Anggota badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Achsanul Qosasi ditetapkan tersangka dalam kasus korupsi BTS 4G Kominfo/RMOL
Koordinasi perlu dilakukan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Kejaksaan Agung (Kejagung) buntut penetapan tersangka Achsanul Qosasi dalam kasus dugaan korupsi BTS 4G Bakti Kominfo.
Koordinasi tersebut penting sebagai komitmen dalam mendukung pengusutan kasus yang menjerat Anggota III BPK tersebut.
"Kasus BTS itu megaskandal yang perlu mobilisasi institusi hukum, tidak hanya kejaksaan," kata Dekan Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Krisnadwipayana (FIA Unkris), Ade Reza Hariyadi kepada wartawan, Jumat (10/11).
Selain itu, koordinasi dengan Kejagung juga untuk memudahkan BPK dalam menangani dugaan pelanggaran etik Achsanul. Mengingat, Achsanul merupakan Ketua Majelis Kehormatan Kode Etik (MKKE) BPK.
"Misalnya proses penegakan etik terhadap Achsanul Qosasi. Ini untuk menunjukkan BPK bersih-bersih diri, punya sikap positif terhadap penegakan hukum," lanjutnya.
Diketuai Achsanul Qosasi, MKKE BPK beranggotakan Nyoman Adhi Suryadnyana (BPK), Agus Surono (profesi), Rusmin (akademisi), dan Lindawati Gani (MKKE).
Sesuai Pasal 7 ayat (1) Peraturan BPK 5/2018 tentang MKKE BPK, anggota MKKE diberhentikan sementara jika melakukan pelanggaran kode etik atau menjadi tersangka dalam tindak pidana kejahatan.
Aturan ini, menurut Ade Reza harusnya diterapkan kepada Achsanul. Jika tidak dilakukan, maka taruhannya adalah penilaian publik kepada BPK. BPK akan dinilai tidak memiliki komitmen kuat dalam upaya pemberantasan korupsi.
"Yang kita khawatirkan ada stereotipe terhadap BPK. Padahal, cuma perbuatan beberapa oknum, tapi karena tidak progresif membenahi internal dan memberantas korupsi," tandasnya.