Berita

Ilustrasi/Net

Bisnis

BI dan OJK Harus Pelototi Bank Pelat Merah Disaat Suku Bunga Tinggi

SENIN, 14 AGUSTUS 2023 | 22:51 WIB | LAPORAN: IDHAM ANHARI

Tingginya suku bunga acuan yang dipatok Bank Indonesia (BI), tentu saja berdampak kepada bank pelat merah atau BUMN. Sayangnya, baik BI maupun OJK dinilai belum transparan menyangkut kondisi perbankan BUMN.  

Hal itu disampaikan Presiden Direktur Centre for Banking Crisis (CBC), Achmad Deni Daruri kepada wartawan di Jakarta, Senin (14/8).

"Jangan sampai kondisi memburuk kemudian negara harus menanggung rekap perbankan (BLBI), seperti kejadian 1998," kata Deni.

Untuk mengantisipasi dampak negatif dari kenaikan suku bunga, kata Deni, perbankan bisa melakukan sejumlah langkah. Pertama, menyesuaikan struktur aset dan kewajiban bank sesuai dengan profil risiko suku bunga.

"Bank harus memperhatikan jangka waktu dan sensitivitas suku bunga dari aset dan kewajiban bank. Bank harus mengurangi mismatch antara aset dan kewajiban yang memiliki jangka waktu dan sensitivitas suku bunga yang berbeda," kata Deni.

Kedua, lanjutnya, meningkatkan efisiensi operasional bank untuk mengurangi biaya operasional. Bank harus melakukan rasionalisasi cabang, optimalisasi sumber daya manusia, pengembangan teknologi informasi, dan peningkatan layanan nasabah.

"Ketiga, meningkatkan diversifikasi sumber pendapatan bank untuk mengurangi ketergantungan pada pendapatan bunga. Bank harus mengembangkan produk dan layanan non-bunga, seperti fee-based income, treasury income, dan bancassurance," kata Deni.

Terakhir, lanjut Deni, meningkatkan kualitas kredit bank untuk mengurangi risiko gagal bayar. Bank harus melakukan analisis kredit yang lebih ketat, pemantauan kredit yang lebih intensif, restrukturisasi kredit yang bermasalah, dan peningkatan cadangan kerugian penurunan nilai.

"Permasalahannya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tidak transparan menjelaskan progress dari beberapa poin tadi kepada publik. Sejauh mana bank BUMN telah melakukannya. Jika OJK tidak transparan, maka bukannya tak mungkin bank BUMN akan kembali direkapitaliasi lagi," terang Deni.

Sementara itu, lanjut Deni, Bank Indonesia (BI) memiliki dua peran penting dalam pasar Surat Utang Negara (SUN), yaitu sebagai pembeli SUN dan sebagai pengawas bank.

Sebagai pembeli SUN, BI bertujuan untuk mendukung kebijakan moneter dan fiskal pemerintah, serta mengelola cadangan devisa negara. Sebagai pengawas bank, BI bertanggung jawab untuk menjaga stabilitas sistem keuangan dan mencegah risiko kredit macet.

"Namun, kedua peran ini dapat menimbulkan konflik interest, karena BI dapat mempengaruhi harga dan permintaan SUN di pasar, serta menentukan tingkat bunga acuan yang berdampak pada biaya modal bank khususnya BUMN," paparnya.

Konflik kepentingan ini, kata Deni, dapat mengurangi efektivitas kebijakan moneter dan fiskal, serta menimbulkan distorsi alokasi sumber daya dan moral hazard dalam pengawasan Bank BUMN. "Janganlah lupa bahwa moral hazard juga bagian utama dari rekapitalisasi bank BUMN pada 1998," pungkasnya.

Berdasarkan data BI, total biaya langsung rekapitalisasi bank BUMN pada 1999, mencapai Rp 432,5 triliun. Atau setara 55 persen dari PDB tahun 1998.

Biaya langsung ini terdiri dari Rp 144,5 triliun untuk rekapitalisasi bank-bank BUMN yang masih beroperasi, dan Rp 288 triliun untuk menutup kerugian bank-bank BUMN yang dilikuidasi.

Sementara itu, biaya tidak langsung rekapitalisasi bank BUMN sulit untuk diukur secara pasti, namun beberapa studi telah mencoba untuk mengestimasinya dengan menggunakan berbagai asumsi dan skenario.

Salah satu studi yang dilakukan oleh Bank Dunia pada tahun 2000 memperkirakan bahwa biaya tidak langsung rekapitalisasi bank BUMN berkisar antara Rp1.200 triliun hingga Rp2.400 triliun, atau sekitar 150 persen hingga 300 persen dari PDB tahun 1998.

Populer

Besar Kemungkinan Bahlil Diperintah Jokowi Larang Pengecer Jual LPG 3 Kg

Selasa, 04 Februari 2025 | 15:41

Jokowi Kena Karma Mengolok-olok SBY-Hambalang

Jumat, 07 Februari 2025 | 16:45

Viral, Kurs Dolar Anjlok ke Rp8.170, Prabowo Effect?

Sabtu, 01 Februari 2025 | 18:05

Alfiansyah Komeng Harus Dipecat

Jumat, 07 Februari 2025 | 18:05

Prabowo Harus Pecat Bahlil Imbas Bikin Gaduh LPG 3 Kg

Senin, 03 Februari 2025 | 15:45

Bahlil Gembosi Wibawa Prabowo Lewat Kebijakan LPG

Senin, 03 Februari 2025 | 13:49

Pengamat: Bahlil Sengaja Bikin Skenario agar Rakyat Benci Prabowo

Selasa, 04 Februari 2025 | 14:20

UPDATE

CM50, Jaringan Global dan Pemimpin Koperasi

Rabu, 12 Februari 2025 | 04:45

Telkom Salurkan Bantuan Sanitasi Air Bersih ke 232 Lokasi di Indonesia

Rabu, 12 Februari 2025 | 04:15

TNI Kawal Mediasi Konflik Antar Pendukung Paslon di Puncak Jaya

Rabu, 12 Februari 2025 | 03:45

Peran para Bandit Revolusioner

Rabu, 12 Februari 2025 | 03:19

Pengecer Gas Melon Butuh Kelonggaran Buat Naik Kelas

Rabu, 12 Februari 2025 | 02:59

DPD Apresiasi Kinerja Nusron Selesaikan Kasus Pagar Laut

Rabu, 12 Februari 2025 | 02:39

Telkom Beri Solusi Kembangkan Bisnis Lewat Produk Berbasis AI

Rabu, 12 Februari 2025 | 02:19

Pengangkatan TNI Aktif sebagai Dirut Bulog Lecehkan Supremasi Sipil

Rabu, 12 Februari 2025 | 01:59

Indonesia Perlu Pikir Ulang Ikut JETP

Rabu, 12 Februari 2025 | 01:48

KPK Diminta Periksa Bekas Ketua MA di Kasus Harun Masiku

Rabu, 12 Februari 2025 | 01:35

Selengkapnya