Berita

Presiden Joko Widodo/Net

Politik

Pengamat: Jokowi Adalah Sebab Kekisruhan Menjelang Pemilu 2024

JUMAT, 27 OKTOBER 2023 | 13:54 WIB | LAPORAN: AHMAD SATRYO

Gaya berpolitik Presiden Joko Widodo dilabeli orde baru gaya baru oleh pengajar ilmu pemerintahan lulusan Universitas Nasional (UNAS), Efriza. Pasalnya, Jokowi mengacuhkan keputusan politik PDI Perjuangan yang membesarkannya sejak memenangkan pemilihan Walikota Solo, Gubernur DKI Jakarta, hingga 2 kali Pilpres.

Efriza menjelaskan, keputusan PDIP mengusung mantan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dengan Menko Polhukam Mahfud MD sebagai bakal pasangan calon presiden dan wakil presiden 2024, secara tidak langsung telah dimentahkan Jokowi melalui pencalonan putra mahkotanya, Gibran Rakabuming Raka sebagai bakal calon RI 2 bersama Prabowo Subianto.

Menurutnya, akibat dari manuver Jokowi dalam mempertahankan kekuasaannya tersebut stabilitas politik potensi terguncang, karena upaya yang dipakai untuk memuluskan langkah Gibran maju bersama Prabowo memanfaatkan suprastruktur kelembagaan pemerintah.

Efriza menyebutkan, manuver paling dahsyat yang dilakukan Jokowi adalah melalui penguasaan kelembagaan Mahkamah Konstitusi (MK), dimulai dari perkawinan politik Ketua MK Anwar Usman dengan adiknya yang bernama Idayati, dan faktanya membuahkan hasil pencalonan Gibran di Pilpres 2024 tak melanggar UU 7/2017 tentang Pemilu.

"Inilah penyebab kekisruhan perpolitikan menjelang pemilu kita tahun depan," ujar Efriza saat dihubungi Kantor Berita Politik RMOL, pada Jumat (27/10).

Dia memandang, Jokowi telah menghadirkan kekecewaan yang sangat besar di publik karena manuvernya cenderung otoriter, dan menimbulkan kesan ingin mempertahankan kekuasaannya dengan cara yang seolah-olah demokratis.

"Padahal ia (Jokowi) menjadi aktor kemunduran demokrasi, menjadi aktor terjadinya politik pencalonan dinasti politik di level nasional. Ia juga menghadirkan stigma negatif bagi anak muda dalam berpolitik sebab adanya wajah dalam balutan dinasti politik," tuturnya.

"Bahkan, ia menjadi wajah politik 'neo orde baru di era reformasi' sebagai penguasa politik dalam balutan supremasi konstitusi hasil reformasi, namun aktor suramnya demokrasi di penghujung periode keduanya," demikian Efriza menambahkan.

Populer

KPK Kembali Panggil Pramugari Tamara Anggraeny

Kamis, 13 Maret 2025 | 13:52

Indonesia Dibayangi Utang Rp10 Ribu Triliun, Ekonom Desak Sri Mulyani Mundur

Jumat, 14 Maret 2025 | 12:40

Duit Sitaan Korupsi di Kejagung Tak Pernah Utuh Kembali ke Rakyat

Senin, 10 Maret 2025 | 12:58

Menag Masih Pelajari Kasus Pelarangan Ibadah di Bandung

Senin, 10 Maret 2025 | 20:00

Polda Metro Didesak Segera Periksa Pemilik MNC Asia Holding Hary Tanoe

Minggu, 09 Maret 2025 | 18:30

Nyanyian Riza Chalid Penting Mengungkap Pejabat Serakah

Minggu, 09 Maret 2025 | 20:58

Ekonom: Hary Tanoe Keliru Bedakan NCD dan ZCB

Kamis, 13 Maret 2025 | 19:53

UPDATE

Pesantren Kilat 2025: Setiap Individu Memiliki Peran dalam Menularkan Kebaikan

Senin, 17 Maret 2025 | 07:59

Serangan Besar AS ke Houthi Yaman Kerek Harga Minyak

Senin, 17 Maret 2025 | 07:45

Genjot Pertumbuhan Ekonomi, Ini Sederet Langkah Strategis Pemerintah Jelang Lebaran

Senin, 17 Maret 2025 | 07:33

Bapanas Pantau SPPG, Perkuat Pengawasan Pangan Segar

Senin, 17 Maret 2025 | 07:18

Rosan: Proyek Hilirisasi Juga Harus Libatkan Petani

Senin, 17 Maret 2025 | 07:02

Polri Dituntut Profesional Usut Kasus Penipuan Bos Money Changer

Senin, 17 Maret 2025 | 06:25

45 Napi Lapas Kutacane Sudah Kembali ke Sel

Senin, 17 Maret 2025 | 06:22

Pelanggaran Akademik Bahlil Lahadalia Memalukan!

Senin, 17 Maret 2025 | 05:56

Satpam Hotel Fairmont Laporkan Penggerudukan Rapat RUU TNI

Senin, 17 Maret 2025 | 05:47

Enam Remaja yang Ledakkan Petasan di JIExpo Diamankan

Senin, 17 Maret 2025 | 05:16

Selengkapnya