Demas Brian Wicaksono, penggugat norma sistem proporsional terbuka di UU Pemilu, melaporkan KPU melakukan perbuatan melawan hukum, ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus), SeninĀ (30/10)/RMOL
Langkah mulus Gibran Rakabuming Raka mendaftar ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI sebagai bakal calon wakil presiden (bacawapres) Prabowo Subianto, berakibat laporan dugaan perbuatan melawan hukum ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus).
Menariknya, laporan ke PN Jakpus tersebut dilayangkan penggugat norma sistem proporsional terbuka yang diatur UU Pemilu ke Mahkamah Konstitusi (MK), Demas Brian Wicaksono, dengan menggandeng Front Pejuang Demokrasi HAM.
"Pendaftaran yang dilakukan oleh calon wakil presiden Gibran Rakabuming Raka itu tidak memiliki dasar hukum atau legal standing yang tepat," ujar Demas usai menyerahkan laporan di PN Jakpus, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Senin (30/10).
Dia menjelaskan, Gibran seharusnya ditolak KPU sebagai pendaftaran peserta pemilihan presiden (Pilpres) 2024. Sebab, Peraturan KPU (PKPU) 19/2023 tentang Pencalonan Presiden dan Wakil Presiden belum dilakukan penyesuaian dengan putusan MK nomor 90/PUU-XXI/2023.
Demas mengurai, putusan MK yang menambahkan frasa pengecualian bagi kepala daerah yang sedang atau pernah menjabat dapat menjadi capres atau cawapres, baru bisa dilaksanakan ketika sudah sah dituangkan dalam PKPU 19/2023.
"Harusnya Ketua KPU itu melakukan rapat dengar pendapat (RDP) dengan DPR dahulu untuk melakukan perubahan PKPU, kemudian melakukan harmonisasi kepada kebutuhan dan kedudukan HAM, itu sudah tertera di Pasal 75 UU 7/2017 tentang Pemilihan Umum," tuturnya.
Maka dari itu, Demas memandang aturan yang diubah MK belum bisa diterapkan KPU, sehingga yang diberlakukan adalah syarat usia minimum capres-cawapres adalah 40 tahun, tanpa ada pengecualian sesuai Pasal 169 huruf q UU Pemilu.
Dia juga menegaskan, syarat 40 tahun usia minimum capres-cawapres itu juga masih termuat dalam Pasal 13 ayat (1) huruf q PKPU 19/2023, atau masih berlaku karena tidak direvisi KPU RI.
"Maka dari itu, ini menjadi pembelajaran yang penting bagi penyelenggara negara, supaya tidak main-main. Kita ini adalah negara hukum, kita adalah negara demokrasi," katanya.
"Ketika hukum itu hilang, maka penyelenggara negara akan melakukan perbuatan sewenang-wenang, yang kita alami hari ini. Itu menjadi dasar saya untuk menggugat Ketua KPU dan komisioner yang lain," demikian Demas menambahkan.