Melalui sebuah surat yang dikirimkan, pemerintah Israel resmi mengakui kedaulatan Maroko atas Sahara pada Selasa (18/7).
Surat itu dikirimkan langsung oleh Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan telah diterima oleh Raja Maroko, Mohammed VI.
Netanyahu menyampaikan bahwa Israel akhirnya memutuskan untuk mengakui status Maroko atas Sahara dan akan bertindak sesuai dengan posisi yang telah ditetapkan.
"Israel mengakui kedaulatan Maroko atas wilayah Sahara Barat," isi surat tersebut, mengutip pernyataan yang dikeluarkan Kantor Kerajaan.
Selain itu, Netanyahu juga berjanji akan ikut mengkonsolidasikan dukungan internasional untuk integritas teritorial Kerajaan Maroko.
"Keputusan ini akan ditransmisikan ke PBB, organisasi regional dan internasional, serta negara-negara mitra Israel," tambahnya.
Dalam surat tersebut, PM Israel juga mengumumkan rencana membuka konsulat di kota Dakhla sebagai upaya untuk meningkatkan investasi Tel Aviv di provinsi Selatan Kerajaan.
Keputusan tersebut jelas merupakan kemenangan besar bagi Maroko, yang bertahun-tahun berupaya menyakinkan negara-negara lain untuk mengakui kedaulatannya atas Sahara Barat.
Sengketa Sahara Barat dimulai pada tahun 1975, ketika penguasa kolonial Spanyol menarik diri dari wilayah tersebut, memicu perang 15 tahun antara Maroko dan gerakan Front Polisario yang menginginkan kemerdekaan di wilayah tersebut.
Maroko yang menguasai hampir 80 persen Sahara Barat mengklaim kepemilikan atas wilayah tersebut sejak 1975.
Tetapi PBB tidak mengakui kendali Maroko dan menyebut Sahara Barat sebagai wilayah yang tidak berpemerintahan sendiri.
Dua puluh delapan negara lain, sebagian besar Afrika dan Arab, telah membuka konsulat di kota Dakhla atau Laayoune di Sahara Barat. Bagi Maroko, langkah itu merupakan dukungan nyata untuk kekuasaannya di wilayah tersebut.
Hingga kini kedaulatan Maroko atas Sahara telah mendapat dukungan dari negara-negara Barat seperti Amerika Serikat dan Uni Eropa termasuk Jerman, Spanyol, Belanda, Swiss, Austria.