidak berarti mahasiswa tidak memiliki pengaruh sama sekali terhadap politik, justru sebaliknya peranan sebagai kekuatan moral dengan sendirinya membuat mahasiswa memerankan politik moral. Dengan kata lain gerakan yang dibangun mahasiswa ditekankan pada benar dan salah, bukan terbatas pada kalah dan menang.

Ciri khas dari gerakan moral HMI adalah sifatnya yang independen.

Independensi adalah konsekuensi logis menjadi kader HMI. Hal ini termuat jelas dalam satu teks paling filosofis dalam tubuh HMI, yakni Nilai-Nilai Dasar Perjuangan (NDP) HMI. Cak Nur Sang Perumus NDP mengemukakan bahwa dengan bersyahadat berarti melepaskan segala bentuk belenggu manusia terhadap apa pun dan siapa pun kecuali pada Tuhan (dengan T kapital). Bersyahadat berarti berkomitmen untuk tidak menindas sekaligus tidak ditindas.

Independensi ini hanya dapat dimaknai jika HMI terus bergerak sebagai sebuah kekuatan intelektual karena mereka yang tak bergerak, tidak menyadari rantainya.

Belakangan ini HMI menunjukkan gejala-gejala kemundurannya. Paling tidak dalam hal absennya intelektual HMI menjadi sounding board di ruang publik. Kita tidak ingin HMI melahirkan kader-kader yang hanya pandai membeo. Sebab membeo sama sekali bukan cerminan seorang intelektual.

Dengan jalan pikir yang sama, HMI harus mampu memperjelas posisi dan keberpihakannya di tengah ancaman dekonsolidasi demokrasi hari ini. HMI bukan corong kekuasaan.

Oleh sebab itu HMI harus berpihak pada mereka yang lemah dan mengambil peran voicing the voiceless. Menyuarakan mereka yang tak mampu bersuara.

HMI harus mampu menjadi cerminan intelektual yang terbuka akan kritik. Untuk hal ini paling tidak HMI menghadapi kenyataan bahwa harapan perbaikan HMI selalu muncul setiap tahun, tetapi harapan itu nyaris dihancurkan setiap bulan. Menguatnya ikatan patron-klien dalam tubuh HMI berimbas pada lemahnya independensi seorang kader.

HMI harus terlibat aktif dalam agenda-agenda penguatan masyarakat sipil pada level kampus maupun di luar kampus.

Pada tubuh HMI yang sangat kuat ikatan patron-kliennya, rasionalitas nyaris tidak mendapat tempat. Dari sini muncul istilah kakanda-isme.

Kakandaisme selain sangat patriarkis juga sangat feodalistik.

Kakandaisme kurang lebih dapat diartikan sebagai keharusan para kader untuk tunduk dan patuh pada sikap politik senior tertentu.

HMI tidak boleh menjadi sekadar nilai tukar dalam sebuah transaksi politik murahan.

Menghidupi HMI berarti mewarnai diskursus intelektual. Sebab hanya dengan kembali pada khittah intelektual nilai tawar HMI sebagai elemen kekuatan masyarakat sipil dapat menguat selain hanya sebatas mengandalkan jejaringnya dengan para alumni semata.

Jika HMI masih saja mengambil jarak yang jauh dengan masyarakat sipil dan melepaskan independensinya maka HMI tidak lebih dari sebuah jaringan politik nepotis. HMI akan tenggelam seiring dengan tenggelamnya para alumni. Namun, seperti biasa HMI selalu punya audacity of hope yang terus tumbuh setiap tahun walau dihancurkan hampir setiap bulan.

Selama masih menjadi kader HMI dan selama HMI masih ada, maka independensi adalah sebuah sikap tanpa jeda, tanpa koma.

Selamat berkongres.


Penulis adalah Ketua Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam

Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Kejagung Copot Kajari Kabupaten Tangerang Afrillyanna Purba, Diganti Fajar Gurindro

Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

UPDATE

Kepuasan Publik Terhadap Prabowo Bisa Turun Jika Masalah Diabaikan

Minggu, 28 Desember 2025 | 13:46

Ini Alasan KPK Hentikan Kasus IUP Nikel di Konawe Utara

Minggu, 28 Desember 2025 | 13:17

PLN Terus Berjuang Terangi Desa-desa Aceh yang Masih Gelap

Minggu, 28 Desember 2025 | 13:13

Gempa 7,0 Magnitudo Guncang Taiwan, Kerusakan Dilaporkan Minim

Minggu, 28 Desember 2025 | 12:45

Bencana Sumatera dan Penghargaan PBB

Minggu, 28 Desember 2025 | 12:27

Agenda Demokrasi Masih Jadi Pekerjaan Rumah Pemerintah

Minggu, 28 Desember 2025 | 12:02

Komisioner KPU Cukup 7 Orang dan Tidak Perlu Ditambah

Minggu, 28 Desember 2025 | 11:45

Pemilu Myanmar Dimulai, Partai Pro-Junta Diprediksi Menang

Minggu, 28 Desember 2025 | 11:39

WN China Rusuh di Indonesia Gara-gara Jokowi

Minggu, 28 Desember 2025 | 11:33

IACN Ungkap Dugaan Korupsi Pinjaman Rp75 Miliar Bupati Nias Utara

Minggu, 28 Desember 2025 | 11:05

Selengkapnya