Sebuah terobosan dilakukan Kementerian Perdagangan melalui peluncuran perdagangan pasar fisik minyak kelapa sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) di Bursa Berjangka Indonesia pada Jumat (13/10) di Jakarta.
Terobosan yang dilakukan Kemendag melalui Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) ini adalah dalam memperbaiki tata kelola perdagangan CPO di Bursa Berjangka. Selain itu, Bursa CPO Indonesia diharapkan dapat mendorong pembentukan harga acuan CPO.
Selain Menteri Perdagangan, Zulkifli Hasan, acara ini juga dihadiri kementerian dan lembaga terkait seperti Sekretariat Negara, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Pertanian, Kementerian Keuangan, Kementerian ESDM, dan Kejaksaan Agung RI.
Lalu pemangku kepentingan dan asosiasi sektor kelapa sawit, Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), dan akademisi.
Mendag Zulkifli Hasan didampingi Sekretaris Jenderal Suhanto, Kepala Bappebti Didid Noordiatmoko, Inspektur Jenderal Frida Adiati, Direktur Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga Moga Simatupang, Kepala Badan Kebijakan Perdagangan Kasan, Staf Ahli Bidang Manajemen dan Tata Kelola Veri Anggrijono, Staf Khusus Bidang Perjanjian Perdagangan Internasional Bara Hasibuan, serta jajaran Eselon II di lingkungan Bappebti.
“Peluncuran Bursa CPO Indonesia ini merupakan terobosan perbaikan tata kelola perdagangan CPO di bursa berjangka yang dilakukan dalam upaya memperkuat kinerja perdagangan CPO sebagai salah satu komoditas unggulan Indonesia. Selain itu, peluncuran Bursa CPO merupakan bentuk komitmen Kementerian Perdagangan mendorong terbentuknya harga acuan CPO yang transparan, akuntabel, dan tepat waktu, baik untuk perusahaan besar, menengah, maupun kecil/petani kelapa sawit,” papar Mendag Zulkifli Hasan.
Mendag menjelaskan, Indonesia berkontribusi lebih dari 50 persen kebutuhan CPO dunia, namun belum memiliki harga acuan sendiri. Harga patokan ekspor CPO saat ini bersumber dari Rotterdam dan Malaysia.
“Melalui transaksi CPO di Bursa Berjangka di Indonesia, diharapkan terbentuk harga CPO yang dapat dijadikan acuan pelaku pasar CPO ke depan. Indonesia belum memiliki harga acuan CPO, padahal Indonesia merupakan negara produsen CPO terbesar di dunia," jelas Zulhas, sapaan akrabnya.
"Kami banyak mendapatkan keluhan dari pelaku usaha jika harga acuan masih bersumber dari negara lain tidak tepat. Hal ini juga berdampak di hilir, misalnya untuk pembayaran pajak yang lebih tinggi. Untuk itu, Pemerintah memfasilitasi melalui terbentuknya Bursa CPO Indonesia ini agar ke depan bisa menjadi market influencer bagi dunia," sambungnya.
Mendag menekankan, CPO merupakan komoditas strategis Indonesia. Pada 2022, produksi CPO Indonesia mencapai 46,73 juta ton dengan nilai ekspor mencapai 29,62 miliar dolar AS. Pada Mei 2023, produksi CPO Indonesia tercatat 20,86 juta ton atau lebih tinggi 15,74 juta ton dibanding Malaysia.
Selain itu, perdagangan CPO di bursa diharapkan menjadi sarana bagi industri atau pabrik kelapa sawit atau kebun kelapa sawit untuk melakukan transaksi komoditasnya dengan harga kompetitif.
"Peluncuran Bursa CPO Indonesia juga merupakan komitmen Kemendag dalam menciptakan ekosistem perdagangan CPO,” tambah Mendag Zulhas.
Mendag memperjelas, Pemerintah berkomitmen memperbaiki tata kelola perdagangan CPO Indonesia melalui diterbitkannya Peraturan Bappebti (Perba) Nomor 7 Tahun 2023 tentang Tata Cara Perdagangan CPO di Bursa Berjangka. Walaupun kebijakan ini bersifat sukarela (voluntary).
“Kebijakan perdagangan CPO harus cepat beradaptasi dengan pergerakan pasar yang dinamis. Kebijakan ini juga harus dipastikan mendukung Indonesia menjadi barometer harga CPO dunia. Kita harus mengoptimalkan nilai ekonomi dan perdagangan CPO bagi kesejahteraan masyarakat Indonesia,” imbuhnya.
Zulhas berharap, Bursa CPO Indonesia dapat berkolaborasi dengan pemerintah dan pemangku kepentingan untuk meningkatkan literasi masyarakat dalam mendongkrak transaksi CPO.
“Kuncinya adalah kolaborasi. Dengan kerja sama seluruh pemangku kepentingan, saya yakin target Perba ini akan terlaksana dengan baik, dan Bursa CPO Indonesia menjadi acuan harga di Indonesia. Terbentuknya Bursa CPO harus mendorong penguatan perdagangan CPO dan mendukung Indonesia menjadi market influencer di pasar global,” tutur Mendag Zulhas.
Mendag juga menyebutkan, ke depan, Kemendag akan mengatur tata kelola ekspor CPO yang akan memfasilitasi pelaku usaha melalui Bursa Berjangka oleh Ditjen Perdagangan Luar Negeri.
Sementara itu, Kepala Bappebti, Didid Noordiatmoko menyampaikan, pada 9 Oktober 2023, Bappebti telah menerbitkan persetujuan Bursa CPO kepada PT Bursa Komoditi dan Derivatif Indonesia atau yang dikenal dengan Indonesia Commodity and Derivatives Exchange (ICDX) melalui Keputusan Kepala Bappebti Nomor 01/BAPPEBTI/SP-BCPO/10/2023.
“Pembentukan Bursa CPO ini adalah bukti pemerintah hadir dalam upaya mendorong perdagangan CPO lokal yang wajar dan adil untuk menjamin kepastian berusaha dan mengutamakan perlindungan bagi masyarakat. Kesempatan ini merupakan momen yang baik karena menjadi sarana edukasi pemerintah kepada masyarakat bahwa komoditas unggulan kita yaitu CPO harus lebih didorong agar menjadi tuan di rumah sendiri,” ujar Didid.
Didid menambahkan, perdagangan CPO melalui Bursa Berjangka Indonesia ini bersifat sukarela.
“Meskipun bersifat sukarela, namun kami yakin seluruh pelaku usaha bersedia berpartisipasi dalam upaya menegakkan marwah CPO di bumi Nusantara. Kami juga mendorong UMKM pengusaha pabrik kelapa sawit ikut serta dalam Bursa CPO Indonesia ini. Hal ini karena perdagangan di bursa akan menempatkan penjual dan pembeli pada tingkat yang sama (
same level playing field) serta memiliki kekuatan tawar yang sama karena perdagangan melalui bursa akan mempertemukan penjual dengan pembeli,” terang Didid.
Didid juga menjelaskan, untuk mengoptimalisasi perdagangan CPO di Bursa Berjangka, karena ini bersifat sukarela, perlu dilakukan berbagai sosialisasi dan pelatihan terkait mekanisme perdagangan di bursa.
“Sosialisasi dan pelatihan ini akan dilakukan bukan saja kepada pemain besar, namun juga pemilik pabrik kelapa sawit,” ungkap Didid.
Menurut Didid, saat ini sudah bergabung 18 pelaku usaha CPO yang siap untuk berdagang melalui Bursa CPO Indonesia.
“Ini tentunya menjadi langkah awal yang baik. Bursa ini tidak mulai dari nol. Hal ini juga menunjukkan bahwa sudah ada keinginan kuat dari pelaku usaha untuk mewujudkan perdagangan CPO lebih adil dan transparan,” jelasnya.
Didid juga menargetkan Bursa CPO sudah bisa live pada 23 Oktober 2023. Artinya perdagangan CPO melalui Bursa Berjangka sudah terjadi secara efektif. Dengan demikian, mulai 23 Oktober 2023 nanti, sudah mulai terbentuk
price discovery dan dengan upaya untuk meningkatkan kredibilitas bursa. Diharapkan pada triwulan pertama 2024 sudah mampu mewujudkan
price reference.
“Pendirian bursa CPO ini sekaligus menandai transformasi Bappebti. Ke depan, Bappebti akan lebih fokus pada pengaturan dan pengawasan perdagangan berjangka komoditi strategis yang berdampak langsung pada peningkatan kesejahteraan masyarakat. Setelah CPO ini, Bappebti akan meneruskan dengan komoditi strategis lainnya seperti kopi, karet, kakao, dan sebagainya,” urai Didid.
Lebih lanjut, Direktur Utama Indonesia Commodity & Derivatives Exchange (ICDX), Nursalam mengatakan, penunjukkan pemerintah kepada ICDX untuk menjadi penyelenggara Pasar Fisik CPO melalui Bursa ini tentunya adalah sebuah kepercayaan besar dari pemerintah. ICDX sebagai kepanjangan tangan pemerintah akan mewujudkan pasar CPO yang teratur, wajar, dan efisien.
Selain itu, ICDX juga berkomitmen menjadi bursa yang inklusif dan menyediakan kesetaraan bagi semua pelaku pasar.
“Sudah menjadi kewajiban ICDX untuk mewujudkan Bursa CPO sebagai bursa yang kredibel, mandiri, dan transparan. Secara teknis, kami telah siap untuk penyelenggaraan pasar fisik CPO ini termasuk dalam hal sistem perdagangan. Kesuksesan Bursa CPO tentunya akan menjadi kesuksesan negara sebagai produsen CPO terbesar di dunia dalam mewujudkan harga acuan CPO dunia. Ke depan, ICDX akan mengajak semua pemangku kepentingan untuk bisa berkolaborasi dalam mengembangkan ekosistem ini,”ujar Nursalam
Dalam kesempatan tersebut juga dilakukan diskusi panel dengan narasumber Sekretaris Bappebti, Olvy Andrianita; Akademisi Bustanul Arifin.; dan Direktur ICDX, Yugieandy Tirta Saputra. Olvy menegaskan, pembentukan Bursa CPO ini bukanlah akhir, namun awal dari langkah mewujudkan mimpi Indonesia yaitu memiliki harga acuan CPO sendiri.
Masih banyak proses yang akan dilakukan dan masih butuh banyak masukan untuk penyempurnaan pelaksanaan perdagangan CPO melalui bursa ke depan.
“Harapannya, keberadaan bursa CPO ini tidak memberatkan pelaku usaha sehingga akan banyak yang berpartisipasi ke dalam bursa. Selain itu, kolaborasi antar-kementerian dan lembaga juga harus dikuatkan mengingat efektifnya perdagangan CPO melalui bursa dipengaruhi oleh berbagai kebijakan dari kementerian dan lembaga lain yang terkait,” imbuh Olvy.
Dari sisi akademisi, peluncuran Bursa CPO adalah sinyal positif bagi perbaikan tata kelola perdagangan CPO Indonesia.
“Idealnya memang pasar fisik CPO berjalan berbarengan dengan berjangka. Namun inisiatif pemerintah ini patut kita apresiasi karena selain perbaikan data nilai dan volume CPO, dengan transaksi di bursa diharapkan tercipta ‘value’ CPO yang sesungguhnya. Hal yang tidak kalah penting, bagaimana bursa harus membangun kredibilitas dan kepercayaan masyarakat,” jelas Bustanul.
Sementara itu, Direktur ICDX Yugieandy Tirta Saputra menyampaikan komitmen ICDX dalam mengemban amanah sebagai Bursa CPO Indonesia.
“Dengan semangat berkontribusi kepada bangsa dan negara, ICDX selalu mengedepankan prinsip kredibilitas, transparansi, dan trusted dalam melayani member. ICDX optimistis dengan dukungan pemerintah dan masyarakat, Bursa CPO dapat memberikan dampak yang signifikan dalam perbaikan tata kelola perdagangan CPO Indonesia dan mencapai tujuan utama pembentukan harga acuan yang dicita-citakan bersama,” tandas Yugi.