Berita

Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies), Anthony Budiawan/Net

Publika

Larangan Ekspor Nikel Ala Indonesia Bahayakan Perdagangan Dunia dan Keamanan Negara

OLEH: ANTHONY BUDIAWAN*
MINGGU, 27 AGUSTUS 2023 | 10:33 WIB

PRESIDEN SBY sudah meletakkan dasar-dasar hilirisasi pertambangan sejak 2009, tertuang di dalam UU No 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba), khususnya Pasal 102, 103 dan 104. UU Minerba ini menjadi acuan pemerintahan Jokowi untuk menjalankan program hilirisasi nikel dan bauxite.

Manfaat hilirisasi bagi ekonomi sangat jelas, seperti juga dijelaskan di dalam UU Minerba. Penjelasan Pasal 103 ayat (1) berbunyi: Kewajiban untuk melakukan pengolahan dan pemurnian di dalam negeri dimaksudkan, antara lain, untuk meningkatkan dan mengoptimalkan nilai tambang dari produk, tersedianya bahan baku industri, penyerapan tenaga kerja, dan peningkatan penerimaan negara.

Oleh karena itu, hilirisasi wajib didukung. Dan tidak ada masyarakat yang menentang hilirisasi. Ini harus benar-benar dipahami khususnya oleh pemerintah dan para pendukung atau buzzer-nya. Sekali lagi, tidak ada yang menentang hilirisasi. Tetapi, hilirisasi (nikel) yang merugikan negara, hilirisasi yang hanya menguntung investor (swasta maupun asing) dan merugikan negara, wajib ditentang keras.

Untuk mendukung program hilirisasi smelter nikel, pemerintahan Jokowi memberlakukan larangan ekspor bijih nikel, melalui Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Permen ESDM) No 11 Tahun 2019.

Larangan ekspor seperti diatur dalam Permen ESDM tersebut kemudian digugat oleh Uni Eropa dengan tuduhan melanggar peraturan WTO Pasal XI.1, tentang larangan yang bersifat kuantitatif (Quantitative Restriction).

Peraturan WTO Pasal XI.1 mengatakan “No prohibitions or restrictions other than duties, taxes or other charges, whether made effective through quotas, import or export licenses or other measures, shall be instituted or maintained by any contracting party on the importation of any product of the territory of any other contracting party or on the exportation or sale for export of any product destined for the territory of any other contracting party.”

Artinya, peraturan WTO menyatakan, setiap negara tidak boleh memberlakukan larangan atau batasan ekspor-impor berdasarkan kuantitas (Quantitative Restrictions). Pembatasan ekspor-impor hanya boleh dilakukan melalui pungutan bea, pajak atau pungutan lainnya.

Permen ESDM No 11 Tahun 2019 yang memberlakukan larangan ekspor bijih nikel “Quantitative Restrictions” kemudian terbukti melanggar peraturan WTO tersebut. Beberapa ketentuan pengecualian yang dijadikan alasan tidak dapat diterima. Indonesia kalah dalam gugatan tersebut.

Baca: WTO panel rules against Indonesia's export limitations on raw materials

Putusan WTO diambil oleh sebuah Panel yang terdiri dari 15 negara “pihak ketiga” (independen), yaitu Brasil, Canada, China, India, Jepang, Korea, Federasi Rusia, Kerajaan Arab Saudi, Singapura, Taiwan, Türkiye, Ukraina, Uni Emirat Arab, Inggris, dan Amerika Serikat.

Di lain sisi, Indonesia sebagai anggota WTO sudah mengakui dan meratifikasi peraturan WTO, melalui UU No 7 tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing the World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia). Oleh karena itu, Indonesia terikat dan harus patuh pada peraturan dan putusan WTO di atas.

Tentu saja Indonesia bisa mengajukan banding (untuk mengulur waktu eksekusi putusan). Atau, Indonesia juga bisa memilih keluar dari WTO kalau merasa peraturan WTO tidak adil dan tidak ingin mengikutinya. Meskipun putusan WTO diambil oleh Panel 15 negara sebagai “pihak ketiga” independen, di luar Uni Eropa.

Rezim Jokowi seharusnya mengikuti aturan main WTO, dengan mengubah larangan ekspor berdasarkan “Quantitative Restrictions” menjadi pungutan ekspor (bea, pajak atau pungutan lainnya), seperti yang sudah dijalankan selama ini di sektor minyak sawit atau batubara.

Karena, dampak pungutan ekspor (bea, pajak atau pungutan lainnya) sama seperti larangan ekspor. Tarif dan pajak ekspor akan membuat harga bijih nikel Indonesia di pasar internasional tidak kompetitif (kemahalan), membuat permintaan ekspor bijih nikel asal Indonesia anjlok hingga nihil. Karena tidak laku di pasar internasional akibat kemahalan, maka supply bijih nikel domestik akan berlimpah dan bisa memenuhi kebutuhan smelter dalam negeri. Artinya, tujuan hilirisasi smelter nikel tercapai.

Tetapi, kenapa Jokowi tidak melakukannya? Kenapa Jokowi nekat melanggar aturan WTO? Apa untungnya dan untuk siapa kenekatan Jokowi?

Yang jelas, larangan ekspor dengan cara Quantitative Restrictions sangat menguntungkan perusahaan smelter yang mayoritas dimiliki oleh perusahaan China. Karena, penambang bijih nikel tidak ada pilihan lain kecuali menjual produknya kepada satu perusahaan smelter (di satu daerah tertentu). Sehingga terjadi pasar monopsoni (pembeli tunggal di satu daerah). Artinya, harga didikte oleh pembeli (smelter). Tidak heran kalau harga bijih nikel anjlok.

Apakah Jokowi mengerti bahwa kebijakan larangan ekspor melanggar aturan WTO, menguntungkan perusahaan smelter dan merugikan penambang nikel? Atau Jokowi memang tidak mengerti semua itu, dan menjadi korban ketidakmengertiannya, dan dibohongi para menterinya? Atau semua itu merupakan perintah Jokowi?

Jokowi membalas kekalahan di WTO dengan pernyataan “heroik”, tidak ada pihak yang bisa menghalangi hilirisasi nikel Indonesia. Pernyataan ini sangat bahaya, tidak tepat diucapkan oleh seorang presiden. Siapa yang membisiki Jokowi memberi pernyataan seperti itu.

Pernyataan Jokowi tersebut memicu pendapat di masyarakat seolah-olah ada kekuatan asing yang ingin menghambat hilirisasi dan kemajuan ekonomi Indonesia, dan juga China. Terkesan pernyataan tersebut mengandung “ujaran kebencian”, di mana penggugat dan WTO diposisikan mau menghambat hilirisasi dan kemajuan ekonomi Indonesia. Padahal di dalam Panel WTO ada China.

Faktanya, Indonesia sendiri yang melanggar peraturan WTO Pasal XI.1 tentang larangan ekspor “Quantitative Restrictions”, sesuai keputusan sidang Panel 15 negara. Apakah berarti panel 15 negara tersebut yang mau menghalangi hilirisasi Indonesia, dan menghalangi kemajuan ekonomi Indonesia?

Larangan ekspor seperti yang dilakukan Indonesia bisa membahayakan perdagangan dunia dan keamanan negara, karena bisa memicu perang larangan ekspor. Kalau setiap negara bisa melarang ekspor (ekspor ban) maka dunia pasti akan chaos. Nanti akan ada negara yang melarang ekspor beras, gandum, obat-obatan, minyak bumi, BBM, dan seterusnya.

Larangan ekspor dalam kondisi tertentu diperkenankan, antara lain untuk mengatasi risiko kekurangan produk penting. Seperti India atau Vietnam yang menyatakan akan melarang ekspor beras untuk sementara waktu karena khawatir el nino menyebabkan gagal panen.

Semoga rakyat Indonesia tidak menjadi korban drama larangan ekspor bijih nikel dan pembelaan Jokowi kepada perusahaan smelter asing. Nantikan episode selanjutnya, 1 September yang akan datang.

Baca: EU launches consultation on use of Enforcement Regulation on Indonesian nickel export restrictions.
*Penulis adalah Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies)

Populer

Pemuda Katolik Tolak Program Transmigrasi di Papua

Rabu, 30 Oktober 2024 | 07:45

Pilkada Jateng dan Sumut Memanas Buntut Perseteruan PDIP Vs Jokowi

Minggu, 03 November 2024 | 13:16

Ketum PITI Sayangkan Haikal Hasan Bikin Gaduh soal Kewajiban Sertifikasi Halal

Kamis, 31 Oktober 2024 | 20:01

Inilah Susunan Dewan Komisaris IPC TPK Baru

Jumat, 01 November 2024 | 01:59

Komandan IRGC: Serangan Balasan Iran Melampaui Ekspektasi Israel

Jumat, 01 November 2024 | 12:04

"Geng Judol" di Komdigi Jadi Gunjingan sejak Bapak itu Jabat Menteri

Rabu, 06 November 2024 | 07:53

Hizbullah Bombardir Pangkalan Militer Israel Pakai Rudal, Sirine Berdengung Kencang

Sabtu, 02 November 2024 | 18:04

UPDATE

Pilkada 2024 Diharapkan Jadi Ajang Penghukuman Politisi Busuk

Sabtu, 09 November 2024 | 07:59

Geo Dipa Energi Rutin Setor Rp200 Miliar ke Kas Negara lewat Bisnis Panas Bumi

Sabtu, 09 November 2024 | 07:51

Komisi III DPR Minta PPATK Sinergi dengan Aparat Penegak Hukum Berantas Judol

Sabtu, 09 November 2024 | 07:42

Ukraina Rilis Perangko Bergambar Presiden Prabowo Subianto

Sabtu, 09 November 2024 | 07:22

ANTAM Borong 30 Ton Emas dari Freeport, Erick: Ada Potensi Penghematan Cadangan Devisa

Sabtu, 09 November 2024 | 07:01

Dude Herlino Dipilih Jadi Duta Kerukunan Umat Beragama

Sabtu, 09 November 2024 | 06:58

Nusron Wahid Ajak Polri, Jaksa dan TNI Berantas Mafia Tanah

Sabtu, 09 November 2024 | 06:02

Beda Sikap Netizen ke Tom Lembong dan Budi Arie

Sabtu, 09 November 2024 | 05:16

4 Perampok Minimarket Diringkus, 1 Pelaku Didor

Sabtu, 09 November 2024 | 05:03

Kejati DKI Proses Dugaan Korupsi Abang None di Dinas Parekraf

Sabtu, 09 November 2024 | 04:11

Selengkapnya