Berita

Vaksinasi Antraks pada ternak di Desa Karanganyar, Kecamatan Weru, Kabupaten Sukoharjo/RMOLJateng

Publika

Antraks, Refleksi Sosial Isu Kesehatan

KAMIS, 13 JULI 2023 | 09:03 WIB | OLEH: YUDHI HERTANTO

TERKAPAR! Korban terpapar virus antraks berjatuhan di Gunungkidul. Tidak hanya menyerang hewan ternak, tetapi juga manusia.

Penyakit ini bersifat zoonosis, menular dari hewan ke manusia. Ditengarai menyeruak dikarenakan faktor budaya. Di mana sistem kewaspadaan kesehatan berada?

Sementara itu, jauh di Ibukota, palu sidang paripurna diketuk. Tok, Undang Undang Kesehatan resmi disahkan. Lalu apa keterkaitan antara keduanya?

Penduduk daerah Gunungkidul, Jogja termasuk kawasan miskin, dengan 17.69 persen penduduknya tergolong miskin (BPS, 2021). Tradisi saling membantu meringankan kesulitan berakar pada sikap gotong royong. Termasuk soal membeli daging dari hewan ternak yang mati mendadak, brandu.

Upaya saling tolong-menolong ini, menjadi cara untuk meringankan beban peternak yang hewan peliharaannya mengalami kematian, agar tidak merugi. Problemnya virus antraks dalam bentuk spora mudah menyebar ketika hewan yang terjangkit penyakit tersebut dipotong.

Tidak ada yang salah dengan budaya, sejatinya hal itu menjadi modal sosial yang berharga. Namun perlu kiranya dilakukan reorientasi budaya agar sesuai dengan kondisi yang berlaku saat ini. Budaya bersifat dinamis dan terbuka sesuai dengan lingkungannya.

Tersebab itu pula, perlu ada cara untuk mengomunikasikan risiko, agar tidak terjadi penularan. Sekurangnya pada dua level dilakukan, (i) menggunakan konteks kultural dan (ii) melalui pendekatan struktural.

Bagaimana aspek kultural yang bersifat budaya dapat dilakukan? Sosialisasi dan edukasi dengan menggunakan sarana informasi yang mudah diakses warga, termasuk melibatkan tokoh-tokoh masyarakat dengan pendekatan budaya perlu dilakukan secara masif dan berkelanjutan.

Proses tersebut tentu tidak sebentar, dan hal itu perlu dibarengi dengan skema struktural, dalam bingkai kerangka sistematik untuk membantu membatasi terjadinya infeksi virus antraks. Peran tim kesehatan ternak di daerah setempat dilibatkan dalam melakukan pemeriksaan dan vaksinasi hewan.

Lebih jauh lagi, kegiatan tersebut perlu mendapatkan dukungan anggaran, agar vaksinasi menjadi barang yang murah bagi peternak. Termasuk soal penggantian kerugian atas hewan yang mati mendadak. Intervensi pemangku kekuasaan atas kesulitan warga perlu diterjemahkan secara nyata.

Apakah antraks akan mereda? Tentu diharapkan demikian. Tetapi perlu diingat, dalam kasus berkaitan dengan isu serta perilaku kesehatan, maka komponen faktor yang melingkupinya terdiri dari, (i) faktor predisposisi dimana pengetahuan, nilai dan kepercayaan mempengaruhi sikap sosial, (ii) faktor enabling, yakni ketersediaan sarana dan prasarana sebagai fasilitas pendukung dan (iii) faktor reinforcing berkenaan dengan peraturan yang berlaku.

Dalam konteks tersebut, hal yang tidak terpisahkan adalah memperbaiki ekosistem kesehatan yang tersedia di lingkungan terdekat, termasuk persoalan sosial-ekonomi. Dengan begitu, selain merumuskan hal-hal yang terkait dengan aspek virus dan kesehatan, maka pada sisi yang bersamaan diperlukan perbaikan tingkat kesejahteraan publik.

Derajat kesehatan masyarakat terkorelasi dengan tingkat kesejahteraan ekonomi. Karena itu perlu kesungguhan pengambil kebijakan untuk menyelesaikan fenomena gunung es kesehatan ini.

Bukan sekadar perkara antraks semata, tetapi persoalan keseriusan melakukan pembangunan secara menyeluruh, karena nyawa manusia sangat berharga. Kita tidak hendak membandingkan jumlah populasi yang berpulang karena paparan penyakit, tetapi juga mencegah hilangnya nyawa karena kondisi kemiskinan.

Pertanyaan reflektif di akhir episode, apakah peraturan baru yang diketuk palu di bidang kesehatan kemarin sudah memuat substansi solusi sistematik secara sosial dari persoalan kesehatan publik? Semoga demikian.

Penulis sedang menempuh Program Doktoral Ilmu Komunikasi Universitas Sahid

Populer

Prabowo Perintahkan Sri Mulyani Pangkas Anggaran Seremonial

Kamis, 24 Oktober 2024 | 01:39

Karangan Bunga untuk Ferry Juliantono Terus Berdatangan

Selasa, 22 Oktober 2024 | 12:24

Jejak S1 dan S2 Bahlil Lahadalia Tidak Terdaftar di PDDikti

Sabtu, 19 Oktober 2024 | 14:30

KPK Usut Keterlibatan Rachland Nashidik dalam Kasus Suap MA

Jumat, 25 Oktober 2024 | 23:11

UI Buka Suara soal Gelar Doktor Kilat Bahlil Lahadalia

Senin, 21 Oktober 2024 | 16:21

Hikmah Heboh Fufufafa

Minggu, 20 Oktober 2024 | 19:22

Begini Kata PKS Soal Tidak Ada Kader di Kabinet Prabowo-Gibran

Minggu, 20 Oktober 2024 | 15:45

UPDATE

DPR Sambut Baik Upaya Indonesia Ingin Gabung BRICS Plus

Senin, 28 Oktober 2024 | 05:53

Divonis 20 Tahun Penjara, Pelaku Pembunuhan di Subang Ajukan Kasasi

Senin, 28 Oktober 2024 | 05:37

Asupan Protein Ikan Pegang Peran Penting Gizi Rakyat

Senin, 28 Oktober 2024 | 05:15

Fraksi PKS Dukung Visi Swasembada Pangan dan Energi Prabowo

Senin, 28 Oktober 2024 | 04:58

Aksi Heroik Kapal Bakamla

Senin, 28 Oktober 2024 | 04:46

Lahan Tembakau Blora Berkembang Pesat, Petani Sejahtera

Senin, 28 Oktober 2024 | 04:03

Bermain Imbang 0-0 Lawan Australia, Timnas U-17 Pastikan Lolos Piala Asia

Senin, 28 Oktober 2024 | 03:50

Bukit Tidar yang Penuh Kenangan

Senin, 28 Oktober 2024 | 03:24

DPD Dorong Lemhanas Bikin Film Bertema Patriotisme

Senin, 28 Oktober 2024 | 03:08

Pakar Hukum Endus Ada Pengkondisian Kasus Denny Indrayana

Senin, 28 Oktober 2024 | 02:29

Selengkapnya