Berita

Pengampu rubrik Pepatah Tiongkok Novi Basuki memberi sambutan dalam peresmian Kampung Mandarin Tumpuk, Tulungagung/Ist

Dahlan Iskan

Buku Obor

MINGGU, 20 AGUSTUS 2023 | 05:20 WIB | OLEH: DAHLAN ISKAN

SAYA makan sop kaki kambing di pinggir Jalan Plaju, Jakarta. Di kaki lima. Waktu tolah-toleh terbaca papan nama: Penerbit Obor.

Berarti di belakang sop kaki kambing ini lembaga yang menerbitkan buku saya: Teladan dari Tiongkok.

Saya melangkah ke kantor itu. Masih tutup.

Saya ketuk pintunya.

Saya intip ada setumpuk buku baru di dalamnya: buku saya itu.

Maka kepada penjaga kantor saya memperkenalkan diri: si penulis buku. Lalu saya minta satu. Diberi dengan ragu.

Obor-lah yang punya ide. Berbagai tulisan saya tentang Tiongkok dijadikan satu. Agar bisa menjadi sebuah buku. Novi Basuki yang jadi editornya. Saya tidak keberatan. Jadilah.

Buku itu diluncurkan kemarin. Di gedung Perkumpulan INTI (Indonesia Tionghoa), Kemayoran. Saya sudah punya bukunya sebelum secara resmi diserahkan ke penulisnya.

Tapi yang terpenting dalam acara itu bukanlah saya. Ada bintang baru dalam hubungan dengan Tiongkok.

Namanya: Novi Basuki. Ia lulusan pesantren Nurul Jadid, Paiton, Probolinggo. Ia lebih orang pesantren dibanding saya: selalu pakai kopiah.

Dan lagi Novi sekolah di Tiongkok: sejak S-1, S-2, sampai S-3. Disertasi doktornya ditulis dalam bahasa Mandarin.

Kini Novi redaktur Harian Disway. Ia, bersama Annie Wong, mengasuh rubrik Cheng Yu, pepatah Tiongkok yang sering terdiri dari empat kata itu.

Idenya lahir dari kenyataan sehari-hari: begitu banyak orang tua Tionghoa yang mengajarkan filsafat hidup ke anak mereka lewat cheng yu. Tapi kian lama kian redup.

Novi menghidupkannya kembali.

Dulu hampir saja saya memanggilnya Mbak Novi. Ternyata laki-laki. Memang Novi bukan nama saat ia dilahirkan.

Nama lahirnya Jari. Ia jatuh sakit-sakitan. Sakit berat. Itu disebabkan nama yang tidak cocok. Bagi yang percaya.

Lalu nama Jari diganti Dedi.

Masih sakit.

Diganti lagi dengan Baihaqi.

Tidak juga sembuh.

Lalu diganti Novi Basuki. Sampai sekarang.

"Sama-sama nama wanita saya sebenarnya lebih suka nama Septi," guraunya. "Saya kan lahir bulan September, bukan November".

Di balik sikap pendiamnya Novi punya banyak humor tentang dirinya. Misalnya ia suka bilang dilahirkan di ketinggian setara dengan apartemen 15 lantai.

Maksudnya: ia lahir di lereng gunung Argopuro, Situbondo bagian selatan.

Ayahnya membuka toko di desa itu. Sekaligus petani.

Novi anak tunggal. Setamat SD ia sudah ingin ke pondok Nurul Jadid. Pondok yang sangat terkenal. Itulah pondok pesantren level ''bintang sembilan'' di lingkungan NU.

Belum diizinkan. Masih terlalu kecil. Setelah tamat SMP barulah Novi boleh ke Nurul Jadid.

Novi ingin masuk jurusan eksakta. Nilai matematika di SD dan SMP-nya terbaik. Tapi yang tersedia di Nurul Jadid jurusan bahasa.

Di jurusan bahasa itu santri diasramakan. Dalam asrama ada aturan: wajib berbahasa asing selama 24/7. Tinggal pilih. Boleh Mandarin, boleh Inggris, boleh bahasa Arab.

Novi menonjol sekali dalam penguasaan bahasa Mandarin. Melebihi bahasa Inggris dan Arabnya.

Ia angkatan ketiga sejak Nurul Jadid memasukkan bahasa Mandarin di jurusan bahasanya.

Maka Novi diikutkan lomba pidato bahasa Mandarin di Jakarta: juara.

Sejak itu ia menerima banyak tawaran beasiswa kuliah di Tiongkok. Sampai doktor.

Banyak teman santri Novi di Nurul Jadid yang meneruskan kuliah di Tiongkok. Kini santri Nurul Jadid yang lulus S-1 dari Tiongkok sudah lebih 200 orang.

Apa yang kita harus belajar dari Tiongkok versi Novi?

"Membuka pikiran," katanya.

Ia mengutip kata-kata Deng Xiaoping: kalau kita berdebat terus tidak akan pernah bisa bekerja.

Novi jadi pembicara di bedah buku kemarin. Pembicara satunya, seperti dilaporkan komentator Johannes Kitono, adalah  Christine Susanna Tjhin. Dia seorang peneliti yang pernah lama di CSIS Jakarta. Yang jadi moderator: Mercedes Amanda yang satu kampus dengan Novi.

Dari tempat acara itu saya langsung ke Halim. Harus terbang ke Semarang untuk lanjut ke Demak.

Sebenarnya ingin juga mampir berperahu ke ''tanah musnah'' di proyek jalan tol Semarang-Demak itu, tapi Sabtu sudah terlalu senja.

Tanah musnah itu tambah hilang di waktu malam.

Populer

Bangun PIK 2, ASG Setor Pajak 50 Triliun dan Serap 200 Ribu Tenaga Kerja

Senin, 27 Januari 2025 | 02:16

Gara-gara Tertawa di Samping Gus Miftah, KH Usman Ali Kehilangan 40 Job Ceramah

Minggu, 26 Januari 2025 | 10:03

Viral, Kurs Dolar Anjlok ke Rp8.170, Prabowo Effect?

Sabtu, 01 Februari 2025 | 18:05

KPK Akan Digugat Buntut Mandeknya Penanganan Dugaan Korupsi Jampidsus Febrie Adriansyah

Kamis, 23 Januari 2025 | 20:17

Prabowo Harus Ganti Bahlil hingga Satryo Brodjonegoro

Minggu, 26 Januari 2025 | 09:14

Datangi Bareskrim, Petrus Selestinus Minta Kliennya Segera Dibebaskan

Jumat, 24 Januari 2025 | 16:21

Masyarakat Baru Sadar Jokowi Wariskan Kerusakan Bangsa

Senin, 27 Januari 2025 | 14:00

UPDATE

Karyawan Umbar Kesombongan Ejek Pasien BPJS, PT Timah Minta Maaf

Minggu, 02 Februari 2025 | 15:37

Sugiat Santoso Apresiasi Sikap Tegas Menteri Imipas Pecat Pelaku Pungli WN China

Minggu, 02 Februari 2025 | 15:30

KPK Pastikan Tidak Ada Benturan dengan Kortastipikor Polri dalam Penanganan Korupsi LPEI

Minggu, 02 Februari 2025 | 15:27

Tabung Gas 3 Kg Langka, DPR Kehilangan Suara?

Minggu, 02 Februari 2025 | 15:10

Ken Martin Terpilih Jadi Ketum Partai Demokrat, Siap Lawan Trump

Minggu, 02 Februari 2025 | 14:46

Bukan Main, Indonesia Punya Dua Ibukota Langganan Banjir

Minggu, 02 Februari 2025 | 14:45

Larangan LPG di Pengecer Kebijakan Sangat Tidak Populis

Minggu, 02 Februari 2025 | 14:19

Smart City IKN Selesai di Laptop Mulyono

Minggu, 02 Februari 2025 | 13:59

Salah Memutus Status Lahan Berisiko Besar Buat Rakyat

Minggu, 02 Februari 2025 | 13:45

Hamas Sebut Rencana Relokasi Trump Absurd dan Tidak Penting

Minggu, 02 Februari 2025 | 13:26

Selengkapnya