Presiden Joko Widodo dan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto/Net
PRABOWO Subianto dan partai pendukungnya merasa sudah di atas angin. Menjadi representasi Presiden Jokowi dan menatap Pilpres 2024 dengan penuh kemenangan. Tapi, benarkah Presiden Jokowi melabuhkan dukungan ke Prabowo cs? Pertanyaan ini masih sulit menemui jawaban pasti.
Mula-mula Gerindra hanya bersama PKB mengusung Prabowo. Kemudian secara mengejutkan dua partai merapat, Golkar dan PAN. Sedang PKB yang merasa terancam tidak mendapat kursi cawapres, menyebrang ke Anies.
Kehadiran Golkar dan PAN layak dicermati. Mengingat kedua ketum partai tersebut adalah pembantu Jokowi di kabinet. Publik lantas menganggap koalisi ini terjadi atas arahan “Pak Lurah”, walau kemudian dibantah oleh masing-masing elite partai pendukung.
Unik memang melihat koalisi dibangun bukan untuk menjemput kemenangan. Tapi atas arahan presiden dan sekadar memastikan bahwa kepala mereka “
mantuk-mantuk”. Padahal koalisi seharusnya dibangun pada satu tekad, yaitu menang.
Dengan spirit meraih kemenangan, maka koalisi akan bekerja maksimal dan mengerahkan segala kekuatan yang ada. Sementara jika sekadar ingin membuat senang pimpinan, maka daya juang koalisi patut untuk dipertanyakan.
Sisakan Ruang untuk Tidak PercayaGerindra bersama Golkar dan PAN memang sekilas merepresentasikan citra Presiden Joko Widodo. Sebab ketiga ketum sama-sama menjabat sebagai menteri di kabinet Jokowi. Walaupun di sisi lain, koalisi ini juga mencerminkan reuni pendukung Prabowo di 2019. Kala itu, tentu mereka menjadi lawan dari Joko Widodo.
Lalu apakah Jokowi bisa dipastikan menjadi pendukung mereka di 2024?Marak belakangan tentang sikap Anies Baswedan yang dianggap telah “
mbalelo” pada Prabowo Subianto karena mencalonkan diri sebagai capres 2024. Padahal di tahun 2017, Anies didukung Gerindra untuk mendapatkan kursi DKI 1. Tapi banyak kalangan juga menilai wajar Anies maju capres, sebab tugas menjadi gubernur DKI sudah tuntas ditunaikan.
Sikap Anies lantas dibandingkan dengan Joko Widodo di tahun 2014. Kala itu, Jokowi baru 2 tahun menjabat sebagai gubernur Jakarta usai diusung Gerindra dan PDIP. Jokowi melepas amanah dan memilih bertarung melawan Prabowo di pilpres. Singkatnya, sikap Jokowi lebih menyakitkan dibanding Anies. Lebih-lebih tahun 2019 Jokowi kembali bertarung dan mengalahkan Prabowo.
Berkaca dari pengalaman itu, Prabowo layak untuk waspada. Jangan-jangan dukungan Jokowi kepadanya tidak benar-benar nyata. Apalagi, partai tempat Jokowi bernaung juga memiliki jagoan yang pengumumannya disaksikan langsung oleh Jokowi. Dia adalah Ganjar Pranowo.
Sulit membayangkan Jokowi berani menabuh genderang perang melawan Megawati yang telah membesarkannya mulai dari Walikota Solo, Gubernur Jakarta, hingga Presiden RI dua periode. Jokowi boleh jadi memegang instrumen pemerintahan, tapi Megawati memiliki jutaan kader banteng yang solid dan siap menyeruduk siapa saja yang menjadi lawan.
Gibran adalah KunciPutra sulung adalah kunci ke mana dukungan Jokowi diarahkan. Siapa yang bisa “melayani” Gibran dengan baik, otomatis akan mendapat endorsement dari presiden.
PDIP yang mengusung Ganjar bisa saja memberi tempat Gibran untuk menjadi gubernur Jawa Tengah yang merupakan kandang banteng. Disebut kandang banteng karena siapapun yang dicalonkan PDIP di Jateng, pasti memiliki peluang menang tinggi. Dengan begitu, Jokowi tetap bisa tidur nyenyak karena karir politik sang anak masih berjalan.
Hanya saja, PDIP tidak mungkin menawarkan Gibran posisi cawapres. Sebab, hal itu sama saja menyuruh banteng moncong putih bertarung sendiri di pilpres. Tawaran inilah yang kemudian bisa diberikan Prabowo Subianto.
PAN dan Golkar dipastikan tidak akan menolak jika Gibran dipasangkan dengan Prabowo. Prinsipnya, kepala mereka akan tetap “mantuk-mantuk” pada Jokowi. Semua bergantung pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang dipimpin adik ipar Jokowi, Anwar Usman. Jika memang keluarga Jokowi merestui, maka
paklik bisa meloloskan sang ponakan dari ganjalan syarat capres/cawapres 40 tahun.
Namun semua itu kembali lagi pada Jokowi. Seberapa berani Jokowi melawan Megawati? Jika memang Jokowi tidak berani, maka Prabowo siap-siap kena prank. Hati-hati juga karena PAN dan Golkar bisa berubah tergantung Jokowi.