Berita

Habib Rizieq Shihab/Net

Publika

HRS Tidak Diizinkan Berumrah

OLEH: REZA INDRAGIRI AMRIEL
KAMIS, 03 AGUSTUS 2023 | 01:16 WIB

DULU, pascanapi keluar dari lapas, otoritas penegakan hukum menganggap napi tersebut tidak perlu diawasi. Kalau sudah bebas, ya lepas saja. Namun belakangan ini muncul tren baru di sejumlah negara bahwa mantan napi terus dipantau keberadaannya.

Di sisi itu, sepintas lalu, pelarangan bagi HRS untuk berumrah seolah ada pembenarannya. Alasan Kemenkumham, tidak ada instrumen untuk mengawasi HRS.

Tapi kalau ditelisik lebih jauh, sikap Kemenkumham itu justru memantik rentetan pertanyaan.

Pertama, Kemenkumham tidak menyebutkan aspek apa pada diri HRS yang perlu diawasi sedemikian ketat sampai-sampai ia tidak diizinkan menjalankan ibadah ke Tanah Suci.

Jika pengawasan itu dimaksudkan untuk memonitor kemungkinan HRS mengulangi perbuatan pidananya, negara semestinya bisa menunjukkan data spesifik tentang seberapa tinggi risiko residivisme HRS. Data tentang hal itu hanya bisa didapat dari risk assessment. Nah, apa iya Kemenkumham pernah melakukan risk assessment terhadap HRS?

Bahwa Mahkamah Agung (MA) memotong hukuman pidana HRS, itu pertanda MA tidak risau mempercepat masa reintegrasi HRS ke tengah-tengah masyarakat. Kalau HRS dianggap berbahaya bagi masyarakat, tak mungkin MA mengorting masa pidana HRS

Kedua, jika HRS dikhawatirkan melakukan tindak pidana kembali, lembaga-lembaga dalam sistem peradilan pidana kita seharusnya bisa memperlihatkan angka residivisme pada berbagai tindak pidana. Kalau data itu lengkap tersedia, negara perlu menjelaskan secara terukur apakah tindak pidana HRS punya tingkat residivisme lebih tinggi dibandingkan tindak-tindak pidana lain.

Sekiranya ada tindak-tindak pidana lain yang tingkat residivismenya lebih tinggi, maka pertanyaan susulannya adalah apakah negara juga melakukan pengawasan terhadap para bekas napi yang memiliki riwayat pidana tersebut?

Tindak pidana yang mengantarkan HRS masuk bui pun, saya pandang, tidak memiliki kebahayaan sama sekali pada masa kini. Bahkan tidak pula beralasan untuk dikhawatirkan.

Pasalnya, kasus Petamburan dan kasus Megamendung berlangsung terkait situasi pandemi. Sekarang, Pemerintah bahkan dunia sudah menyetop status pandemi. Sehingga, tidak ada lagi alasan untuk waswas bahwa seandainya HRS kembali mengadakan keramaian, keramaian itu akan menyebarluaskan Covid-19.

Begitu pula jika dikaitkan dengan kasus keonaran di media sosial, sangat gampang bagi negara memantau media sosial setiap warganegara. Di mana pun HRS berada, termasuk di Tanah Suci sekali pun, alat-alat negara punya teknologi agar selalu bisa memonitor (dari jauh namun melekat) kekacauan apa yang terjadi di media sosial akibat perbuatan HRS. Seandainya ada keonaran di media sosial, dan itu akibat kelakuan HRS, ya ringkus saja.

Terakhir, penelitian menyimpulkan faktor-faktor utama yang menjauhkan seseorang dari perbuatan pidana berulang. Yaitu, ikatan keluarga yang erat, aktivitas yang mengaktualisasi diri si mantan napi, pengakuan dari publik, adanya harapan dan perasaan mampu menunjukkan kiprah produktif, serta perasaan memiliki makna dan tujuan dalam hidup. Itu semua diistilahkan sebagai faktor pelindung atau protective factors.

Dari situ, saya bertanya lagi ke Kemenkumham, apakah pernah mengecek ada tidaknya lima faktor protektif tersebut pada diri HR?

Kalau ternyata tidak pernah dicek, maka alih-alih waswas terhadap HRS, saya justru menilai negaralah yang khawatir secara sangat berlebihan—untuk tidak mengatakan paranoid—terhadap HRS. Negaralah yang membuat risau karena tidak adil dalam menilai mantan napi.

Penulis adalah Kriminolog sekaligus Ahli Psikologi Forensik

Populer

Bangun PIK 2, ASG Setor Pajak 50 Triliun dan Serap 200 Ribu Tenaga Kerja

Senin, 27 Januari 2025 | 02:16

Gara-gara Tertawa di Samping Gus Miftah, KH Usman Ali Kehilangan 40 Job Ceramah

Minggu, 26 Januari 2025 | 10:03

Viral, Kurs Dolar Anjlok ke Rp8.170, Prabowo Effect?

Sabtu, 01 Februari 2025 | 18:05

KPK Akan Digugat Buntut Mandeknya Penanganan Dugaan Korupsi Jampidsus Febrie Adriansyah

Kamis, 23 Januari 2025 | 20:17

Prabowo Harus Ganti Bahlil hingga Satryo Brodjonegoro

Minggu, 26 Januari 2025 | 09:14

Datangi Bareskrim, Petrus Selestinus Minta Kliennya Segera Dibebaskan

Jumat, 24 Januari 2025 | 16:21

Masyarakat Baru Sadar Jokowi Wariskan Kerusakan Bangsa

Senin, 27 Januari 2025 | 14:00

UPDATE

Melalui Rembug Ngopeni Ngelakoni, Luthfi-Yasin Siap Bangun Jateng

Minggu, 02 Februari 2025 | 05:21

PCNU Bandar Lampung Didorong Jadi Panutan Daerah Lain

Minggu, 02 Februari 2025 | 04:58

Jawa Timur Berstatus Darurat PMK

Minggu, 02 Februari 2025 | 04:30

Dituding Korupsi, Kuwu Wanasaba Kidul Didemo Ratusan Warga

Minggu, 02 Februari 2025 | 03:58

Pelantikan Gubernur Lampung Diundur, Rahmat Mirzani Djausal: Tidak Masalah

Minggu, 02 Februari 2025 | 03:31

Ketua Gerindra Banjarnegara Laporkan Akun TikTok LPKSM

Minggu, 02 Februari 2025 | 02:57

Isi Garasi Raffi Ahmad Tembus Rp55 Miliar, Koleksi Menteri Terkaya jadi Biasa Saja

Minggu, 02 Februari 2025 | 02:39

Ahli Kesehatan Minta Pemerintah Dukung Penelitian Produk Tembakau Alternatif

Minggu, 02 Februari 2025 | 02:18

Heboh Penahanan Ijazah, BMPS Minta Pemerintah Alokasikan Anggaran Khusus Sekolah Swasta

Minggu, 02 Februari 2025 | 01:58

Kecewa Bekas Bupati Probolinggo Dituntut Ringan, LIRA Jatim: Ada Apa dengan Ketua KPK yang Baru?

Minggu, 02 Februari 2025 | 01:42

Selengkapnya