Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres/Net
Tingginya angka korban tewas di Jalur Gaza, membuat PBB menaruh curiga terhadap operasi militer yang dijalankan Israel selama satu bulan terakhir.
Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres pada Rabu (8/11) mengatakan seperti ada yang salah dengan operasi militer Israel.
Meskipun Hamas memang salah dengan menggunakan penduduk Gaza sebagai perisai manusia, tetapi jumlah korban sipil yang tewas dinilai terlalu banyak.
"Namun ketika kita melihat jumlah warga sipil yang terbunuh dalam operasi militer, ada sesuatu yang jelas salah (pada Israel),” ujarnya, seperti dimuat
Arab News. Menurut Guterres, laporan kematian yang terus meningkat selama perang Gaza, hanya akan membuat citra Israel menjadi lebih buruk di mata global.
"Penting untuk membuat Israel memahami bahwa operasi militer bertentangan dengan kepentingan mereka. Perang tidak akan membantu Israel memperbaiki opini publik global," kata Guterres.
Perang meletus setelah Hamas melakukan serangan ke wilayah Israel pada 7 Oktober lalu. Tel Aviv melaporkan 1.400 orang tewas dan lebih dari 240 lainnya masih disandera oleh militan Palestina.
Sejak itu Israel melakukan tindakan pembalasan terhadap Hamas, meluncurkan invasi darat dan laut hingga blokade yang memperparah krisis kemanusiaan.
Sementara itu, Kementerian Kesehatan Gaza di bawah otoritas Hamas melaporkan bahwa telah ada 10.569 orang tewas akibat perang, 40 persen di antaranya adalah anak-anak.
Duta Besar Israel untuk PBB, Gilad Erdan, menolak pernyataan Guterres dan mengatakan bahwa jumlah korban tewas tersebut tidak dapat dipercaya karena dikeluarkan oleh Hamas.
Dia kemudian melawan argumentasi Guterres dengan merujuk pada perbandingan jumlah korban di Perang Kedua.
Erdan mengatakan, jika kecurigaan Guterres timbul karena jumlah korban Israel dan Palestina sangat jauh, maka ini juga berlaku pada perang yang dilakukan Inggris dan Amerika Serikat saat melawan Jerman.
"Dibandingkan di Jerman, jumlah korban Inggris dan AS selama perang Dunia Kedua jauh lebih sedikit. Apakah ini berarti ada yang salah juga dengan kedua negara tersebut?" ujarnya.