Berita

Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti/RMOL

Politik

Keprihatinan Megawati Dijawab LaNyalla dengan Kembali ke UUD 1945 Naskah Asli

SENIN, 13 NOVEMBER 2023 | 15:50 WIB | LAPORAN: ADITYO NUGROHO

Keprihatinan Presiden RI keempat Megawati Soekarnoputri yang disampaikan melalui pidato politiknya, Minggu (12/11), dinilai oleh Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti sebagai pengingat bagi kita semua, untuk melakukan introspeksi.

Menurut LaNyalla, kelemahan sistem demokrasi ala barat yang diterapkan sejak era Reformasi di Indonesia sudah jauh dari cita-cita pendiri bangsa.

“Saat amandemen konstitusi di tahun 1999 hingga 2002 silam, mengganti sistem bernegara itu bukan jawaban, karena ibarat pasien salah obat. Yang terjadi bukannya sembuh, tetapi malah keracunan,” ujar LaNyalla dalam keterangannya, Senin (13/11).

Ditambahkan LaNyalla, saat reformasi, kita seharusnya melakukan Amandemen dengan Teknik Adendum, dengan mengakomodasi tuntutan reformasi, sekaligus memastikan kedaulatan rakyat semakin kuat, tanpa mengganti sistem bernegara.

Pasalnya, rumusan sistem bernegara itu adalah pikiran para pendiri bangsa, yang telah dipelajari dan disepakati, bahwa Indonesia sebagai negara super majemuk dan kepulauan serta tradisi hidup bersama, sudah menemukan sistem tersendiri. Yaitu sistem yang sesuai dengan Pancasila.

“Praktik penyimpangan yang terjadi di era Orde Baru itu yang harus kita benahi total. Seperti penunjukkan utusan golongan oleh presiden, atau utusan daerah yang diisi pejabat di daerah. Juga partai politik yang dikerdilkan, sementara golongan karya direpresentasi dari tiga jalur, ABRI, Birokrasi dan Kekaryaan. Ini kan praktik yang salah, sehingga meskipun Presiden mandataris MPR, tetapi yang berada di MPR nyaris semua orangnya presiden,” urainya.

Karena itu, DPD RI menggagas, agar Indonesia lebih berdaulat, adil dan makmur yang bisa dirasakan di seluruh penjuru tanah air, maka kita harus kembali menerapkan sistem bernegara yang dirumuskan pendiri bangsa, dengan menyempurnakan dan memperkuat, untuk menghindari praktik penyimpangan yang terjadi di era Orde Lama dan Orde Baru.

“Bukan lalu kita buang dan kita ganti total dengan sistem liberal. Akibatnya salah obat. Silakan dicek, dari awal 2014 hingga hari ini, bagaimana kualitas demokrasi langsung. Membaik atau memburuk,” tegasnya.

“Biaya pemilu langsung di Pilkada sampai Pilpres yang terus membengkak, menguntungkan siapa? Lantas siapa yang bisa menjamin akurasi suara Pilpres dari 800 ribu lebih TPS di Indonesia, selain KPU sebagai satu-satunya lembaga setingkat komisi yang berwenang menentukan siapa presiden Indonesia terpilih,” tukas LaNyalla.  

Tokoh yang konsisten memperjuangkan Pancasila kembali menjadi identitas konstitusi itu juga mengkritik tokoh dan intelektual pro barat yang mengatakan bahwa proses pemilihan presiden langsung akan semakin membaik dari tahun ke tahun.

Bahkan ada yang menyatakan Pilpres tahun 2034 nanti puncak Pilpres terbaik.

“Bagi saya, itu asal ngomong saja, karena breakdown milestone-nya dari 2014 tidak ada kok, gak ada bedanya dengan prediksi skor sepakbola,” imbuhnya.

Tokoh asal Surabaya ini mengajak semua pihak menggunakan momentum saat ini untuk secara nasional membangun kesadaran kolektif.

Bahwa bangsa dan negara ini telah memiliki sistem tersendiri. Bukan sistem liberal barat, juga bukan sistem komunis timur. Tetapi Pancasila, yang menempatkan penjelmaan rakyat yang utuh dan lengkap di lembaga tertinggi negara.

“Presiden itu hanya mandataris, yang diberi tugas untuk melaksanakan haluan negara yang dibuat oleh penjelmaan rakyat,” jelasnya.  

“Haluan Negara itu adalah wujud kehendak politik kedaulatan rakyat sebagai pemilik negara. Dimana disusun oleh penjelmaan yang utuh. Bukan saja oleh mereka yang dipilih melalui pemilu (anggota DPR), tetapi juga oleh mereka yang diutus dari bawah, yaitu Utusan Daerah dan Utusan Golongan yang lengkap. Lalu mereka inilah yang memilih orang yang dianggap sanggup menjalankan itu,” pungkasnya.

Populer

Bangun PIK 2, ASG Setor Pajak 50 Triliun dan Serap 200 Ribu Tenaga Kerja

Senin, 27 Januari 2025 | 02:16

Gara-gara Tertawa di Samping Gus Miftah, KH Usman Ali Kehilangan 40 Job Ceramah

Minggu, 26 Januari 2025 | 10:03

Viral, Kurs Dolar Anjlok ke Rp8.170, Prabowo Effect?

Sabtu, 01 Februari 2025 | 18:05

KPK Akan Digugat Buntut Mandeknya Penanganan Dugaan Korupsi Jampidsus Febrie Adriansyah

Kamis, 23 Januari 2025 | 20:17

Prabowo Harus Ganti Bahlil hingga Satryo Brodjonegoro

Minggu, 26 Januari 2025 | 09:14

Datangi Bareskrim, Petrus Selestinus Minta Kliennya Segera Dibebaskan

Jumat, 24 Januari 2025 | 16:21

Masyarakat Baru Sadar Jokowi Wariskan Kerusakan Bangsa

Senin, 27 Januari 2025 | 14:00

UPDATE

Karyawan Umbar Kesombongan Ejek Pasien BPJS, PT Timah Minta Maaf

Minggu, 02 Februari 2025 | 15:37

Sugiat Santoso Apresiasi Sikap Tegas Menteri Imipas Pecat Pelaku Pungli WN China

Minggu, 02 Februari 2025 | 15:30

KPK Pastikan Tidak Ada Benturan dengan Kortastipikor Polri dalam Penanganan Korupsi LPEI

Minggu, 02 Februari 2025 | 15:27

Tabung Gas 3 Kg Langka, DPR Kehilangan Suara?

Minggu, 02 Februari 2025 | 15:10

Ken Martin Terpilih Jadi Ketum Partai Demokrat, Siap Lawan Trump

Minggu, 02 Februari 2025 | 14:46

Bukan Main, Indonesia Punya Dua Ibukota Langganan Banjir

Minggu, 02 Februari 2025 | 14:45

Larangan LPG di Pengecer Kebijakan Sangat Tidak Populis

Minggu, 02 Februari 2025 | 14:19

Smart City IKN Selesai di Laptop Mulyono

Minggu, 02 Februari 2025 | 13:59

Salah Memutus Status Lahan Berisiko Besar Buat Rakyat

Minggu, 02 Februari 2025 | 13:45

Hamas Sebut Rencana Relokasi Trump Absurd dan Tidak Penting

Minggu, 02 Februari 2025 | 13:26

Selengkapnya