Penasehat Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Provinsi Jawa Timur, Bambang Haryo Soekartono/Net
Kebijakan Penangkapan Ikan Terukur (PIT) yang diberlakukan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mulai 1 Januari 2024 mendatang ditujukan untuk menggenjot Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
Alhasil, berbagai penolakan kebijakan ini dilakukan oleh pelaku usaha perikanan dan nelayan. Mereka keberatan dengan adanya pungutan PNBP praproduksi yang dilakukan KKP.
Penasehat Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Provinsi Jawa Timur, Bambang Haryo Soekartono turut angkat bicara terkait kebijakan tersebut.
Menurut dia, pemberlakuan PNBP di sektor kelautan dan kemaritiman tidak perlu dilakukan pemerintah guna mendorong geliatnya sektor ini.
“PNBP itu tidak boleh membebani pelaku usaha dan nelayan, apalagi kita merupakan negara kepulauan dengan potensi maritim yang besar,” ujar BHS akrab disapa kepada
Kantor Berita Politik RMOL, Minggu (29/10).
Berkaca pada negara-negara tetangga yang memiliki sektor kelautan/maritim lebih maju dari Indonesia, justru sangat minim dengan segala pungutan yang membebani pelaku usahanya.
“Di negara tetangga kita, misal Malaysia di sektor kelautan dan maritimnya itu perpajakan lebih murah, termasuk bunga bank juga, kita malah beban (pajaknya) lebih besar,” jelas BHS yang juga Anggota Dewan Pakar Gerindra tersebut.
Lanjut BHS, apabila KKP ingin benar-benar menerapkan PIT maka perlu riset dan penelitian yang baik.
“KKP harus lakukan pembenahan, terutama di riset dan penelitian. Armada riset kita harus ditambah,” tandasnya.