Berita

Anggota DPRD DKI Jakarta, Ahmad Lukman Jupiter/RMOL

Publika

Saatnya Mengakhiri Narasi Cebong Kampret

OLEH: AHMAD LUKMAN JUPITER*
SELASA, 05 SEPTEMBER 2023 | 23:13 WIB

DALAM kurun sewindu ini, kita semua pasti akrab dengan penyebutan cebong dan kampret di media sosial. Istilah tersebut tentu saja bukan untuk menyebut binatang cebong dan kampret secara harfiah. Penyebutan keduanya bersifat peyoratif alias merendahkan bagi pihak yang disebut.

Istilah cebong dan kampret muncul pertama kali pada 2015. Hal ini berdasar penelusuran dari Drone Emprit terkait kedua istilah tersebut.

Cebong waktu itu digunakan untuk menyebut pendukung Jokowi, sementara Kampret digunakan untuk untuk menyebut pendukung Prabowo. Istilah ini memang muncul pasca Pilpres 2014.

Sebutan tersebut terus digunakan di tahun-tahun sesudahnya. Penggunaan istilah cebong dan kampret kembali meroket saat Jokowi dan Prabowo kembali bertarung dalam pilpres 2019.

Penggunaan istilah tersebut semakin masif pada pertarungan Pilpres yang lagi-lagi hanya diikuti oleh dua calon ini.

Maraknya penggunaan istilah yang bersifat peyoratif ini tak lepas dari kerja para buzzer yang memang terlihat bekerja secara sistematis dan masif untuk merendahkan masing-masing lawan.

Sayangnya, istilah tersebut terus digunakan sampai menjelang Pemilu 2024. Lebih disayangkan lagi, pemerintah sepertinya tutup mata dan tidak mencoba untuk meredam perseteruan di jagat media sosial ini.

Di tengah suhu politik yang mulai menghangat menjelang pemilu 2024 ini, ada tokoh yang berani mengeluarkan pernyataan perlunya menghentikan penggunaan istilah tersebut, yaitu Surya Paloh.

Dalam acara deklarasi bacapres-bacawapres Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar, Surya Paloh menegaskan bahwa penggunaan istilah tersebut harus dihentikan.

“Hari ini kita nyatakan selamat tinggal pada politik cebong dan kampret. Politik yang memang mengadu domba dan memecah-belah. Kita ucapkan selamat datang politik kebhinnekaan,” kata Surya Paloh.

Apa yang disampaikan Ketua Umum Partai Nasdem tersebut memang tepat. Penggunaan istilah cebong dan kampret memang bersifat mengadu domba dan memecah-belah. Penggunaan istilah ini memang harus dihentikan.

Salah satu langkah penting untuk mencegah terjadinya pecah-belah anak bangsa adalah dengan memajukan calon capres dan cawapres dari golongan nasionalis-religius.

Anies dan Muhaimin adalah pasangan yang mewakili dua hal tersebut. Keduanya pas bila disebut sebagai sosok yang sama-sama memiliki karakter nasionalis sekaligus religius. Kedua sosok ini berpotensi untuk menghentikan penggunaan istilah cebong dan kampret. Mengapa?

Selama ini, dinarasikan seolah-olah kampret itu dari golongan religius yang tidak nasionalis. Sementara cebong adalah mereka yang nasionalis tapi tidak religius. Tentu saja narasi tersebut salah kaprah dan tidak tepat. Namun, karena terus didengungkan di media sosial oleh para buzzer, seolah-olah terminologi tersebut benar. Padahal tidak seperti itu faktanya.

Rasanya, pernyataan dan komitmen dari Surya Paloh, Anies Baswedan, dan Muhaimin Iskandar untuk menghentikan istilah cebong-kampret harus didukung.

Istilah yang memecah belah tersebut memang harus dihentikan. Bila pasangan yang disebut AMIN ini menang, rasanya istilah cebong-kampret yang merendahkan akan hilang dari tanah Indonesia, baik di dunia maya maupun di dunia nyata.

*Penulis adalah Anggota DPRD DKI Jakarta dari Partai Nasdem

Populer

Bangun PIK 2, ASG Setor Pajak 50 Triliun dan Serap 200 Ribu Tenaga Kerja

Senin, 27 Januari 2025 | 02:16

Gara-gara Tertawa di Samping Gus Miftah, KH Usman Ali Kehilangan 40 Job Ceramah

Minggu, 26 Januari 2025 | 10:03

Viral, Kurs Dolar Anjlok ke Rp8.170, Prabowo Effect?

Sabtu, 01 Februari 2025 | 18:05

KPK Akan Digugat Buntut Mandeknya Penanganan Dugaan Korupsi Jampidsus Febrie Adriansyah

Kamis, 23 Januari 2025 | 20:17

Prabowo Harus Ganti Bahlil hingga Satryo Brodjonegoro

Minggu, 26 Januari 2025 | 09:14

Datangi Bareskrim, Petrus Selestinus Minta Kliennya Segera Dibebaskan

Jumat, 24 Januari 2025 | 16:21

Masyarakat Baru Sadar Jokowi Wariskan Kerusakan Bangsa

Senin, 27 Januari 2025 | 14:00

UPDATE

Melalui Rembug Ngopeni Ngelakoni, Luthfi-Yasin Siap Bangun Jateng

Minggu, 02 Februari 2025 | 05:21

PCNU Bandar Lampung Didorong Jadi Panutan Daerah Lain

Minggu, 02 Februari 2025 | 04:58

Jawa Timur Berstatus Darurat PMK

Minggu, 02 Februari 2025 | 04:30

Dituding Korupsi, Kuwu Wanasaba Kidul Didemo Ratusan Warga

Minggu, 02 Februari 2025 | 03:58

Pelantikan Gubernur Lampung Diundur, Rahmat Mirzani Djausal: Tidak Masalah

Minggu, 02 Februari 2025 | 03:31

Ketua Gerindra Banjarnegara Laporkan Akun TikTok LPKSM

Minggu, 02 Februari 2025 | 02:57

Isi Garasi Raffi Ahmad Tembus Rp55 Miliar, Koleksi Menteri Terkaya jadi Biasa Saja

Minggu, 02 Februari 2025 | 02:39

Ahli Kesehatan Minta Pemerintah Dukung Penelitian Produk Tembakau Alternatif

Minggu, 02 Februari 2025 | 02:18

Heboh Penahanan Ijazah, BMPS Minta Pemerintah Alokasikan Anggaran Khusus Sekolah Swasta

Minggu, 02 Februari 2025 | 01:58

Kecewa Bekas Bupati Probolinggo Dituntut Ringan, LIRA Jatim: Ada Apa dengan Ketua KPK yang Baru?

Minggu, 02 Februari 2025 | 01:42

Selengkapnya