Di tengah meningkatnya eskalasi konflik di Timur Tengah, kenaikan harga minyak dunia diprediksi juga akan semakin menguat. Kondisi itu disebut dapat memicu inflasi global, terutama dengan mendekatnya musim dingin.
Meski begitu, pemerintah Indonesia tetap mempertahankan keoptimisan mereka dalam mengatasi dampak yang mungkin timbul dari kenaikan harga minyak dunia.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM, Tutuka Ariadji, mengatakan meski dampak perang saat ini belum terasa, namun, jika perang berlangsung lama, hal tersebut dapat mempengaruhi impor minyak mentah dan impor BBM RI.
"Sampai hari ini dampaknya masih belum signifikan walaupun kita tahu harga minyak mendekati 90 dolar (Rp 1,4 juta) per barel, namun kalau ini berlangsung cukup lama saya kira akan berpengaruh," kata Tutuka, seperti dikutip dari laman ESDM, Jumat (20/10).
Tutuka menjelaskan bahwa kenaikan harga minyak mentah Indonesia tidak hanya akan mempengaruhi harga minyak mentah di Indonesia tetapi juga akan berdampak pada harga BBM di masyarakat. Ini disebabkan oleh fakta bahwa Indonesia mengimpor keduanya, yaitu minyak mentah dan BBM, dengan persentase yang hampir sama.
Pemerintah juga saat ini diketahui sedang mempercepat revisi Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 yang menjadi acuan dalam penyaluran BBM bersubsidi agar lebih tepat sasaran.
Dalam revisi tersebut, akan diatur secara detail kriteria kendaraan yang dapat mengisi Pertalite, dan sedang mempertimbangkan perbedaan harga Pertalite sesuai dengan jenis kendaraan.
"Saya kembali menegaskan bahwa Pertalite adalah untuk masyarakat yang membutuhkan, jadi kalau yang mampu, jangan menggunakannya karena bukan peruntukannya," tegasnya.
Saat ini, Pertamina sendiri tengah melakukan uji coba pembatasan pembelian pertalite, khususnya bagi kendaraan roda empat di beberapa daerah, dengan mewajibkan QR Code untuk dipindai oleh petugas SPBU.