Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat/Ist
Negara harus bertanggung jawab dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakat adat dengan menjamin eksistensi dan melindungi mereka, sebagai bagian dari warga negara Indonesia.
"Masyarakat adat kerap dipandang sebagai objek karena kepemilikan atas lahan yang dapat dihargai dengan uang. Perlindungan hak hidup mereka kerap diabaikan," ucap Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat, dalam keterangannya, Rabu (9/8).
Akibatnya, masyarakat adat selalu menghadapi konflik agraria, juga masalah pengakuan oleh negara dan perlindungan atas ragam pelanggaran atas hak-hak dasar mereka.
Hingga saat ini, tambah Rerie, sapaan akrab Lestari, pengakuan pada masyarakat adat masih berbasis individual.
Padahal, tegasnya, yang perlu menjadi catatan adalah pengakuan terhadap masyarakat adat mesti dilakukan secara menyeluruh baik komunal maupun individual.
Sebab, legislator dari Dapil II Jawa Tengah itu menegaskan, masyarakat adat merupakan satu kesatuan entitas dengan kearifan lokal yang melekat.
Anggota Majelis Tinggi Partai Nasdem itu berpendapat, minimnya pemahaman aparatur dan pengabaian berkelanjutan atas kultur masyarakat adat sama saja dengan membangun pola pembiaran pada keberlangsungan hidup komunitas adat.
Rerie berharap peringatan Hari Masyarakat Adat Internasional setiap 9 Agustus menjadi refleksi sekaligus "peringatan" bagi negara untuk segera menghadirkan sebuah produk undang-undang perlindungan yang saat ini masih dalam tahapan legislasi dan merupakan amanah konstitusi.
Sementara itu, anggota Badan Legislasi DPR RI, Sulaeman L Hamzah menyampaikan, sejatinya ada dua hal besar terkait masyarakat adat. Yaitu telah adanya sejumlah peraturan perundang-undangan terkait masyarakat hukum adat, namun belum menjamin terlaksananya mekanisme perlindungan terhadap masyarakat adat.
Menurut Sulaeman, di pelosok selalu saja terjadi peristiwa yang menimpa masyarakat hukum adat.
Diakui Sulaeman, upaya untuk mewujudkan hadirnya Undang-undang Masyarakat Hukum Adat sudah dilakukan DPR pada periode 2014-2019.
Hingga pada 15 September 2020, tambah Sulaeman, pihaknya juga sudah berupaya mendorong untuk diajukan ke Rapat Paripurna agar segera dibahas pada Badan Musyawarah.
Sulaeman berjanji, Fraksi Nasdem di DPR akan terus mendorong RUU Masyarakat Hukum Adat (RUU MHA) untuk segera diparipurnakan.
Menurut Sulaeman, banyak tantangan untuk mewujudkan UU MHA salah satunya karena dalam aturan proses pembuatan UU tidak disebutkan batasan waktu pembahasan hingga selesai.
Selain itu, upaya pemerintah yang agresif menarik investor untuk berinvestasi di dalam negeri cenderung melahirkan kebijakan yang pro investasi dan kerap bertabrakan dengan kepentingan masyarakat adat.
Karena itu, Sulaeman mengajak, semua pihak bergandengan tangan bersama untuk mengambil langkah strategis agar RUU MHA segera disahkan sebagai Undang-undang.